Kamis, 23 April 2009

DRS. SAADILLAH MURSYID, MPA : "Pak Harto Tidak Mau terjadi Pertumpahan Darah"

Ketika jam tangan saya menunjukkan waktu sekitar pukul 22 : 15 hari Rabu 20 Mei 1998. Presiden Soeharto mempersilakan sava duduk di sebelah beliau. Setelah hening sejenak, kemudian beliau mengatakan: "Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Bentrokan antara mahasiswa dan ABRI tidak boleh sampai terjadi. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah. Oleh karena itu saya memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden, menurut Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 " Detik-detik terkhir mendampingi Pak Harto sebagai Presiden Republik Indonesia. Sekelumit dari catatan harian saya, di saat-saat Pak Harto memutuskan menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden di bulan Mei 1998. Ketika itu saya memegang jabatan Menteri Sekretaris Negara Kabinet Pembangunan VII. Saya berusaha mencatat sebaik-baiknya peristiwa demi peristiwa yang berjalan dengan sangat cepat ketika itu.Catatan-catatan itu saya simpan dengan rapi dalam tumpukan perpustakaan pribadi. Saya akhirnya juga menyadari bahwa inilah momentum yang paling tepat, karena akan menjadi kenang kenangan ulang tahun Pak Harto yang ke-82, tanggal 8 Juni 2003.Hari Rabu 20 Mei 1998 sekitar pukul 19:30, Presiden Soeharto menerima Mantan Wakil Presiden Bapak Sudharmono, SH di kediaman Jalan Cendana 8. Pada pukul 20: 15 setelah selesai bertemu Presiden, saya menemui Bapak Sudharmono, SH di ruang tunggu. Bapak Sudharmono, SH menyampaikan bahwa Presiden Soeharto menyatakan tetap akan melaksanakan tugas-tugas kepresidenan dan segera akan mengumumkan pembentukan Komite Reformasi serta mengadakan perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII.Sesudah pembicaraan singkat itu Bapak Sudharmono, SH pulang. Kemudian sekitar pukul 20:30 saya diminta menemui Presiden Soeharto di ruang tamu kediaman jalan Cendana 8. Ketika saya memasuki ruangan, ternyata di dalam sudah ada Wakil Presiden B.J. Habibie.Di hadapan Wakil Presiden B.J Habibie, Presiden Soeharto minta agar saya, Menteri Sekretaris Negara, mempersiapkan naskah final: 1. Keputusan Presiden tentang Komite Reformasi; 2. Keputusan Presiden tentang Pembentukan Kabinet Reformasi.Presiden Soeharto kemudian menyatakan akan mengumumkan dan melaksanakan pelantikannya pada hari berikutnya, Kamis 21 Mei 1998. Untuk keperluan itu Presiden Soeharto minta agar ruang upacara atau yang lazim disebut ruang kredensial di Istana Merdeka dipersiapkan. Sekitar pukul 21:00, setelah Wakil Presiden B.J Habibie pulang, saya mohon untuk bisa melanjutkan bertemu dengan Presiden. Dalam kesempatan itu saya melaporkan bahwa sejumlah orang-orang yang direncanakan untuk menjadi anggota Komite Reformasi telah menyatakan menolak. Kemudian juga ada informasi bahwa empat.belas orang yang direncanakan akan duduk dalam Kabinet Reformasi menyatakan tidak bersedia ikut serta dalam Kabinet.Setelah selesai bertemu Presiden, sekitar pukul 21:30, saya harus mendapatkan perawatan kesehatan. Kemudian, sesuai prosedur yang ditentukan oleh dokter saya harus beristirahat dengan tiduran sekitar satu jam. Belum selesai saya beristirahat, Ajudan memberitahukan bahwa saya diminta menemui Presiden. Saya bergegas menuju ruangan di tempat biasanya Presiden menerima tamu, termasuk menerima para Menteri. Saya terkejut karena Presiden tidak ada di ruangan itu. Ketika saya tanyakan, barulah Ajudan memberitahukan bahwa Presiden Soeharto menunggu saya di ruang kerja pada bagian kediaman pribadi beliau.Saya baru sadar walaupun sudah menjadi menteri selama sepuluh tahun lebih dalam dua masa kerja kabinet, saya tidak pernah dan bahkan tidak tahu bagian kediaman pribadi Presiden. Jam tangan saya menunjukkan waktu sekitar pukul 22:15 hari Rabu 20 Mei 1998. Presiden Soeharto mempersilakan saya duduk di sebelah beliau. Kursi hanya ada satu, di situ Presiden Soeharto duduk. Saya dipersilahkan beliau menggeser puff, sebuah tempat duduk empat persegi, agar bisa lebih dekat.Setelah hening sejenak, kemudian Presiden Soeharto mengatakan: Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Bentrokan antara mahasiswa. dan ABRI tidak boleh sampai terjadi. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah. Oleh karena itu saya memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden, menurut Pasal. 8 Undang-Undang Dasar 1945.“ Sebagai Menteri Sekretaris Negara, saya diminta untuk:1. Mempersiapkan konsep Pernyataan Berhenti dari jabatan Presiden RI2. Memberitahu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bahwa permintaan pimpinan DPR untuk bertemu dan melakukan konsultasi denganPresiden akan dilaksanakan hari Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09:00 di ruang Jepara Istana Merdeka. 3. Memberitahu Wakil Presiden B.J.Habibie agar hadir di Istana Merdeka hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 pukul 09:00 dan agar siap untuk mengucapkan Sumpah Jabatan Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Agung. 4. Memohon kehadiran Ketua Mahkamah Agung di Istana Merdeka hari Kamis 21 Mei 1998 pukul 09:00. Memberitahu Pimpinan DPR, Wakil Presiden dan Ketua Mahkamah Agung saya lakukan melalui telpon. Malam sudah larut menjelang tengah malam. Bersama-sama staf saya segera mulai melakukan penyusunan naskah Pernyataan Berhenti Presiden. Setelah mendapatkan pokok-pokok dan arahan, Saudara Bambang Kesowo, waktu itu Wakil Sekretaris Kabinet, dan Saudara Soenarto Soedharmo, ketika itu Asisten Khusus Menteri Sekretaris Negara mulai menyusun konsep awal. Saudara Yusril Ihza Mahendra, ketika itu Pembantu Asisten (Banas) Menteri Sekretaris Negara memberikan masukan-masukan terutama dari segi hukum tata negara.Konsep disusun secara bersama-sama, sebagaimana layaknya suatu pekerjaan staf. Bukan hasil kerja orang perorangan. Setelah konsep diteliti dan dikoreksi beberapa kali, pada pukul 03:00 menjelang subuh tanggal 21 Mei 1998 naskah Pernyataan telah siap untuk diajukan kepada Presiden. Naskah diajukan melalui prosedur yang sudah baku pada Sekretariat Negara. Konsep yang sudah diketik rapi diserahkan kepada Ajudan. Naskah tidak dibawa langsung oleh pribadi saya sebagai Menteri Sekretaris Negara. Saya tidak menyerahkannya secara pribadi kepada Presiden. Saya serahkan kepada ajudan. Ajudan yang menaruh naskah itu di meja kerja Presiden. Jadi tidak ada kontak dan hubungan yang bersifat pribadi. Semuanya berjalan secara institusional.Oleh karena itu adalah tidak benar sama sekali, apabila ada cerita-cerita yang beredar dalam beberapa tulisan yang mengisahkan bahwa waktu naskah diajukan ke tangan Presiden Soeharto, wajah beliau nampak berubah. Tidak ada yang tahu bagaimana warna wajah beliau ketika membaca naskah di meja kerja beliau pribadi, kecuali Allah yang Maha Tahu. Setelah sembahyang subuh, pagi-pagi hari Kamis tanggal 21 Mei 1998, saya terima naskah Pernyataan Berhenti Dari Jabatan Presiden melalui Ajudan. Saya tidak menerimanya langsung dari tangan Presiden. Pada bagian akhir naskah ada tambahan-tambahan dengan tulisan tangan Presiden. Tambahan dengan tulisan tangan itu tidak pernah diketik, langsung saja dibacakan oleh Presiden. Pada hari Kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang upacara Istana Merdeka, yang lazim ketika itu disebut ruang kredensial, Presiden Soeharto menyampaikan pidato Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia.Dalam pidatonya itu Presiden Soeharto antara lain menyatakan: “saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan Nasional VII. Namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan Komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka: perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan Fraksi-Fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan Pernyataan ini, pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.“ Mulai saat itu Pak Harto bukan lagi seorang Presiden. Saya temani Pak Harto meninggalkan Istana Merdeka pulang ke kediaman di Jalan Cendana 8. Ketika sampai di kediaman, sebelum duduk di ruang keluarga, beliau mengangkat kedua belah tangan sambil mengucap: “Allahu Akbar. Lepas sudah beban yang terpikul di pundakku selama berpuluh-puluh tahun.“ Putera-puteri dan kemudian keluarga menyalami Pak Harto. Setelah ada kesempatan, saya menyampaikan kepada beliau: “Mulai saat ini hubungan saya dan Bapak adalah hubungan orang yang lebih tua yang saya hormati dengan saya sebagai orang yang jauh lebih muda. Bapak bukan lagi seorang Presiden. Saya bukan lagi seorang Menteri Sekretaris Negara, karena tadi di Istana Merdeka saya telah menyampaikan surat kepada Presiden B.J Habibie menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sekretaris Negara terhitung sejak hari Kamis tanggal 21 Mei 1998jam 12:00 WIB.“ Pak Harto menjawab: “Mulai sekarang, kalau ada waktu, kamu datang-datang ke rumah saya. Tidak perlu lagi harus mendaftar untuk meminta waktu. Hubungan kita selanjutnya adalah dalam ikatan silaturrahmi dan persahabatan.” Silaturrahmi dan persahabatan. Ketika dialog dengan Pak Harto terjadi waktu itu, saya tidak mampu memahami arti kata silaturrahmi dan persahabatan itu dengan baik. Suasana ketika itu diliputi rasa bercampur antara keharuan, terkejut, tidak menduga dan lain sebagainya. Tetapi ketika waktu terus berjalan, saya menyadari bahwa dialog dengan Pak Harto di hari Kamis 21 Mei 1998 itu adalah tonggak perubahan dalam perjalanan hidup saya. Selama ini hubungan saya dengan Pak Harto amat formal, sebagaimana layaknya hubungan seorang Menteri dengan Presidennya. Sebelum mulai menjadi Menteri Muda Sekretaris Kebinet tahun 1988, saya memang tidak pernah bertemu secara pribadi dengan Pak Harto. Saya hampir bisa memastikan beliau juga tidak mengenal saya. Bagaimana Pak Harto bisa mendapatkan nama saya dan memasukkan saya dalam Kabinet Pembangunan V tahun 1988, hanya Allah SWT yang mengetahuinya.Sebagai Menteri. saya ketemu Presiden hanya apabila saya dipanggil. Atau kalau ada sesuatu yang perlu dilaporkan. Permintaan waktu melalui ajudan Presiden, sesuai prosedur. Saya berusaha memisahkan antara tugas jabatan dan hal-hal yang bersifat pribadi. Kalau Presiden pergi memancing saya tidak pernah ikut. Ketika Pak Harto naik haji, saya tidak masuk daftar rombongan yang turut serta, walau terus terang saja kepingin sekali ikut. Ketika Pak Harto ulang tahun, saya tanya ajudan apa saya sebaiknya datang ke kediaman untuk mengucapkan selamat. Saya akhirnya tidak jadi datang, ketika ajudan mengatakan bahwa acara ulang tahun Pak Harto terbatas pada lingkungan keluarga terdekat saja.Beberapa contoh kecil itu sekadar mengingatkan saya kembali, bagaimana saya telah berusaha untuk memusatkan pelaksanaan tugas saya dalam batas-batas kedinasan. Menjadi Menteri Sekretaris Kabinet yang paling pokok adalah mengurus kantor kepresidenen agar berjalan dengan sebaik-baiknya dan seefisien mungkin.Manakala Pak Harto bukan Presiden lagi, maka hubungan menjadi ikatan silaturrahmi dan persahabatan. Silaturrahmi, ikatan tali kasih sayang. Persahabatan, menyertai dan mendampingi perjalanan hidup seseorang dalam suka dan duka. Kalau suatu ketika Kiai atau Ustaz yang seyogianya memimpin pembacaan doa berhalangan, saya siap menjadi tukang baca doa bersama Pak Harto. Kalau keadaan memaksa, sekali-sekali saya menjadi khatib menyampaikan khutbah pada shalat Jumat di rumah Pak Harto, kadang-kadang bahkan merangkap menjadi imam. Saya sadar terhadap kemampuan saya yang amat terbatas dalam ilmu agama Islam. Yang ada pada diri saya sekedar sisa-sisa masa kecil ketika diasuh almarhum orang tua saya. Beliau adalah seorang ulama. Saya juga sadar, sama sekali tidak memiliki latar belakang pengetahuan di bidang ilmu hukum. Karena itu ketika Pak Harto harus menghadapi proses hukum, itu adalah bagiannya Pak Is. Saya paling-paling ikut-ikutan di belakang.Kemudian barulah sesudah Pak Harto berhenti dari jabatan sebagai Presiden, ketika beliau belum jatuh sakit, saya diajak beliau ikut memancing ke laut. Itulah pengalaman pertama kalinya memancing ke laut lepas dalam hidup saya. Ketika Pak Harto sudah berbilang tahun tidak memegang jabatan Presiden, hati nurani saya merasakan sentuhan yang dalam. Ada doa harapan muncul dalam lubuk hati saya, kiranya dengan memelihara silaturrami dan persahabatan dengan Pak Harto, Allah SWT akan menerimanya sebagai wujud melaksanakan perintah-Nya untuk memelihara hubungan silaturrahmi dan persahabatan (Al Qur‘an; Surah Ar Ra‘ad ayat 20 dan 21).Mudah-mudahan saya terhindar dari orang-orang yang semasa Pak Harto memegang jabatan Presiden, selalu mendekat-dekat, menjilat dan mencari muka. Pada waktu Pak Harto tidak lagi menjadi Presiden orang-orang itu pula yang bersuara lantang menghujat, mencaci, melempar segala kesalahan kepada Pak Harto. Kelompok orang-orang seperti itu memperoleh kutukan Allah dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk, jahanam (Al Qur‘an, Surah Ar Ra’ad ayat 25).Cuplikan di atas adalah sekelumit dari rangkaian peristiwa yang begitu banyak sambung bersambung di sekitar Pernyataan Berhenti Presiden Soeharto Dari Jabatan Presiden Republik Indonesia. Mungkin suatu ketika akan datang saatnya untuk memaparkan fakta sejarah menurut apa adanya, apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi. Pemaparan fakta tanpa terkontaminasi bumbu-bumbu khayalan.Pada hari ulang tahun Pak Harto ke-82, 8 Juni 2001, saya memohonkan doa, kiranya Allah SWT mengkurniakan kepada PakHarto husnul khatimah, perjalanan hidup yang hingga akhir penuh kebajikan. Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada Pak Harto panjang umur, usia yang panjang dengan diberikan kurnia kesehatan yang penuh dengan iman dan taqwa.Amin ya Allah, ya mujibassailin. (SMC, Dipetik dari sambutan pada buku: Proses Peradilan Soeharto (Ismail Saleh)

Tidak ada komentar: