INILAH.COM, Jakarta – Sulit memisahkan tragedi ledakan bom Marriott 2, Jumat (17/7) pagi, dengan masalah Pilpres 2009. Selain jarak waktu peristiwanya yang begitu dekat, penjelasan Presiden SBY yang sarat pasemon (sindiran) pun terkesan justru mengajak publik berspekulasi mengenai sejumlah hal di balik teror bom itu. Mengapa?
Presiden SBY dalam jumpa pers di istana Negara, Jumat (17/7) siang, menegaskan masyarakat tak boleh berspekulasi dalam menyikapi tragedi bom ini. Semuanya harus berpijak pada aturan hukum yang berlaku. “Kita tidak boleh main tuding dan main duga begitu saja. Semua teori dan spekulasi harus bisa dibuktikan secara hukum,” kata Presiden SBY.
Dalam kesempatan tersebut, SBY didampingi sejumlah anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), seperti Menko Polhukam Widodo AS, Kapolri Bambang Hendarso Danuri, Seskab Sudi Silalahi, dan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng.
Meski mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi terhadap kejadian bom di kawasan Mega Kuningan, dalam kesempatan tersebut SBY justru mengungkapkan perihal laporan intelijen yang ia terima dengan bukti foto dan rekaman video. Laporan tersebut terkait dengan rencana kekerasan pihak tertentu terkait hasil Pemilu Presiden 2009.
Dalam laporan tersebut, terdapat rencana aksi kekerasan dan upaya melawan hukum berkaitan dengan hasil pemilu. “Ada pula rencana untuk pendudukan paksa KPU pada saat hasil pemungutan suara diumumkan,” kata SBY.
Presiden juga menambahkan, selain itu terdapat pula pernyataan yang menyebutkan akan ada revolusi jika SBY menang serta pernyatan akan membuat Indonesia seperti Iran beberapa waktu lalu. Ia juga menyebut, hasil laporan, bagaimanapun SBY tidak boleh dan tidak bisa dilantik.
Dalam kesempatan tersebut, SBY juga menunjukkan foto-foto terkait upaya pembunuhan pada dirinya. “Hal tersebut bukan isu atau gossip. Saudara bisa menafsirkan apa arti ancaman seperti itu,” kata Presiden SBY.
Di atas semua itu, SBY langsung menginstruksikan aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dalang dan pelaku pengeboman itu. “Saya juga menintruksikan kepada para penegak hukum untuk mengadili siapa saja yang terlibat, siapa pun dia dan apa pun latar belakang politiknya,” tegasnya.
Penjelasan SBY yang sarat pasemon (sindiran) terkesan justru mengajak menimbulkan berspekulasi baru. Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang juga capres dalam Pilpres 2009, membantah spekulasi yang beredar bahwa bom di kawasan Mega Kuningan terkait dengan pelaksanaan Pilpres 2009.
“Kalau orang kira Megawati dan saya yang buat, tidaklah,” tegas Wapres Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jumat (17/7).
Berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi sebelum ini, JK memperkirakan, teror bom seperti itu pasti telah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya. “Ini tak ada hubungannya sama sekali (dengan pilpres), yang ngebom pasti direncanakan jauh sebelumnya berbulan-bulan. Kalau pilpres kan baru dua minggu lalu,” tambah JK.
Tehadap pernyataan resmi SBY yang mengajak publik untuk menafsirkan hasil laporan intelejen perihal hasil pemilu itu, pengamat komunikasi politk UI Ibnu Hammad menilai, bukannya membuat publik tenang, namun sebaliknya membuat panik.
“Pernyataan SBY lebih bernuansa membela diri, bukan menenangkan rakyat dengan mengatakan pelakunya sudah teridentifikasi misalnya atau kasusnya sedang dalam investigasi, masyarakat jangan panik, atau apalah… Bukannya malah curhat saja,” ujar Ibnu Hamad, di Jakarta, Jumat (17/7).
Justru Ibnu merasa heran, kenapa SBY yang mengaku tahu dirinya diancam, bahkan dia punya rekaman teroris latihan menembaki fotonya, tapi tidak segera melakukan tindakan pencegahan. “Dari segi komunikasi politik, kesannya SBY jadi ingin lepas tangan! Kalau SBY tahu ada teroris latihan menembak fotonya dari awal, kenapa ia tidak segera mencegah dan menindak?” katanya.
Sungguh sulit memahami logika Presiden SBY dalam jumpa pers terkait bom di Kawasan Kuningan. Bukan rasa aman dan nyaman yang didapat, tapi publik justru diajak berspekulasi tentang siapa dalang dan pelaku tror bom Marriott 2. [P1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar