Jumat, 24/07/2009 16:22 WIB
Pram: Hanya Makan Kepala Sendiri yang Tak Mungkin dalam Politik
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu
Jakarta - Setiap politikus tentunya punya strategi dan hitung-hitungan politik tersendiri dalam setiap sikap, jalan dan keputusan yang mereka ambil. Namun, ketika keadaan terjepit dan kalkulasi orang banyak menyatakan ia tak mungkin berhasil, sulit ditemukan politikus yang masih mempunyai keyakinan teguh untuk tetap pada jalannya.
Adalah Pramono Anung Wibowo mungkin segilintir politikus yang melawan arus itu. Ketika para elite partai lain mulai letoy melihat hasil quick count yang memenangkan pasangan lain, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tetap pada keyakinannya bahwa masih terbuka peluang pilpres akan berlangsung 2 putaran.
"Orang berpolitik itu, apapun harus yakin. Dalam hidup berpolitik yang gak yakin itu cuma satu: makan kepala sendiri. Karena gak bisa, di luar itu bisa," ungkap Pramono saat berbicang dengan wartawan di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Kamis (24/7/2009) kemarin.
Padahal seperti diketahui, dari hasil rekapitulasi perhitungan suara nasional, hampir dipastikan pasangan SBY-Boediono akan menang satu putaran dengan perolehan 60,80 persen suara. Sementara pasangan calon dari PDIP dan Gerindra, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto terpaut jauh dengan 26,79 persen suara. Meski hampir pasti KPU akan menetapkan SBY-Boediono menang satu putaran, namun bagi Pram, sapaan akrabnya, masih ada kemungkinan lain. Berjubelnya kecurangan dan pelanggaran pilpres yang ditemukan Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo, akan dijadikan 'amunisi' utama bagi Pram cs untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Jadi nanti kalau kemudian kita tidak setuju dengan keputusan KPU yang diumumkan 25-27 maka kita gunakan kewenangan untuk persengketaan gugatan ke MK," ujar pria kelahiran 11 Juni 1963 ini.
Pram pun menampik bahwa sejumlah warning yang ditujukan MK kepada KPU belakangan ini, bisa menjadi 'angin segar' bagi kemungkinan dikabulkannya gugatan. "Itu kan sudah kewajiban MK. MK itu kewajibannya menjaga konsitusi kita, jadi dia harus tunduk, taat dan patuh terhadap konstitusi negara. Maka apapun yang MK putuskan, seluruh bangsa harus ikuti," jelas alumnus ITB ini. ( lrn / anw )
Pram: Hanya Makan Kepala Sendiri yang Tak Mungkin dalam Politik
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu
Jakarta - Setiap politikus tentunya punya strategi dan hitung-hitungan politik tersendiri dalam setiap sikap, jalan dan keputusan yang mereka ambil. Namun, ketika keadaan terjepit dan kalkulasi orang banyak menyatakan ia tak mungkin berhasil, sulit ditemukan politikus yang masih mempunyai keyakinan teguh untuk tetap pada jalannya.
Adalah Pramono Anung Wibowo mungkin segilintir politikus yang melawan arus itu. Ketika para elite partai lain mulai letoy melihat hasil quick count yang memenangkan pasangan lain, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tetap pada keyakinannya bahwa masih terbuka peluang pilpres akan berlangsung 2 putaran.
"Orang berpolitik itu, apapun harus yakin. Dalam hidup berpolitik yang gak yakin itu cuma satu: makan kepala sendiri. Karena gak bisa, di luar itu bisa," ungkap Pramono saat berbicang dengan wartawan di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Kamis (24/7/2009) kemarin.
Padahal seperti diketahui, dari hasil rekapitulasi perhitungan suara nasional, hampir dipastikan pasangan SBY-Boediono akan menang satu putaran dengan perolehan 60,80 persen suara. Sementara pasangan calon dari PDIP dan Gerindra, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto terpaut jauh dengan 26,79 persen suara. Meski hampir pasti KPU akan menetapkan SBY-Boediono menang satu putaran, namun bagi Pram, sapaan akrabnya, masih ada kemungkinan lain. Berjubelnya kecurangan dan pelanggaran pilpres yang ditemukan Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo, akan dijadikan 'amunisi' utama bagi Pram cs untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Jadi nanti kalau kemudian kita tidak setuju dengan keputusan KPU yang diumumkan 25-27 maka kita gunakan kewenangan untuk persengketaan gugatan ke MK," ujar pria kelahiran 11 Juni 1963 ini.
Pram pun menampik bahwa sejumlah warning yang ditujukan MK kepada KPU belakangan ini, bisa menjadi 'angin segar' bagi kemungkinan dikabulkannya gugatan. "Itu kan sudah kewajiban MK. MK itu kewajibannya menjaga konsitusi kita, jadi dia harus tunduk, taat dan patuh terhadap konstitusi negara. Maka apapun yang MK putuskan, seluruh bangsa harus ikuti," jelas alumnus ITB ini. ( lrn / anw )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar