Pembicaraan pada Pukul 07.45
pagi itu Dikdik Ahmad Taufik, 39 tahun, baru saja berganti tugas menjadi Supervisor Keamanan di lantai utama Hotel JW Marriott, Jakarta Selatan. Tugas utama dia pagi itu, mengawas dan melayani para tamu hotel di Lounge Syailendra yang sedang sarapan. Dari arah lobi hotel, dia melihat seorang lelaki berwajah oval, kurus, dan tinggi badan sekitar 170 centimeter. Dari penampilannya, tidak ada yang mencurigakan dari pria yang saat itu bertopi dan berjas hitam. “Awalnya barang bawaannya yang menarik perhatian saya,” kata Dikdik kepada wartawan yang menjenguknya di Rumah Sakit Jakarta, Jumat (18/7). Pria itu membawa koper beroda yang ditarik, dan tas ransel besar yang diletakkan di depan tubuhnya. Dikdik mengira pria yang baru pertama kali dilihatnya itu hendak check out dari hotel. Saat itu ia mulai merasa curiga dengan pria itu. “Kalau mau check out mengapa arahnya tidak ke kasir, malah ke lounge,” batinnya.Ia pun menuntaskan rasa curiganya dengan menyapanya, dan Dikdik ingat betul percakapan itu. “Selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?,” katanya kepada pria itu. “Pagi, saya mau bertemu bos saya di dalam,” kata pria itu. Dikdik lalu membalas, “kira-kira ada perlu apa, pak?” Lalu pria itu menjawab, “Ingin mengantar pesanan ke bos saya itu,” jawabnya lagi. Karena merasa tidak ingin mengganggu tamu hotel, ia tidak melanjutkan percakapan itu. “Jika memang benar bosnya di dalam, saya tidak ingin dikomplain tamu,” kata Dikdik sambil terbaring lemah di atas kasur rumah sakit.Lalu dia memanggil seorang temannya, juga seorang petugas keamanan, yang saat itu berada di belakang mereka untuk membantu pria itu menemui bosnya. Ia sempat melihat pria itu celingak-celinguk di depan pintu lounge, dan memegang telepon seluler. “Karena merasa sudah ada teman yang menangani, saya lalu pergi,” katanya.Baru saja ia berjalan beberapa langkah menuju lobi, tiba-tiba terdengar suara ledakan. “Kuping saya berdenging, tapi tidak pingsan,” katanya. Setelah bunyi ledakan, ia sempat melarikan diri dan melihat banyak debu beterbangan. Dan baru sadar kakinya sudah tertindih steeling toko hingga terluka. Sementara temannya yang bertugas menemani pembawa bom itu, meski selamat tapi terluka parah.Kini ia dirawat di kamar 359 A Rumah Sakit Jakarta, Jakarta Selatan. Kedua tangannya diperban dan dipasangi infus. Wajahnya terdapat luka lecet akibat serpihan ledakan. Ia merasa beruntung, tidak terluka parah. Bahkan dokter menyatakan kupingnya normal meski mendenghar suara bom dari jarak dekat. “Hanya punggung saya sakit karena terlontar gelombang ledakan,” katanya.Ia juga sempat mengoreksi rekaman CCTV detik-detik ledakan yang ditayangkan televisi. “Rekaman itu sudah diedit,” katanya. Di rekaman itu, Dikdik dan temannya berada di terlihat gelap, yang dituju si pembawa bom. Yaitu pintu menuju Lounge Syailendra. Wilayah itu terlihat gelap di CCTV, “karena memang kurang cahaya,” kata Dikdik.Di tayangan televisi, saat pria itu masuk ke daerah yang terlihat gelap, langsung terlihat ada ledakan. Harusnya, kata Dikdik, ada waktu sekitar satu menit sebelum ledakan terjadi. Yaitu saat terjadi dua penggal percakapan antara dirinya dengan si pembawa bom. “Peristiwanya memang berlangsung cepat,” kata pria yang sudah bekerja sejak tahun 2001 di Hotel JW Marriott ini.Ia mengaku tidak bisa menjelaskan detail wajah si pelaku. Namun bila melihat foto pelaku, ia bisa mengenalinya. “Saat ini saya bersyukur bisa selamat dari ledakan ini,” kata pria yang juga mengalami pemboman hotel tempatnya bekerja pada tahun 2003 lalu.Dugaan kuat adalah Nurhasbi alias Nuri Hadi alias Nur Sahid pada saat tanggal 15 Juli 2009 terdaftar sebagi penghuni kamar 1808 di kamar hotel mewah JW Marriotpernah tinggal di RT01 / RW03 Dusun Katekan, Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung. info dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar