Opini
Capres dan Skill Kepemimpinan
Senin, 6 Juli 2009 - 16:15 wib
Karakter kepemimpinan tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) memiliki kekhasan masing-masing. Ada kelebihan dan kekurangan.Namun, penerapan manajemen strategis dalam mengelola pemerintahan masih perlu dibuktikan. Masih adanya egosektoral antara departemen dan lembaga pemerintah lainnya, menguji kualitas manajerial para pemimpin di negeri ini. Padahal, semua lembaga memiliki tujuan bersama, yakni bagaimana mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, tidak jarang faktanya antara lembaga tidak bisa melakukannya.Untuk itu butuh seorang pemimpin yang mampu mengintegrasikan kinerja setiap lembaga. Apalagi, kemampuan (skill) kepemimpinan seseorang juga dipengaruhi faktor sejarah hidupnya sehingga seni membuat keputusan yang dimiliki setiap orang (pemimpin) bersifat unik.Megawati PemersatuDalam sejarah hidupnya, Megawati Soekarnoputri merupakan anak dari seorang tokoh nasionalis dan dibesarkan daam suasana keterbatasan. Putri Bung Karno ini melihat dan ikut merasakan penderitaan sang proklamator ketika menjalani masa pengasingan pascalengser dari takhta sebagai Presiden RI pertama.Sebagaimana ayahnya, Mega juga memiliki karakter sebagai pemimpin yang karismatik. Megawati menjadi salah satu calon presiden alternatif dan menjadi tumpuan harapan rakyat, setelah kejatuhan rezim Orde Baru. Meskipun banyak dukungan yang datang kepada Mega, dia juga mendapat rongrongan dari orang-orang di sekelilingnya sekaligus lawan politiknya. Dukungan yang dia peroleh adalah atas dasar berapa banyak keringat dan pengorbanan orang-orang di sekelilingnya. Akibatnya, banyak orang dengan bermacam karakter ikut bergabung mendukung.Permasalahan utamanya adalah PDIP tidak bisa menyeleksi siapa saja yang bisa bergabung karena semua pihak harus dirangkul. Mega tidak bodoh. Kemudian dia melibatkan sumber daya dari luar untuk mengisi formasi kabinet Gotong Royong. Sebutlah nama seperti Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang dimandat untuk membantu Mega sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Bahkan, Boediono juga sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada era Presiden Megawati.Banyak lagi orang-orang hebat yang dilibatkan Mega untuk membantu mengurus negeri ini. Ada orang-orang idealis di sekeliling Mega. Namun, di sisi lain, justru ada orang-orang yang greedy yang kini kemudian ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para pengikut inilah yang membuat Mega akhirnya kehilangan reputasi. Di lain pihak, PDIP mengalami kesulitan. Dalam sejarahnya, PDIP sering mengalami rongrongan. Mega adalah simbol pemersatu.Namun demikian, dalam manajemen modern, sudah tidak bisa lagi berbicara tentang karisma atau ideologi, melainkan tentang kinerja, kepemimpinan, kaderisasi, keberlanjutan, dan lainnya. Artinya, tidak harus karismatik. Bisa saja, seorang pemimpin adalah orang biasa, tetapi mampu mengelola organisasinya dengan baik. Zaman kepemimpinan Mega adalah masa yang cukup berat. Dengan objektif untuk meredam chaos, tetapi lawan politiknya selalu mengembuskan isu untuk menjebol benteng pertahanannya.Mulai isu tentang pemimpin perempuan, privatisasi, hingga Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Untuk itulah kini Mega ingin melanjutkan misinya dengan menggandeng Prabowo Subianto. Sebagai orang yang pernah dididik dalam dunia militer dan mantan menantu orang nomor satu di negeri ini, Prabowo punya cukup modal untuk meramaikan bursa capres dan cawapres. Bersama Mega, Prabowo mengusung ekonomi kerakyatan sebagai misi untuk menyejahterakan rakyat. Konsep yang sangat tajam dan belum banyak ekonom yang berpikir ke arah itu.Prabowo adalah orang yang sangat menawan dalam iklan. Memberikan janji dan harapan, "Oh ini yang kita cari". Dia berusaha memenuhi kerinduan masyarakat akan sosok pemimpin yang membela rakyat kecil. Namun, dalam debat dan dialog publik (public appearance), mantan Pangkostrad ini masih belum banyak berpengalaman.SBY Process OrientedSusilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah orang yang dibesarkan di dunia militer. Namun, dia bukan tentara tempur. SBY adalah orang yang suka baca buku dan menghargai pengetahuan. Ketika SBY mengambil program doktoralnya adalah menjelang masa kepemimpinananya sebagai presiden 2004-2009.SBY adalah orang pintar, tetapi pengendapan pengetahuannya tidak banyak karena saat itu dia harus berjuang untuk menjadi presiden. SBY melihat pemerintahan dari kacamata pemerintahan yang lama. Baik SBY dan Mega sama-sama memiliki kendala tidak terlihat ada pembaruan dalam manajemen birokrasi pemerintahan. SBY adalah orang yang runtut dalam menjalani proses. Jadi, manajemen di zaman pemerintahan SBY adalah zaman proses.Kelemahan dari manajemen proses adalah mata rantai dan ketakutannya menjadi panjang. Selain itu paradigma manajemennya juga belum berubah. Zamannya Megawati, Putu Ari Suta yang golongannya secara aturan belum memenuhi syarat bisa menjadi eselon 1. Zamannya SBY, tidak ada orang yang bisa menjadi eselon 1, jika pangkatnya belum 4C. Padahal, pangkat Putu Ari Suta baru 2. Golongannya belum 4C, namun sudah menjadi eselon 1 sebagai Kepala Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) saat itu, karena diterobos Mega.Entah ini merupakan hak prerogatif presiden atau tidak, namun Mega berani melakukan terobosan. Masa pemerintahan SBY adalah masa process goal. Bukannya ini tidak tepat, namun belum cukup. Sebab, saat ini Indonesia berhadapan dengan kecepatan perubahan dunia. Jadi, di satu pihak orang menuntut perubahan, namun di lain pihak perubahan dunia berjalan demikian cepatnya. Jadi, kebutuhannya adalah bagaimana agar Indonesia bisa beradaptasi dengan perubahan dunia yang demikian cepat. Kekurangan SBY dari sisi terobosan bisa ditutup menteri-menterinya.Meski demikian, proses bisa menjadi belenggu. Sisi positifnya adalah kinerja yang dilakukan pemerintah semakin tertib. Namun, di sisi lain, belenggunya semakin banyak. Untuk itu pemerintah tidak boleh hanya puas karena telah melakukan satu langkah. Selalu akan ada perubahan.JK yang LincahPemimpin ekonomi tidak bisa hanya sebagai pemikir ekonomi, namun juga harus sebagai penggerak ekonomi. Jadi, ada pemikir ekonomi, yang membuat konsep kemudian harus ada yang menggerakkannya. Sementara JK memiliki karakter sebagai penggerak dan pengambil inisiatif.Contoh paling kentara adalah ketika JK menegur Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) atas lambatnya proses pembangunan perumahan rumah susun sederhana milik (Rusunami) beberapa waktu lalu. Akibat teguran tersebut kini pembangunan perumahan rakyat berjalan dan kembali bergairah. JK memiliki latar belakang sebagai pengusaha (entrepreneur), yakni orang yang lebih berorientasi pada action.Karakter JK cenderung lebih menyukai pola di luar sistem ketimbang di dalam sistem. Penerobos dan sangat cerdik. Bahkan, bisa dikatakan, sebelum masalah terjadi JK sudah tahu solusinya. Seorang entrepreneur adalah orang yang goal oriented. Kelemahannya, orang seperti ini biasanya tidak menghargai proses. Sebab, jika proses itu identik dengan menunggu, sedangkan goal oriented itu menerobos. Untuk itu JK harus didukung orang yang bekerja dalam proses.Sementara pasangannya, yakni Wiranto bukanlah orang proses, melainkan mantan panglima TNI. Seorang panglima TNI biasanya hanya memberikan visi. Sebab, semua pekerjaan dilakukan anak buahnya sehingga panglima TNI hanya sebagai pemandu atau arahan, bukan seorang pembuat proses. Seharusnya orang seperti JK didampingi oleh orang yang manajemen prosesnya kuat.Meski demikian, bukan berarti keduanya tidak cocok. Tergantung bagaimana pembagian pekerjaan apabila nantinya bisa memenangi pemilu.Prof DR Rhenald KasaliGuru Besar Bidang Manajemen Universitas Indonesia(//mbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar