Selasa, 14/07/2009 08:30 WIB
Rasionalitas Pemilih di Pedalaman Papua,
Tak Dikenal Maka Tak Dicontreng Shohib Masykur - detikPemilu
Jayapura - Umumnya jumlah surat suara yang masuk dari tiap TPS untuk pemilihan anggota DPRD II, DPRD I, DPR, dan DPD akan sama. Sebab tiap pemilih akan mendapatkan 4 surat suara saat menggunakan hak pilihnya. Namun kebiasaan itu tidak berlaku di pedalaman Papua seperti di Kabupaten Asmat, Puncak, dan Puncak Jaya.Di tempat-tempat itu, 1 pemilih belum tentu menggunakan 4 surat suara. Meskimereka memilih calon mereka di DPRD II, namun belum tentu mereka memilih untuk DPRD I, DPR, maupun DPD. Hal ini dikarenakan mereka hanya mau memilih calon yang telah mereka kenal.“Mereka tidak mau memilih calon yang tidak mereka kenal. Mereka bilang, buat apa saya memilih orang di Jakarta yang tidak saya kenal. Lebih baik saya milih anak saya (orang yang dikenal atau keluarga-red),” tutur anggota KPU Provinsi Papua, Hasyim Sangaji, di sela-sela kunjungan KPU Pusat ke ke Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua, Senin (13/7/2009).Karena cara pandang seperti ini, tidak jarang terjadi selisih antara surat suara untuk DPRD dan DPR. Sebab jika warga tidak bermaksud memilih calon atau partai tertentu, mereka tidak akan menyerahkan surat suaranya ke panitia. Hal ini lain dengan pemilih umumnya yang cukup tidak mencontreng surat suaranya namun tetap memasukkannya ke kotak suara.“Kalau tidak milih mereka tidak mau pakai surat suaranya. Mereka bilang, memilih ini kan hak, bukan kewajiban,” kata Sangaji.Kebiasaan ini sempat menimbulkan sedikit masalah ketika KPU pusat melakukanrekapitulasi manual hasil pileg. Karena terjadi selisih surat suara antara DPR dan DPD, para saksi di pusat yang tidak mengetahui seluk beluk pemilihan di Papua mempersoalkannya dan mengira terjadi kesalahan. Untunglah kesalahpahaman bisa selesai setelah dijelaskan.Kita bisa menilai kebiasaan warga pedalaman Papua itu dari berbagai perspektif. Namun anggota KPU Syamsulbahri yang hadir dalam kunjungan ke Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua memaknainya sebagai rasionalitas pemilih di pedalaman.“Itu berarti mereka cerdas. Mereka hanya mau memilih calon yang sudah mereka kenal,” kata Syamsul menanggapi cerita Sangaji.( sho / anw )
Jayapura - Umumnya jumlah surat suara yang masuk dari tiap TPS untuk pemilihan anggota DPRD II, DPRD I, DPR, dan DPD akan sama. Sebab tiap pemilih akan mendapatkan 4 surat suara saat menggunakan hak pilihnya. Namun kebiasaan itu tidak berlaku di pedalaman Papua seperti di Kabupaten Asmat, Puncak, dan Puncak Jaya.Di tempat-tempat itu, 1 pemilih belum tentu menggunakan 4 surat suara. Meskimereka memilih calon mereka di DPRD II, namun belum tentu mereka memilih untuk DPRD I, DPR, maupun DPD. Hal ini dikarenakan mereka hanya mau memilih calon yang telah mereka kenal.“Mereka tidak mau memilih calon yang tidak mereka kenal. Mereka bilang, buat apa saya memilih orang di Jakarta yang tidak saya kenal. Lebih baik saya milih anak saya (orang yang dikenal atau keluarga-red),” tutur anggota KPU Provinsi Papua, Hasyim Sangaji, di sela-sela kunjungan KPU Pusat ke ke Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua, Senin (13/7/2009).Karena cara pandang seperti ini, tidak jarang terjadi selisih antara surat suara untuk DPRD dan DPR. Sebab jika warga tidak bermaksud memilih calon atau partai tertentu, mereka tidak akan menyerahkan surat suaranya ke panitia. Hal ini lain dengan pemilih umumnya yang cukup tidak mencontreng surat suaranya namun tetap memasukkannya ke kotak suara.“Kalau tidak milih mereka tidak mau pakai surat suaranya. Mereka bilang, memilih ini kan hak, bukan kewajiban,” kata Sangaji.Kebiasaan ini sempat menimbulkan sedikit masalah ketika KPU pusat melakukanrekapitulasi manual hasil pileg. Karena terjadi selisih surat suara antara DPR dan DPD, para saksi di pusat yang tidak mengetahui seluk beluk pemilihan di Papua mempersoalkannya dan mengira terjadi kesalahan. Untunglah kesalahpahaman bisa selesai setelah dijelaskan.Kita bisa menilai kebiasaan warga pedalaman Papua itu dari berbagai perspektif. Namun anggota KPU Syamsulbahri yang hadir dalam kunjungan ke Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua memaknainya sebagai rasionalitas pemilih di pedalaman.“Itu berarti mereka cerdas. Mereka hanya mau memilih calon yang sudah mereka kenal,” kata Syamsul menanggapi cerita Sangaji.( sho / anw )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar