13/07/09 07:27
PAN & Golkar, Korban Politik SBY?
R Ferdian Andi R
Susilo Bambang Yudhoyono
INILAH.COM, Jakarta – Hasil Pilpres 2009 kian memicu kasak-kusuk di internal sejumlah partai politik. Menyusul Partai Golkar, kini sejumlah elit Partai Amanat Nasional pun mengagendakan penggusuran pucuk pimpinan partai. Kemenangan SBY pun kini mulai membawa nasib Golkar dan PAN ke titik nadir akibat perpecahan hebat. Kenapa?
Sebenarnya tidak ada yang mengejutkan, jika dua partai tersebut kini menghadapi persoalan pelik di internalnya. Pasalnya, sejak jelang pemilu presiden lalu, dua partai ini mengalamai dinamika yang cukup ekstrem.
Di tubuh Golkar muncul dinamika politik yang bermuara dari soal pisahnya SBY dengan JK dalam Pemilu 2009 ini. Di satu sisi sebagian kader Golkar berkeinginan Golkar (JK) tetap bersanding dengan SBY, namun realitas politik menghendaki Golkar berpisah dengan SBY.
Akibat putusnya hubunga JK dengan SBY, kursi RI-2 pun tak lagi dikuasai kader Golkar. Kini, wacana Munaslub kian nyaring terdengar terkait kekalahan JK dalam Pilpres 2009 sebagamiana diungkap dari hasil hitung cepat berbagai lembaga survei.
Di tubuh PAN, perseteruan dua elit paling berpengaruh jadi pemicu konflik internal. Gerakan Ketua MPP PAN Amien Rais yang menggalang sejumlah pimpinan DPW untuk menggiring PAN berkoalisi dengan SBY membuat ketua umum Soetrisno Bachir meradang.
Kesan ‘tidak diorangkan’ oleh Amien Rais mewarnai proses politik menuju koalisi dengan SBY. Meski pada akhirnya, secara formal Soetrisno Bachir turut menandatangani draft koalisi dengan SBY, hal itu sama sekali tidak menghentikan polemik di internal PAN.
Kini, dua partai tersebut sedang mengalami guncangan hebat menyikapi hasil Pilpres 2009 yang akan menempatkan SBY sebagai juaranya dengan perolehan suara di kisaran 60%. Kelompok yang kontra dengan pucuk pimpinan partai, baik di PAN maupun di Golkar, sedang memasang kuda-kuda untuk menggusur kepemipinan Jusuf Kalla di Golkar dan Soetrisno Bachir di PAN.
Menanggapi rencana menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di PAN, politisi PAN yang selama ini dikenal berada di belakang Soetrisno Bachir, Abdillah Toha,menyatakan agenda KLB akan merusak soloditas PAN serta memperburuk citra SBY yang diusung partai koalisi pendukung, tak terkecuali oleh PAN.
“Kasak-kusuk itu sayang sekali kalau sampai merusak citra SBY yang baru saja menang dalam pilpres. Karena akan dikesankan (SBY) mencampuri urusan partai lain," ujarnya, di Jakarta, Minggu (12/7).
Anggota Komisi I DPR RI ini menilai, gagasan KLB di PAN hanyalah terdorong oleh kelompok tertentu di PAN yang ingin melampiaskan nafsu kekuasaan. Karena, sampai saat ini tidak ada kesepakatan penyelenggaraan KLB. "KLB ini merupakan upaya kelompok tertentu yang didorong nafsu kekuasaan dan ketidaksabaran untuk patuh pada konstitusi partai," ujarnya.
Juru Bicara Soetrisno Bachir Center, Sunan Hasan menegaskan, SB enggan berkomentar terkait dengan wacana KLB yang disuarakan beberapa orang di PAN. “SB tidak mau berkomentar soal KLB,” tegas Sunan kepada INILAH.COM, Minggu (12/7) di Jakarta.
Menurut dia, hingga kini SB sedang berada di Singapura untuk sejumlah agenda. Ia baru akan kembali ke tanah air pada 14 Juli mendatang.
Sementara pengamat politik dari Charta Politika Andi Syafrani menilai, fenomena politik yang kini dialami PAN dan Partai Golkar merupakan dampak dari keinginan dua partai tersebut merapat ke kekuasaan. “Itu bagian dari upaya kedua partai tersebut untuk merapat ke kekuasaan,” tegasnya.
Padahal, sambung Andi, masuknya partai politik dalam pusaran kekuasaan harusnya menjadi bahan evaluasi selama lima tahun terakhir di pemerintahan SBY periode 2004-2009. “Apakah positif atau negatif buat mereka? Masuknya elit kedua parpol tersebut tidak berdampak sama sekali terhadap perolehan suara mereka di pileg lalu. Karenanya mereka mesti melakukan reorientasi untuk langkah lima tahun mendatang,” tegasnya.
Situasi ini tidak terlepas perspekti para aktivis parpol yang melihat masuk kekuasaan akan semakin menguatkan eksistensi partai politik. Padahal, menurut Andi, perspektif tersebut tidak terbukti.
“Yang penting ke depan adalah mencari dan membagun figur kader parpol yang kuat dan membenahi sistem internal parpol lewat daerah. Karena ke depan, basis menjadi penting,” tegasnya.
Konflik partai politik pasca pilpres ini terjadi bebarengan dengan kasak-kusuk bagi-bagi kursi yang santer diperbincangkan para elit partai pendukung SBY-Boediono dalam pilpres lalu. Antara rencana KLB PAN maupun Munaslub Golkar sangat terkait dengan upaya mobilisasi vertikal sebagaian elit yang berambisi masuk sistem pemerintahan.
Akankah masa depan PAN dan Golkar dalam perebutan kekuasaan ini membuahkan hasil? Kita lihat saja. [P1]
PAN & Golkar, Korban Politik SBY?
R Ferdian Andi R
Susilo Bambang Yudhoyono
INILAH.COM, Jakarta – Hasil Pilpres 2009 kian memicu kasak-kusuk di internal sejumlah partai politik. Menyusul Partai Golkar, kini sejumlah elit Partai Amanat Nasional pun mengagendakan penggusuran pucuk pimpinan partai. Kemenangan SBY pun kini mulai membawa nasib Golkar dan PAN ke titik nadir akibat perpecahan hebat. Kenapa?
Sebenarnya tidak ada yang mengejutkan, jika dua partai tersebut kini menghadapi persoalan pelik di internalnya. Pasalnya, sejak jelang pemilu presiden lalu, dua partai ini mengalamai dinamika yang cukup ekstrem.
Di tubuh Golkar muncul dinamika politik yang bermuara dari soal pisahnya SBY dengan JK dalam Pemilu 2009 ini. Di satu sisi sebagian kader Golkar berkeinginan Golkar (JK) tetap bersanding dengan SBY, namun realitas politik menghendaki Golkar berpisah dengan SBY.
Akibat putusnya hubunga JK dengan SBY, kursi RI-2 pun tak lagi dikuasai kader Golkar. Kini, wacana Munaslub kian nyaring terdengar terkait kekalahan JK dalam Pilpres 2009 sebagamiana diungkap dari hasil hitung cepat berbagai lembaga survei.
Di tubuh PAN, perseteruan dua elit paling berpengaruh jadi pemicu konflik internal. Gerakan Ketua MPP PAN Amien Rais yang menggalang sejumlah pimpinan DPW untuk menggiring PAN berkoalisi dengan SBY membuat ketua umum Soetrisno Bachir meradang.
Kesan ‘tidak diorangkan’ oleh Amien Rais mewarnai proses politik menuju koalisi dengan SBY. Meski pada akhirnya, secara formal Soetrisno Bachir turut menandatangani draft koalisi dengan SBY, hal itu sama sekali tidak menghentikan polemik di internal PAN.
Kini, dua partai tersebut sedang mengalami guncangan hebat menyikapi hasil Pilpres 2009 yang akan menempatkan SBY sebagai juaranya dengan perolehan suara di kisaran 60%. Kelompok yang kontra dengan pucuk pimpinan partai, baik di PAN maupun di Golkar, sedang memasang kuda-kuda untuk menggusur kepemipinan Jusuf Kalla di Golkar dan Soetrisno Bachir di PAN.
Menanggapi rencana menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di PAN, politisi PAN yang selama ini dikenal berada di belakang Soetrisno Bachir, Abdillah Toha,menyatakan agenda KLB akan merusak soloditas PAN serta memperburuk citra SBY yang diusung partai koalisi pendukung, tak terkecuali oleh PAN.
“Kasak-kusuk itu sayang sekali kalau sampai merusak citra SBY yang baru saja menang dalam pilpres. Karena akan dikesankan (SBY) mencampuri urusan partai lain," ujarnya, di Jakarta, Minggu (12/7).
Anggota Komisi I DPR RI ini menilai, gagasan KLB di PAN hanyalah terdorong oleh kelompok tertentu di PAN yang ingin melampiaskan nafsu kekuasaan. Karena, sampai saat ini tidak ada kesepakatan penyelenggaraan KLB. "KLB ini merupakan upaya kelompok tertentu yang didorong nafsu kekuasaan dan ketidaksabaran untuk patuh pada konstitusi partai," ujarnya.
Juru Bicara Soetrisno Bachir Center, Sunan Hasan menegaskan, SB enggan berkomentar terkait dengan wacana KLB yang disuarakan beberapa orang di PAN. “SB tidak mau berkomentar soal KLB,” tegas Sunan kepada INILAH.COM, Minggu (12/7) di Jakarta.
Menurut dia, hingga kini SB sedang berada di Singapura untuk sejumlah agenda. Ia baru akan kembali ke tanah air pada 14 Juli mendatang.
Sementara pengamat politik dari Charta Politika Andi Syafrani menilai, fenomena politik yang kini dialami PAN dan Partai Golkar merupakan dampak dari keinginan dua partai tersebut merapat ke kekuasaan. “Itu bagian dari upaya kedua partai tersebut untuk merapat ke kekuasaan,” tegasnya.
Padahal, sambung Andi, masuknya partai politik dalam pusaran kekuasaan harusnya menjadi bahan evaluasi selama lima tahun terakhir di pemerintahan SBY periode 2004-2009. “Apakah positif atau negatif buat mereka? Masuknya elit kedua parpol tersebut tidak berdampak sama sekali terhadap perolehan suara mereka di pileg lalu. Karenanya mereka mesti melakukan reorientasi untuk langkah lima tahun mendatang,” tegasnya.
Situasi ini tidak terlepas perspekti para aktivis parpol yang melihat masuk kekuasaan akan semakin menguatkan eksistensi partai politik. Padahal, menurut Andi, perspektif tersebut tidak terbukti.
“Yang penting ke depan adalah mencari dan membagun figur kader parpol yang kuat dan membenahi sistem internal parpol lewat daerah. Karena ke depan, basis menjadi penting,” tegasnya.
Konflik partai politik pasca pilpres ini terjadi bebarengan dengan kasak-kusuk bagi-bagi kursi yang santer diperbincangkan para elit partai pendukung SBY-Boediono dalam pilpres lalu. Antara rencana KLB PAN maupun Munaslub Golkar sangat terkait dengan upaya mobilisasi vertikal sebagaian elit yang berambisi masuk sistem pemerintahan.
Akankah masa depan PAN dan Golkar dalam perebutan kekuasaan ini membuahkan hasil? Kita lihat saja. [P1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar