Sabtu, 17 Oktober 2009

Linda Agum Gumelar Calon Menneg PP

Minggu, 18/10/2009 12:36 WIB
Linda Agum Gumelar Calon Menneg PP
Luhur Hertanto - detikNews

Linda Agum Gumelar (Foto: Didit/detikcom)
Bogor - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Linda Agum Gumelar berpeluang besar menduduki posisi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) dalam kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendatang. Saat audisi, istri mantan Menhub Agum Gumelar ini dicecar SBY soal peningkatan pemberdayaan perempuan.

"Beliau memberikan pengarahan kepada saya yang terkait dengan pengalaman saya yaitu melindungi dan meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan. Masih banyak yang harus kita lakukan. Juga memberikan perlindungan kepada anak. Beliau juga mengingatkan untuk bekerjasama dengan organisasi dalam dan luar negeri," kata Linda usai mengikuti audisi calon menteri di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Minggu (18/10/2009).

Linda yang saat itu mengenakan kebaya hijau itu mengaku tidak dicalonkan parpol. Ia ikut diseleksi terkait kegiatannya selama ini di Kowani.

"Kita tunggu saja lebih lanjut apa yang akan presiden umumkan pada saatnya nanti," kata Linda saat ditegaskan soal pos menteri yang akan ditempatinya.
(iy/sho)

Audisi Calon Menteri 3 Kursi untuk PAN: Menko Perekonomian, Menkum-HAM, dan Menteri Kelautan

Minggu, 18/10/2009 13:32 WIB
Audisi Calon Menteri
3 Kursi untuk PAN: Menko Perekonomian, Menkum-HAM, dan Menteri Kelautan
Arifin Asydhad - detikNews

Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) akhirnya mendapat tiga kursi di kabinet. Ketiga kursi itu akan diduduki Hatta Rajasa, Patrialis Akbar, dan Zulkifli Hasan.

Hingga pukul 13.15 WIB, Minggu (18/10/2009), Patrialis Akbar masih menjalani audisi di depan SBY-Boediono di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor. Sedangkan Zulkifli Hasan mendapat giliran audisi sesudahnya.

"Memang ada tiga kursi untuk PAN, yaitu Hatta Rajasa, Zulkifli Hasan, dan Patrialis Akbar," ujar sumber detikcom di DPP PAN.

Hatta Rajasa telah menjalani audisi pada Sabtu (17/10/2009). Hatta dipercaya sebagai Menko Perekonomian. Sedangkan Patrialis akan diplot sebagai Menkum dan HAM. Zulkifli Hasan akan diplot sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Hatta, Zulkifli, dan Patrialis merupakan tiga politisi PAN yang sejak awal bertindak mewakili PAN dalam menyokong SBY-Boediono. Sejak parpol ini terpecah menjelang Pilpres, tiga politisi inilah yang berada di garis depan mendukung SBY-Boediono.

Di saat Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir (SB) dan kelompoknya belum 'ikhlas' mendukung SBY-Boediono, ketiga orang ini sudah bulat memberikan dukungan, termasuk hadir dalam deklarasi SBY-Boediono di Bandung. Sejalan kemenangan SBY-Boediono, SB akhirnya juga luluh. Saat penandatanganan deklarasi pemantapan koalisi SBY-Boediono pada 14 Oktober 2009 lalu, PAN langsung dipimpin SB. (asy/iy)
Minggu, 18/10/2009 06:24 WIB
Audisi Menteri SBY
Tes Kesehatan Digelar, Audisi Tahap II Jalan Terus
Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Sesuai dengan rencana, 18-19 Oktober 2009 akan berlangsung tes kesehatan bagi paca calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Tes kesehatan akan berlangsung di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Para menteri yang akan mengikuti tes kesehatan adalah mereka-mereka yang Sabtu (17/10/2009) kemarin telah mengikuti audisi di kediaman pribadi Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Total 16 calon menteri plus Kuntoro Mangkusubroto telah 'sowan' ke Cikeas.

Sisanya, sebanyak 17 calon menteri hari ini juga akan dipanggil SBY hari ini, Minggu (18/10/2009), termasuk Kuntoro Mangkusubroto yang juga akan dipanggil kembali ke Cikeas.

Banyak kejutan dalam audisi tahap I kemarin. Nama-nama yang sebelumnya diprediksi akan menduduki jabatan menteri tertentu ternyata meleset. Suryadharma Ali misalnya, Ketua Umum PPP ini awalnya diprediksi akan menduduki jabatan Menteri Sosial. Namun ternyata Menteri Agama akan segera dia sandang.

Padahal, sebelumnya santer beredar yang akan menjadi Menteri Agama adalah Mohamamd Nuh, atau Salim Segaf Al Jufri. Namun ternyata Salim Sagaf sepertinya akan menjabat sebagai Menneg PDT. Sementara Mohammad Nuh baru akan dipanggil SBY hari ini.

Apakah akan ada lagi kejutah hari ini? Kita tunggu saja.

(anw/anw)

Dec 31, 2007

Pembelajaran Demokrasi di Timur dan Barat

-Catatan Akhir Tahun 2007-


THE GLOBAL NEXUS

Benazir, Demokrasi, dan Pilpres AS

Christianto Wibisono

Tewasnya Benazir Bhutto dan kesimpangsiuran berita penembakan dan pengeboman yang dibantah tanpa otopsi dan penghilangan jejak forensik merupakan bukti nyata kebiadaban rezim otoriter militer Pakistan. Ternyata kesamaan agama dan bangsa saja tidak cukup untuk menjamin kesetiakawan atau persaudaraan. Justru perang saudara antara sesama bangsa merupakan perang yang selalu paling berdarah, paling mengakar, dan makan waktu turun-temurun untuk membebaskan dari semangat dendam kesumat. Zulfikar Ali Bhutto dibunuh oleh Zia ul Haq yang kualat dan tewas jatuh dalam helikopter bersama Dubes AS untuk Pakistan. Sekarang Benazir Bhutto dibunuh menjelang pemilu 8 Januari 2008 yang hampir pasti akan menempatkan Benazir menjadi PM untuk ketiga kalinya.

Dunia benar-benar menjadi selebar daun kelor atau rata (The world is flat tulis Thomas Friedman) karena terbunuhnya Benazir mendadak mengubah peringkat capres yang sedang bertarung di AS. Posisi John McCain (Republik) melejit ke tempat kedua karena orang AS mulai memikir bahwa ternyata masalah teror masih tetap menghantui. Kalau Pakistan berganti rezim menjadi Taliban maka presiden baru di Gedung Putih tentu harus siap berdiplomasi atau menghadapi tantangan itu dengan kesigapan yang bisa diandalkan. Pamor Senator Obama, yang pernah menyatakan akan membom Pakistan, agak merosot karena dianggap kurang berpengalaman dalam politik luar negeri.

Setelah dua kali menjabat perdana menteri sebetulnya Benazir sudah menikmati hidup mewah dengan mondar-mandir London-Dubai-Paris- New York. Rekening yang sempat terbongkar di Swiss senilai US$ 13,8 juta masih disengketakan, tapi jelas dia masih mempunyai rekening di luar jumlah yang terpantau oleh Musharraf. Hasil wawancara terakhir Benazir dengan Gail Sheehy akan muncul dalam tabloid Parade (suplemen The Washington Post edisi 6 Januari 2008). Judulnya, I'm the one the terrorist most hate.

Kepulangan Benazir Bhutto merupakan diplomasi diam-diam AS untuk menciptakan duet Musharraf - Bhutto. Rencana Condi Rice ini tidak mempunyai plan B karena tidak siap dan menduga bahwa Benazir akan secepat ini terbunuh. Pengamat menyatakan heran bagaimana dua macan akan disatukan tanpa saling menerkam.

Kemanusiaan

Demokrasi memerlukan ke-kesatria-an dan kemanusiaan. Kalau yang bertarung tidak punya moral dan etika manusia beradab, serta menganggap politik dan demokrasi mirip adu gladiator atau adu manusia lawan singa/macan di mana salah satu harus mati maka itulah yang terjadi dalam sejarah manusia di mana saja termasuk di Barat sebelum demokrasi dipraktekkan. Demokrasi memang tidak sempurna dan terkadang tidak efisien, lebih cepat otoriter model Soeharto atau Vladimir Putin. Tapi, kalau orang tidak mau belajar demokrasi dengan alasan nilai asing Barat dan tetap mau bertahan dengan model suksesi perang dan dendam kesumat ala dinasti kerajaan kuno, ya tragedi seperti Benazir akan menimpa siapa saja, di mana saja, dan entah sampai kapan.

Manusia mengalami evolusi dengan mengubah cara penyelesaian konflik politik dari adu otot sampai salah satu mati, dengan adu otak, argumen dan program. Jadi, politik adalah seperti sport yang tidak perlu harus dimenangkan secara mutlak, pihak lawan harus mati kalau kalah. Riwayat bunuh-membunuh diktator dan raja merupakan warisan universal termasuk yang disebut orang bule, atau budaya Barat. Yunani membunuh Socrates, dan Romawi membunuh Julius Caesar.

Raja Charles I masih dipenggal kepalanya di Inggris pada 1649. Prancis masih meng-guillotine raja dan ratunya pada 1792. Hitler masih menjadi diktator dan tiran sampai 1945. Jadi, untuk Barat pun demokrasi dan pemilihan pemimpin politik secara damai, melalui ballot dan bukan dengan bullet, peluru adalah fenomena baru .

Pendapat yang menganggap demokrasi itu monopoli dan warisan Barat karena itu tidak cocok dengan manusia Timur non-Barat masih berkumandang termasuk pada elite Indonesia yang kecewa dengan demokrasi model reformasi setengah matang. Oleh karena itu, orang mulai bicara soal meniru Putin, kembali ke Soeharto, jangan terlalu liberal, harus ada pembatasan, dan seterusnya. Pada saat orang menjual pembatasan demokrasi dengan menghilangkan unsur liberalnya, maka yang muncul ialah machstaat. Macht bisa diwakili oleh birokrasi yang di Pakistan secara mencolok mencoba membodohi rakyat dengan menyatakan bahwa Bhutto meninggal karena kepalanya terbentur atap mobil. Kekuatan pengekang dan penindas hak asasi yang mengatasnamakan bangsa, negara, dan rakyat untuk kekuasaan pribadi yang tidak terkontrol.

Substansi utama demokrasi yang harus dipertahankan ialah pengawasan berimbang atas kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Juga tidak boleh terjadi korupsi bersama, atas nama legislatif, yudikatif setelah pengurangan kekuasaan eksekutif pasca-reformasi.

Penyakit parah Indonesia ialah setelah korupsi eksekutif dibatasi ternyata pihak legislatif dan yudikatif termasuk aparat penegak hukum, masih melanjutkan pola korupsi absolut rezim Orde Baru. Kalau dulu dalam satu monolit kekuasaan, sekarang justru secara independen, saling mempertahankan kekuasaan untuk menikmatinya tanpa kontrol.

Benazir Bhutto mengajukan syarat amnesti terhadap tuduhan korupsi sebelum pulang ke Pakistan. Seluruh elite negara berkembang dan sebetulnya sebagian negara maju juga masih bergelimang kolusi dengan pengusaha. Presiden Sarkozy, misalnya, diberitakan berpesiar dengan pacarnya dalam jet pribadi jutawan Vincent Bollore. Seluruh pers terkemuka Eropa langsung mengecam opera sabun Sarkozy.

Jadi, penyakit korupsi atau conflict of interest bukan merupakan budaya orang Timur, tapi di Barat juga masih bisa terjadi. Yang membedakan ialah, di Barat masih terdapat mekanisme politik yang beradab untuk menyelesaikan dengan upaya supremasi hukum dan Trias Politika yang efektif. Itulah yang vacum di dunia ketiga dan itulah yang terjadi di akhir 2007. Sehingga, setiap kali pergantian politik harus melalui kudeta, pembunuhan, dan penjarahan politik, dari Mei 1998 di Jakarta sampai kini di Pakistan. Benazir meninggalkan dunia memasuki Tahun Tikus Bumi 2008 menurut Imlek, dalam suasana waswas oleh ancaman ektremis bernuklir.

Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional



SBY DAN AGENDA ASEAN RAYA

Selamat kepada Presiden Yudhoyono, Wapres Boediono dan Kabinet Indonesia Bersatu Jilidd II yang telah siap dengan agenda 100 hari dan program 5 tahun. Sehari setelah dilantik, 23 Oktober Presiden harus memimpin delegasi RI ke KTT ASEAN di Hua Hin. Agenda utama SBY adalah meneguhkan posisi Indonesia sebagai jangkar stabilitas dan nakhoda pengarah ASEAN RAYA. Ditengah pergolakan geopolitik munculnya China, India dan Indonesia sebagai pelaku global. Orang mulai berbicara tentang Chindia, Chindonesia, disamping BRIC yang mestinya bisa menjadi BRICI Istilah BRIC yang dicetuskan oleh ekonom Goldman Sachs dikukuhkan oleh para pemimpin keempat negara Brazil, Rusia, India dan China dalam KTT di Yekaterinburg 16 Juni 2009. Korps diplomatic sudah mengotak atik mutasi BRIC menjadi BRICI (Indonesia masuk) atau BRICM (plus Mexico), BRICK (Korea) BRICKSA( BRICK plus Afrika Selatan). Semua negara dalam akronim itu sudah menjadi anggota G20 bagian dari 10 Emerging Market diluar G8. Karena itu Presiden harus mengkonsolidasi kekuatan Indonesia Inc. Sepulangnya dari KT T ASEAN, Presiden akan membuka suatu Summit politik ekonomi bisnis sosial pada 29-30 Oktober mengajak mitra bisnis dan civil society non-bisnis mensukseskan misi dan visi KIB II, melanjutkan pembangunan setelah ”normalcy” ekonomi global..

The Economist 3 Oktober 2009 mengutip CEO Pimco Mohamed El –Erian , perusahaan pengelola obligasi terbesar sedunia yang mewakili US$ 840 milyar dana pensiun universitas tentang ”normalcy” yang rawan. Belum normal dalam arti sesungguhnya sebelum krisis. Akar krisis merupakan konsekuensi logis dari deregulasi sektor kredit perumahan di AS. Dua undang undang, The Monetary Control Act 1980 dan Garn-St.German Act 1982 membuka peluang kredit perumahan dengan jaminan rumah yang sedang dicicil itu. Praktis tidak ditelusuri apakah debitor punya penghasilan (Income), pekerjaan (job) dan assetsnya adalah rumah yang akan dicicil itu, yang notabene bukan dan belum menjadi asset si debitor. Inilah yang disebut kredit ninja (no income, no job , no assets). Pada 2007 kredit perumahan membengkak menjadi 138% dari disposable income, pendapatan yang bisa disisihkan oleh masyarakat AS. Pada tahun 1982 property masyarakat AS maih bernilai 106% dari PDB dan utangnya kurang dari 50% jumlah tsb.

Tsunami keuangan yang ditimbulkan oleh krisis subpreme itu pada awal 2009 telah memaksa pemerintah negara negara maju membenamkan US$ 432 milyar tambahan modal pada perbankan mereka dan menjamin utang US$ 4,65 triliun. AS sekarang memiliki 14% saham “Citigov” (plesetan dari Citigroup). Sedang Pemerintah Inggris menguasai 43% saham Lloyds Banking Grup serta 70% Royal Bank of Scotland (RBS) yang telah menguasai ABN Amro, yang cikal bakalnya lahir dari Hindia Belanda dulu.

Sementara di Tiongkok, pembangunan ekonomi yang pesat dalam sistim authoritarian satu partai ternyata juga memperlihatkan gejala kolusi para gangster Triad merangkap jadi atau sekongkol dengan elite partai. Di Chongqing Gubernur Bo Xilai mantan menteri perdagangan, menyeret Peng Changjian, ke pengadilan atas dakwaan korupsi. Mengekspose 65 mobil mewah mirip armada limousine yang digunakan Yakuza di Jepang dan mafia Chicago New York. Premanisme yang sama juga menggejala di Rusia, dengan politisi , birokrat, preman terjalin dalam saling peras saling backing tanpa etika. Dimensi moral agak ketinggalan dari cepatnya modus dwifungsi politik dan bisnis menggurita di pelbagai negara berbasis authoritarian system. Yang belum sempat tuntas menjadi rezim demokratik yang effektif Trias Politikanya, Kita di Indonesia tidak sepenuhnya imun dari gejala gang Chongqing, Yakuza ataupun nomenklatura Kremlin.

Di Malaysia, partai berkuasa UMNO baru saja menggelar Kongres yang menekankan perlunya menjadi nation state yang SATU. Karena ternyata politik perkauman, ethnicity politik yang mengacu pada diskrimnasi rasial dan affirmative action untuk Melayu telah menimbulkan distorsi, diskriminasi dan akhirnya menghilangkan meritokrasi untuk menciptakan suatu Malaysia yang unggul. Malaysia sedang berada pada titik nadir proses nation building karena terlalu lama menerapkan affirmative action yang bertiwikrama menjadi ”semi-apartheid” bagi kelompok non bumiputera. Juga pengaruh ”Jamaah Islamiyah Noordin Top” menghantui situasi konflik internal Malaysia. Hanya suatu semangat kebersamaan ASEAN RAYA bisa mengentaskan ASEAN secara kolektif dari gerilya politik JI kawasan Asia Tenggara.

Kepemimpinan SBY sebetulnya sangat diharapkan untuk memulihkan kesatuan dan persatuan ASEAN meninggalkan warisan politik etnisitas yang mengacu kepada akar rasial dan etnis yang mengakibatkan ASEAN bisa terpecah belah, tidak berssatu padu lagi. Pemikiran dikotomi atau trikotomi ASEAN atas dasar ras, etnis dan agama hanya

Akan melemahkan kerjasama ASEAN. Masalah krusial bagi ASEAN adalah bagaimana melakukan de-konstruksi politik semi-aparttheid yang diwariskan oleh kolonialisme Eropa dalam sistem politik lokal Asia Tenggara. ASEAN yang sekuler, pluralis dan toleran, akan menjadi pool, magnet yang menarik modal dan talenta berbakat untuk meningkatkan profil dan posture ASEAN sebagai ASEAN Incorporated yang bisa bersaing setara dengan China, India, Korea dan Jepang. Jika anggota ASEAN bergerak sendiri sendiri, tentu hasilnya tidak akan se-efektif dan se-energik seperti jika ASEAN bisa memobilisasi seluruh kekuatan secara proaktif dan kreatif.

Konflik bilateral Indonesia Malaysia sebetulnya tidak perlu diperbesar dengan gaya remaja puber putus sekolah. Sejak 1945 sebetulnya sudah ada pendekatan bahwa Malaya (waktu itu Malaysia belum lahir) lebih baik bergabung saja dengan Indonesia. Hanya karena dua wilayah ini dijajah oleh kekuatan kolonial yang berbeda, maka terjadi perpisahan antara Sumatra dan semenanjung Malaya. Selama 6 tahun sejak merdeka tahun 1957 nama yang dipakai adalah Federasi Malaya .Istilah Malaysia baru dipakai sejak peresmian Federasi Malaysia 16 September 1963 yang menggabungkan Malaya dengan Sabah, Serawak dan Singapura. Tapi tidak sampai dua tahun, pada 9 Agustus 1965 Singapura memisahkan diri menjadi negara kota berdaulat keluar dari Malaysia. Begitu juga Brunei menjadi kesultanan merdeka diluar Malaysia.

Rivalitas Bung Karno dan Tengku Abdulrahman yang tercermin dalam konfrontasi Indonesia Malaysia 1963 diakhiri tahun 1966 oleh Soeharto dan Tun Abduk Razak

Yang kemudian mendirikan ASEAN pada 1967. Setelah konfrontasi berakhir, Malaysia justru dilanda kerusuhan rasial terburuk 13 Mei 1969. Etnis Tionghoa dan Melayu berkonfrontasi dengan korban berdarah. Melahirkan kebijakan affirmative action yang terus berlanjut bahkan hingga detik ini. Faktor emosi primordial dan infiltrasi JI menambah amunisi yang memelihara faktor SARA ini sebagai kelemahan Malaysia dan ASEAN. Sehingga tidak bisa mentas tuntas terang menuju suatu pengelompokan regional yang lebih solid seperti Uni Eropa. Indonesia yang telah menyelesaikan masalah etnisitas dengan jiwa kenegarawanan besar sejak Presiden Gus Dur hingga UU Kewarganegaraan era SBY mempunyai peluang untuk benar benar menjadi pemimpin ASEAN,. Menggerakkan ASEAN sebagai suatu ASEAN Raya yang berbobot dalam konstelasi baru dunia era G20-

Politik
17/10/2009 - 23:04
Inilah Prediksi 16 Menteri 'Super' SBY
Vina Nurul Iklima & Makarius Paru
Presiden SBY
(inilah.com /Dokumen)

INILAH.COM, Jakarta - Audisi hari pertama 'Cikeas Idol' yang menjaring calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu usai sudah. 16 Calon menteri dipanggil SBY untuk menjalani tes wawancara.

Dari daftar figur yang dipanggil ke kediaman pribadi SBY, Cikeas, Bogor, Sabtu (17/10), memang didominasi wajah-wajah lama. Mayoritas dari mereka sudah malang melintang di pentas politik nasional. Dan setelah menjalani tes wawancara serta menandatangani pakta integritas, belasan tokoh ini akan menjalani pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 18 Oktober besok.

Berikut adalah prediksi 16 nama tokoh yang dipanggil dan posisi menteri yang ditawarkan SBY:

1. Djoko Suyanto : Menko Polhukam
2. Hatta Rajasa : Menko Perekonomian
3. Agung Laksono : Menko Kesra
4. Sri Mulyani : Menteri Keuangan
5. Tifatul Sembiring : Menkominfo
6. M Nuh : Menteri Pendidikan Nasional
7. Muhaimin Iskandar : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
8. Suryadharma Ali : Menteri Sosial
9. Jero Wacik : Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
10. Marie Elka Pangestu : Menteri Perdagangan
11. Syarif Hasan : Menkop dan UKM
12. Andi Mallarangeng : Menteri Pemuda dan Olahraga
13. Sudi Silalahi : Menteri Sekretaris Negara
14. Salim Segaf Al Jufri : Menteri Negara PDT
15. Sutanto : Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)/Menteri Pertahanan
16. Gamawan Fauzi : Menteri Dalam Negeri/Menneg PAN

Bila mengacu pada jumlah kabinet yang pernah dilansir SBY, maka diprediksi Minggu besok diperkirakan minimal 18 orang akan dipanggil untuk mengikuti audisi hari kedua. Beberapa nama yang beredar antara lain Kuntoro Mangkusubroto, Marty Natalegawa, Daniel Saparingga, Andi Mattalatta, dan Siti Fadilah Supari. Dan beberapa pos penting kabinet yang belum diisi antara lain: Menteri Luar Negeri, Kepala Bappenas, Menteri ESDM dan Menneg BUMN.

Sejauh ini, tokoh yang dipanggil ke Cikeas mayoritas didominasi para politisi yang berasal dari koalisi SBY. Partai Demokrat sebanyak 3 orang, PKS 2 orang, PAN 1 orang, PPP 1 orang, PKB 1 orang dan Golkar 1 orang. Sementara tokoh yang terlibat dalam pemenangan SBY sebanyak 5 orang. Dan yang berlatar profesional sebanyak 2 orang.

Jika seleksi wawancara dan kesehatan ini lolos maka hampir bisa dipastikan para tokoh yang dipanggil itu akan menjadi menteri di era pemerintahan SBY-Boediono. Presiden sendiri direncanakan mengumumkan secara resmi susunan KIB II pada 21 Oktober mendatang atau satu hari setelah pelantikannya sebagai kepala negara. [ton]


Polhukam


Berikut Daftar 16 Calon Menteri SBY-Boediono

Sabtu, 17 Oktober 2009 - 23:07 wib
text TEXT SIZE :
Share
Insaf Albert Tarigan - Okezone

JAKARTA - Sebanyak 16 calon menteri telah diwawancarai langsung oleh presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya Boediono. Uji kelayakan dan kepatutan yang mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 20.30 WIB ini berlangsung di kediaman presiden di Puri Cikeas Indah Bogor, Sabtu (17/10/2009).

Dalam wawancara yang berlangsung sekira 30 menit, presiden menyampaikan beban tugas yang harus dipenuhi oleh para calon menteri. Setelah itu, mereka menandatangani pakta integritas untuk selanjutnya mengikuti tes kesehatan. Tes kesehatan dilakukan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta besok.

Tidak ada calon yang menegaskan jabatan yang akan mereka pangku hingga lima tahun mendatang. Mereka sekadar menyampaikan petunjuk dan membiarkan pers menebak-nebak.

Dari 16 calon, tujuh di antaranya merupakan menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu. Mereka adalah, Hatta Radjasa, Suryadharma Ali, Jero Wacik, Muhammad Nuh, Sri Mulyani, Mari Elka Pangestu dan Sudi Silalahi. Sebagian di antaranya diperkirakan akan menempati pos baru.

Selebihnya merupakan muka baru yang disodorkan oleh partai politik maupun diminta sendiri oleh presiden. Berikut rincian nama calon menteri sekaligus prediksi pos yang mereka tempati.

  1. Hatta Radjasa: Menko Perekonomian
  2. Agung Laksono: Menko Kesra
  3. Djoko Suyanto: Menko Polhukam
  4. Suryadharma Ali: Menteri Sosial
  5. Jero Wacik: Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
  6. Muhammad Nuh: Menteri Pendidikan Nasional
  7. Sri Mulyani: Menteri Keuangan
  8. Mari Elka Pangestu: Menteri Perdagangan
  9. Sudi Silalahi: Menteri Sekretaris Negara
  10. Gamawan Fauzi: Menteri Dalam Negeri
  11. Muhaimin Iskandar: Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
  12. Tifatul Sembiring: Menteri Komunikasi dan Informatika
  13. Syarifuddin Hasan: Menteri Koperasi dan UKM
  14. Salim Assegaf Al Jufri: Menteri Sosial
  15. Andi Mallarangeng: Menteri Pemuda dan Olahraga
  16. Sutanto: Kepala BIN


(hri)

Polhukam


Inilah Prediksi Calon Menteri Versi Indo Barometer

Sabtu, 17 Oktober 2009 - 20:00 wib
text TEXT SIZE :
Share
Rizka Diputra - Okezone
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009 (Foto: presidensby.info)

JAKARTA - Lembaga penelitian Indo Barometer mengeluarkan rilis prediksi susunan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono untuk lima tahun ke depan.

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari mengatakan, nama kandidat menteri yang dirilis didasari riset dan diskusi dengan sejumlah pakar serta pengamat yang kompeten di bidangnya.

Berikut calon kuat menteri kabinet SBY-Boediono

Menko Perekonomian: Hatta Radjasa
Menkokesra: Agung Laksono
Menkopolkam: Djoko Suyanto
Mensesneg: Sudi Silalahi
Mendagri: Gamawan Fauzi
Menlu: Makarim Wibisono
Menkeu: Sri Mulyani
Menperind: MS. Hidayat
Menteri Perdagangan: Marie Elka Pangestu
Menteri PU: Djoko Kirmanto
Mendiknas: M. Nuh
Mensos: Habib Salim Segaf Al Jufri
Menbudpar: Jero Wacik
Menristek: Suharna Surapranata
Menkop UKM: Syarief Hasan
Menteri KLH: Djoko Santoso
Men PAN: Kuntoro Mangkusubroto
Menkominfo: Tifatul Sembiring
Menpora: Andi Mallarangeng.

Menurut Qodari, sejumlah nama tersebut adalah prediksi warga sipil yang mengharapkan menteri KIB jilid II diisi oleh orang yang memiliki kapabilitas dan kompetensi di bidangnya masing-masing.

"Kalau SBY pilih menteri yang baik, saya kira Indonesia ke depan akan lebih baik. Tetapi, kalau salah pilih Indonesia bisa terpuruk," katanya di Jakarta, Sabtu (17/10/2009).

SBY hari ini di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, telah melakukan uji kepatutan dan kelayakan bagi sejumlah kandidat calon menteri. Hingga kini sudah ada 16 menteri yang telah mengikuti tes wawancara.

Mereka di antaranya, Djoko Suyanto, Agung Laksono, Hatta Rajasa, Gamawan Fauzi, Sudi Silalahi, Sri Mulyani, M Nuh, Jero Wacik, Suryadharma Ali, Tifatul Sembiring, Andi Mallarangeng, Sutanto, Marie Elka Pangestu, Syarif Hasan, Salim Assegaf Al Jufri, dan Muhaimin Iskandar.

Besok pagi sekira pukul 07.00 WIB, para calon menteri ini akan melakukan uji kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Tes kesehatan yang akan dijalani para calon anggota berupa tes fisik dan mental. Di antaranya tes darah, urin, paru, jantung, telinga, hidung dan tenggorokan dan tes IQ.(dnt)(hri)

Polhukam


Hanura: Pilih Koalisi, Golkar Pengkhianat

Sabtu, 17 Oktober 2009 - 22:11 wib
text TEXT SIZE :
Share
Rizka Diputra - Okezone

JAKARTA - Sikap Partai Golkar yang kembali berkoalisi dengan pemerintahan, dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap komitmen empat partai koalisi yakni PDIP, Golkar, Hanura, dan Gerindra, sebelum pemilu legislatif lalu.

Demikian diungkapkan Wakil Sekjen Partai Hanura Akbar Faizal dalam diskusi di Restiran Warung Daun, Jalan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Sabtu (17/10/2009). "Golkar sudah selesai. Ini pengkhianatan dari Golkar. Kita sudah melihat sejak awal, bahwa mereka (Golkar) tidak berubah," ujarnya.

Dia menegaskan, Hanura akan tetap pada posisi oposisi sekaliguus koalisi, kendati Golkar memutuskan merapat ke pemerintah. "Kami akan beroposisi jika kebijakan pemerintah ke depan tidak pro rakyat. Namun, apabila kebijakan pemerintah memihak kepada kepentingan rakyat ya perlu didukung," imbuhnya.

Kamis malam lalu, bertempat di Bravo Media Center (BMC), Menteng Jakarta Pusat, Golkar bersama lima partai koalisi lainnya yakni PPP, PKS, Demokrat, PKB, dan PAN menandatangani kontrak politik dengan pemerintah, yang isinya mendukung pemerintahan SBY-Boediono periode 2009-2014.

Akbar berharap PDIP tidak mengikuti jejak Golkar dan tetap pada platform-nya sebagai oposan yang akan terus menjadi control achievement dalam mengkritisi pemerintah. "Saya harap PDIP tidak seperti itu (berkhianat). Secara nyata, demokrasi kita sedang terancam," pungkasnya.(ded)

Sabtu, 17/10/2009 20:20 WIB
Jadi Menteri SBY, Cak Imin Akan Tunjuk Plt Ketum PKB
Luhur Hertanto - detikNews

Bogor - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dipastikan akan menjadi menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Bagaimana dengan statusnya sebagai ketua umum partai? Pria asal Jombang, Jawa Timur ini akan menunjuk pelaksana tugas harian (Plt).

"Saya akan tunjuk pelaksana," kata pria yang akrab disama Cak Imin ini usai bertemu dengan Presiden SBY di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (17/10/2009).

Dalam pertemuannya dengan SBY, Cak Imin diminta agar saya senantiasa memperhatikan secara serius upaya peningkatan SDM agar produktif, kompetitif dan sejahtera.

"Saya juga diminta memperhatikan link and match di tingkat profesional dengan daya saing dan sistem pendidikan nasional kita," ungkap Imin.

SBY, Lanjut Cak Imin juga berharap agar daya dukung berupa penduduk yang besar dan potensi alam melimpah memebri dukungan pada investasi yang cepat demi terciptanya iklim ekonomi usaha yang lebih baik. (anw/anw)
Minggu, 18/10/2009 00:29 WIB
Mau Jadi Menteri, Andi Mallarangeng Pamitan
Luhur Hertanto - detikNews

Bogor - Menyusul penunjukannya sebagai calon Menneg Pora oleh Presiden SBY, Andi Mallarangeng akan mundur dari posisi Juru Bicara Kepresidenan RI. Tidak lama lagi akan ada juru bicara baru menggantikan dirinya.

"Pada waktunya nanti presiden putuskan jubir baru pengganti saya," ujar
Mallarangeng usai audisi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Sabtu (17/10/2009), di Cikeas, Bogor.

Sekaligus pada kesempatan malam ini dia pun berpamitan kepada wartawan.
Mallarangeng berterimakasih atas semua bantuan yang pers berikan selama lima
tahun bertugas sebagai juru bicara.

"Tanpa bantuan pers, saya tentu tidak dapat bekerja dengan baik tugas sebagai jubir," kata dia.
(lh/anw)
Minggu, 18/10/2009 02:08 WIB
Kebebasan Pers Alami Kemajuan di Era SBY
Anwar Khumaini - detikNews

Bangkok - Kebebasan pers, berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi di Indonesia mengalami kemajuan pesat sepanjang era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski tetap memerlukan perbaikan dan kontrol, kebebasan pers di era SBY dianggap meningkat.

Demikian disampaikan anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Demokrat,
Ramadhan Pohan, dalam diskusi "The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR): What Does It Mean for Free Expression, Press Freedom, and Access to Information in the Region?", di Bangkok, Thailand, Sabtu (17/10/2009).

Diskusi yang diikuti 20 anggota parlemen dan aktivis HAM, akademisi, dan wartawan negara-negara ASEAN tersebut diselenggarakan oleh The Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), lembaga nonprofit yg mempromosikan kebebasan pers sejati di Asia Tenggara. Dari forum itu diharapkan akan berhasil dirumuskan rekomendasi bagi upaya perbaikan kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan hak untuk mendapatkan informasi di kawasan Asia Tenggara.

"Sepanjang era pemerintahan SBY, sensor dan pembredelan media tidak lagi terjadi. Presiden justru memberikan contoh positif dengan menggunakan hak jawabnya ketika menemui kekeliruan dalam pemberitaan media," ujar Ramadhan.

"Tahun lalu, Presiden RI justru menerima penghargaan dari Dewan Pers atas upayanya dalam memperjuangkan kebebasan pers, ” jelas Ramadhan dalam forum regional tersebut.

Dia meyakinkan peserta diskusi bahwa Indonesia saat ini sudah sangat mampu untuk membangun kehidupan berdemokrasi dan berhasil menyelesaikan permasalahan terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Selain Ramadhan Pohan, diskusi tersebut juga dihadiri utusan dari Fraksi PKS Al Muzzamil Yusuf, anggota parlemen Kamboja, Mu Sochua serta Guru besar Universitas Chulalongkorn, Thailand, Prof Vitit Muntarbhorn dan DR. Sriprapha Petcharamesree. (anw/anw)

mat, 16/10/2009 10:01 WIB
Padamnya KPK dan Budaya Korupsi di Indonesia
Ali Mustofa - suaraPembaca



Jakarta - Setelah kebanjiran pujian dari berbagai pihak atas prestasinya dalam melakukan pemberantasan korupsi akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami hari-hari yang cukup berat. Setelah beberapa pimpinan dan oknumnya tersandung dengan kasus mereka masing-masing. Bahkan, kini sebagian dari mereka sudah meringkuk di sel tahanan.

Ditambah lagi perseteruan sengitnya dengan Polri. Hal ini melibatkan Kabareskim Susno Djuaji yang dilaporkan oleh tim pembela pimpinan KPK terlibat kasus suap dan penyalahgunakan wewenang ketika menetapkan kedua pimpinan KPK sebagai tersangka. Informasi terbaru Rabu, (7/10/09) menurut Inspektur Pengawasan Umum Polri ia tidak terlibat.

Adalah Antasari Azhar, mantan ketua KPK yang belum selesai masa tugasnya kini harus mendekam dibalik jeruji besi karena didakwa sebagai otak pembunuhan terhadap Nazaruddin Zulkarnaen, saingan cinta segi tiganya dengan rani. Koran negara tetangga Singapura, The Straits Times, menurunkan berita saat penetapan Antasari menjadi tersangka dengan judul setengah bertanya, "Love Triangle in Murder Case?"

Kasus kemudian menyeret pimpinan KPK lain yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah dengan tuduhan menerima suap dari Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Widjojo. Hal ini jelas-jelas merupakan pukulan telak bagi KPK. Berbagai analisis menyebutkan ini semua merupakan upaya-upaya untuk melemahkan lembaga ini.

Sempat mengalami tuntutan pembubaran dari beberapa pihak kini KPK mencoba untuk bangkit kembali. Hal ini ditandai dengan terpilihnya 3 anggota sementara pimpinan KPK pada hari Selasa, (06/10) di Istana Negara Jakarta. Sedangkan nama-nama yang menduduki jabatan tersebut adalah Waluyo (mantan direktur pencegahan KPK), dan dua nama lain yakni M Jasin dan Haryono Umar.

Setelah dilantik tiga anggota sementara pimpinan KPK ini langsung menggelar rapat dengan dua pimpinan KPK lainnya di Gedung KPK. Pada Rabu, 7 Oktober 2009 mereka kembali mengelar rapat guna memilih Ketua KPK di antara lima pimpinan KPK yang ada.

Mampukah KPK

Korupsi bagi Indonesia merupakan penyakit klasik yang tampaknya tidak kunjung terobati. Lebih parahnya lagi jika korupsi ini sudah dilegalkan melalui undang-undang. Sebenarnya kasus penanganan korupsi di negeri ini sudah diupayakan sejak dulu meskipun tidak segalak KPK pada masa kepemimpinan Antasari Ashar. Lembaga-lembaga semacam ini sudah sering dibentuk walaupun mungkin sekedar formalitas dan tidak leluasanya kewenangan hukum yang dimiliki.

Pada tahun 1970 saat Soeharto menjabat sebagai kepala negara pernah ada yang namanya "komisi empat" yang bertugas memberikan langkah-langkah strategis dan taktis kepada pemerintah. Pada tahun yang sama juga terbentuk KAK (Komisi Anti Korupsi) yang digawangi oleh para aktivis mahasiswa di era itu. Di antaranya Akbar Tandjung, Asmara Nababan cs. Sampai muncullah KPK untuk pertama kalinya di masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.

Korupsi di negeri ini masih saja menggejala disebabkan korupsi ini adalah korupsi yang sistematis. Namun, solusi yang ditawarkan cuma sekedar dengan kelembagaan. Seharusnya penyelesainya harus secara sistematis.

KPK Cuma Pemburu

KPK ini hanyalah bertugas sebagai pemburu dan penangkap koruptor. Secara realitas memang tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bahkan, ada beberapa pihak yang masih kebal terhadap hukum (contoh: kasus yang melibatkan mantan menteri perikanan Rohmin Dahuri).

Oknum yang tertangkap pun hanya sebagian yang kemudian dipidanakan atau paling banter cuma divonis dengan sanksi yang sangat ringan. Ironisnya banyak pelaku korupsi yang sekarang bebas berkeliaran di luar negeri. Sistem pencegahan (preventif) dan sistem efek jera juga tidak berjalan. Padahal ini adalah faktor penting dalam pencegahan korupsi.

Semestinya juga berlaku sistem pencegahan dan efek jera. Di antara langkah utamanya ialah pengawasan yang serius. Pertama: pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua, pengawasan dari kelompok, dan ketiga, pengawasan oleh negara.

Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentunya akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil. Ditambah lagi dengan diberlakukannya sanksi pidana yang keras yang akan menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku.

Selain itu, sistem sanksi (berupa ta'zir) dalam Islam juga bertindak sebagai penebus dosa (jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Ini yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang. Dan, semua itu bisa didapat pada Syariah Islam.

Syariah Islam Solusi

Bagi Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim ini tidak punya pilihan lain kecuali dengan Syariah Islam. Apalagi jalan ini memang sudah terbukti ampuh menangani tindak pidana korupsi.

Selain yang disebutkan di atas Islam juga mempunyai langkah-langkah praktis lain. Seperti: sistem penggajian yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, keteladanan pemimpin dan seterusnya, di mana semua ini telah praktekan oleh Rasul SAW dan para khalifah selama berabad-abad.

Allah SWT berfirman: "maka putuskanlah perkara mereka di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu" (terjemahan QS Al Maaidah: 48).

Syariah Islam merupakan harga mati bagi umat Islam yang menjadi rahmat untuk seluruh alam. Mari kita perjuangkan. Wallohu a'lam bi ash-shawab.

Ali Mustofa
Gang Nusa Indah Cemani Grogol
Sukoharjo Surakarta
alie_jawi@yahoo.com
02719272791

'Checks and Balances' Bukan Cek dan Balas

umat, 16/10/2009 17:48 WIB
'Checks and Balances' Bukan Cek dan Balas

Reza Reynaldi - suaraPembaca
Jakarta - Dalam waktu dekat ini DPR akan melakukan legislatif review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Aturan itu dikeluarkan karena Presiden menilai bahwa terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa yang disebabkan karena tiga dari lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tersangka maupun terdakwa kasus pidana sehingga menyebabkan kekosongan dalam formasi pimpinan KPK yang tentunya akan mempengaruhi kegiatan pemberantasan korupsi di tanah air.

Jika kemudian DPR menyetujui penambahan 2 (dua) pasal dalam perpu perubahan UU KPK, tentang kekosongan pimpinan, kewenangan menunjuk plt (penunjukan pelaksana tugas) sementara, dan masa jabatan sementara, apakah sudah menjawab pokok permasalahan yang terjadi? Salah satu pendekatan yang dapat kita gunakan untuk pertanyaan tersebut adalah melihat substansi konflik antar lembaga-lembaga negara terkait.

Konflik ini bermula dari penyadapan yang dilakukan oleh KPK terhadap Kabareskrim. Menurut KPK bahwa nomor ponsel Kabareskrim tidak sengaja masuk ke dalam penyadapan terhadap sejumlah nomor terkait dugaan kasus suap dalam penanganan kasus Bank Century.

Konflik ini kemudian diistilahkan oleh Kabareskrim dengan sebutan "Cicak Lawan Buaya" atau yang oleh Jaksa Agung disebut "Godzilla Lawan Cicak". Penganalogian tersebut menunjukkan bahwa seolah-olah posisi KPK berbeda tingkat dengan lembaga Kepolisian dan Kejaksaan.

Jika kita melihat staat fundamental norm kita kewenangan Kepolisian diatur dalam pasal 30 ayat 2,4, dan 5 UUD 1945 yang kemudian diperinci lebih lanjut dengan undang-undang tersendiri. Sedangkan KPK maupun Kejaksaan Agung tidak dikenal dalam konstitusi kita. Namun "hanya" termasuk dalam "badan-badan lain" menurut pasal 24 ayat 3 UUD 1945.

Apa yang harus dipahami dengan baik adalah bahwa ketiadaannya suatu nama KPK maupun Kejaksaan Agung dalam Undang-undang Dasar kita bukan lantas membuat posisinya berbeda tingkatan dengan lembaga Kepolisian. Hal ini didasarkan atas fungsi Kepolisian adalah merupakan fungsi eksekutif sehingga tidak dapat disejajarkan dengan lembaga "tinggi" negara seperti Presiden (dan Wakil Presiden), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

Selain itu KPK dan Kejaksaan Agung melalui "badan-badan lain" berdasarkan pasal 24 ayat 3 tersebut harus ditafsirkan memiliki, meminjam kata dari Jimly Assiddiqie, constitusional importance yang sama dengan Kepolisian. Kondisi ini membuat Kepolisian "terpaksa" ditempatkan sederajat dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang fungsi dan pembentukkannya didasarkan dengan undang-undang. Dalam hal ini KPK dan Kejaksaan Agung.

Seolah tidak cukup sampai di situ. Sifat pembedaan hirarki oleh Kepolisian dan Kejaksaan ini kemudian bertransformasi menjadi sikap yang cenderung menjatuhkan KPK. Hal ini dapat terlihat dari sikap Kepolisian yang menjadikan dua pimpinan KPK tersebut sebagai tersangka berdasarkan testimoni maupun kesaksian Antazari Azhar. Walaupun yang bersangkutan telah membantah hal demikian. Dan bahkan, mantan ketua KPK tersebut mengatakan bahwa testimoni demikian merupakan "permintaan" pihak Kepolisian kepadanya.

Sikap untuk menjatukan sesama lembaga negara yang sama tingkatannya, oleh oknum tertentu dalam pihak Kepolisian maupun Kejaksaan, merupakan sikap yang tidak mencerminkan prinsip check and balance antara sesama lembaga negara dan lebih kepada "cek dan balas".

Prinsip check and balance sendiri merupakan perpanjangan tangan dari prinsip separation of power yang dipopulerkan oleh Montesquieu. Menurut dia, terdapat dua sifat manusia dalam hubungannya dengan kekuasaan. Pertama, bahwa orang akan senang akan kekuasaan apabila kekuasaan itu dipergunakan atau diperuntukkan bagi kepentingan dirinya sendiri maupun golongannya. Kedua, adalah ketika orang memiliki kekuasaan, ia senantiasa mempertahankan dan bahkan berkeinginan meluaskan serta memperbesar kekuasaannya.

Maka kemudian sarjana asal Perancis tersebut mengemukakan cara untuk mengusahakan suatu tatanan atau tata tertib negara untuk mencegah adanya suatu pemerintahan maupun lembaga negara yang kekuasaannya bersifat absolut melalui pemisahan mau pun pembagian kekuasaan agar kekuasaan negara, yang didapatkannya melalui kontrak sosial masyarakatnya, terbagi kedalam lembaga-lembaga negara demi mencegah adanya satu lembaga yang memegang kekuasaan yang superior dibandingkan lembaga negara lainnya.

Padahal jika kita merunut lebih jauh lagi pemikiran Montesquieu ini, sebagaimana halnya para pemikir zaman enlightenment lainnya, merupakan reaksi dari konstelasi politik kenegaraan zaman abad pertengahan di mana suatu golongan masyarakat menganggap diri mereka begitu istimewa dan berbeda dengan yang lainnya dan kemudian menyerahkan kekuasaan negara baik kepada raja dari golongan mereka atau pemimpin agamanya yang bersifat absolut.

Sifat istimewa atau pun superioritas yang kemudian bertransformasi menjadi sikap untuk menjatukan sesama lembaga negara pemegang kekuasaan yang sama tingkatannya. Seperti yang ditunjukkan baik Kepolisian maupun Kejaksaan merupakan sikap arogansi yang mencederai arti sesungguhnya dari separation of power lembaga-lembaga negara.

Sifat tersebut tidak akan hilang dengan disetujuinya perpu perubahan UU KPK yang disertai Keppres pengangkatan pimpinan KPK oleh DPR periode baru. Tidak ada jaminan bahwa plt sementara pimpinan KPK tidak akan diperlakukan sama seperti para pendahulunya ketika melakukan penyidikan di dua lembaga tersebut dalam rangka melakukan check and balance.

Tanpa kontemplasi diri dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan maka prinsip separation of power tidak akan mencapai puncaknya sebagaimana yang dimaksud oleh Montesquieu. Paling tidak dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.

Reza Reynaldi
reynaldirez@hotmail.com

Penulis adalah praktisi hukum di Sheila Salomo Law Office.

Gamawan Fauzi Calon Menteri Dalam Negeri : "Tutup Pintu bagi Pejabat Korupsi"


Minggu, 16 Des 2007,

Tutup Pintu bagi Pejabat Korupsi
Sederhana, bersahabat, dan murah senyum. Itulah kesan yang langsung tertangkap saat berbincang dengan Gamawan Fauzi, gubernur Sumatera Barat (Sumbar). Dia adalah gubernur yang dipilih langsung rakyat Ranah Minang pada Juni 2005.

Mantan bupati Solok dua periode itu dinilai berhasil menata sistem birokrasi bagi terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih di Solok. Gamawan berhasil menekan kerugian daerah akibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkaran birokrasi pemerintahan semasa menjabat bupati. Resep tersebut juga dia terapkan dalam menakhodai Sumbar.

Berkat sikap konsisten untuk “berjalan lurus” itu, lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, tersebut meraih Anugerah Bung Hatta Award (2004), Tiga Pilar Award (2005), dan dua penghargaan Pelopor Pelayanan Prima. Lantas, seberapa pelik sebenarnya masalah di lingkungan birokrasi dan kenapa pejabat maupun kepala daerah tergoda melakukan tindakan korupsi? Bagaimana pula penilaiannya terhadap proses penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia tiga tahun terakhir?

Berikut wawancara wartawan Padang Ekspres (Grup Jawa Pos) Heri Sugiarto di sela-sela penutupan Musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Sumbar di Pangerans Beach Hotel Padang, Selasa (27/11).

Bagaimana langkah Anda dalam memberantas korupsi di lingkungan birokrasi, yang selama ini dinilai berhasil dan dijadikan rujukan banyak daerah di Indonesia?

Kalau saya paparkan semuanya, tentu tidak cukup satu halaman koran Anda…he..he… Begini, saat pertama jadi bupati Solok, saya melihat masyarakat sangat sulit berurusan dengan birokrasi. Salah satu contohnya dalam pengurusan izin. Ketiadaan standar waktu, biaya, dan persyaratan baku membuat pelayanan birokrasi lamban dan penuh ketidakpastian.

Apalagi, saat itu mental pejabat birokrasi seperti damang (tuan) di zaman Belanda. Berlaku seenak perutnya saja. Mereka menempatkan diri sebagai orang yang minta dilayani, bukan sebagai pihak yang wajib dan bertanggung jawab untuk melayani.

Meja atau kantor tempat masyarakat mengurus satu izin sangat banyak dan letaknya berjauhan. Setiap mengurus ke kantor itu, masyarakat harus mengeluarkan uang. Mulai ongkos kendaraan sampai uang untuk menyogok aparat birokrasi agar cepat selesai. Uang siluman pun berseliweran.

Nah, pola seperti itu tentu membuat cost yang harus dikeluarkan masyarakat menjadi besar, memakan waktu lama, dan membuka celah terjadinya korupsi serta kolusi. Mental aparat birokrasi kita pun menjadi bobrok.

Bagaimana Anda mengatasinya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sehingga sistem berjalan?

Wah, cukup lama. Apalagi sampai dua tahun pertama pemerintahan, saya harus menyelesaikan dulu riak-riak politik pasca terpilihnya saya menjadi bupati. Setelah memasuki tahun ketiga kepemimpinan saya, sistem yang saya buat dan terapkan baru bisa berjalan. Itu pun belum sempurna 100 persen dan masih membutuhkan pengawasan.

Sistem yang saya buat juga didasarkan pada keyakinan bahwa saya bersama semua aparat pemerintahan digaji untuk melayani rakyat. Dengan demikian, sistem birokrasi yang buruk itu saya ubah. Saya ciptakan pelayanan satu pintu. Lengkap dengan daftar izin, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin, juga standar biaya.

Lalu, saya berpikir, kalau begitu, pelayanan itu masih mengharuskan orang datang dan melakukan kontak langsung dengan aparat birokrasi. Maka, saya jalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia dengan menerapkan layanan satu pintu plus. Jadi, masyarakat juga bisa mengurus izin dengan tanpa datang langsung ke kantor pemerintahan.

Selesai sampai di situ?

Belum. Setelah itu, saya minta seluruh pegawai untuk menandatangani Pakta Integritas (saat ini sudah diterapkan banyak daerah, departemen, dan perusahaan di Indonesia).

Aparatur pemerintahan daerah diminta berjanji akan bekerja dengan baik, konsekuen, konsisten, tidak menerima, serta tidak memberi barang atau uang yang terkait dengan bidang tugasnya. Untuk masyarakat, kami terus lakukan sosialisasi agar tidak membayar di luar standar biaya yang sudah ditetapkan dalam pengurusan perizinan dan segera melapor jika ada aparatur saya yang KKN.

Itu waktu di Solok. Memasuki setahun kepemimpinan saya menjadi gubernur, saya lakukan hal serupa dengan membuka kotak pos pengaduan 4477 di Kantor Gubernur. Hal itu bertujuan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi melapor apabila menemukan oknum aparatur saya yang KKN.

Bagaimana Anda mengetahui bahwa sistem itu berjalan atau tidak?

Kami lakukan pengawasan. Untuk hal satu itu, saya tidak mau dari internal pemerintahan saja karena saya yakin hasilnya bisa berat sebelah, “Asal Bapak Senang”. Saya lalu bekerja sama dengan lembaga teknis independen dari Jerman, yakni GTZ (Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit).

Hasilnya?

Alhamdulilah cukup baik. Sekitar 20 orang aparatur pemerintahan saya copot, turunkan pangkat dan jabatannya, serta di-nonjob-kan karena terbukti melakukan KKN dan perbuatan asusila. Yang KKN umumnya di sektor proyek pemerintah. Selain itu, seorang di antaranya ketahuan melakukan nepotisme dalam penerimaan tes calon pegawai negeri sipil.

Meski begitu, saya tidak bermusuhan sama mereka. Hingga sekarang, kami tetap berteman karena setelah itu mereka sadar bahwa hukuman yang mereka terima merupakan konsekuensi dari perbuatan mereka.

Dalam mewujudkan sistem itu, ada tidak hambatan yang dihadapi?

Ooo, tentu ada. Tapi, tidak terlalu berat. Terutama, datang dari orang-orang yang kepentingannya terganggu dengan kebijakan tegas yang saya berlakukan dalam rangka pembenahan birokrasi dan pemberantasan korupsi itu. Gangguan datang dari dalam dan luar pemerintahan.

Dari luar, misalnya, sebagian pengusaha yang sebelumnya bisa bermain mata dengan pejabat untuk memperoleh proyek sekarang tidak bisa lagi. Semuanya harus terbuka. Kecewa, mereka lalu melemparkan isu macam-macam, mulai penilaian sok bersih sampai ada juga yang bilang tidak pro ke swasta.

Kalau dari dalam, itu lain lagi. Seluruh pejabat yang dulu pendapatannya besar sekarang turun dratis. Sebab, honor-honor proyek yang mereka terima itu saya hapus dan digantikan jadi tunjangan daerah. Dampaknya, terjadi peningkatan pendapatan semua pegawai di lingkungan pemerintahan. Tidak terima dengan kebijakan itu, mereka kurang bergairah merealisasikan program-program kerja pemerintah. Tapi, kondisi tersebut tidak berlangsung lama.

Ngomong-ngomong, kenapa Anda tidak ikut-ikutan melakukan korupsi?

Ha…ha…, ini soal prinsip saja sebenarnya.

Kenapa begitu? Apa memang tidak ada godaan atau peluang melakukan itu?

Godaan tentu ada. Tapi, kembali ke prinsip tadi, saya lebih banyak mensyukuri saja berapa pun besarnya pendapatan yang menjadi hak dari jabatan saya di pemerintahan ini. Lebih dari itu, janganlah.

Apa kiat atau resep Anda untuk menghindari godaan melakukan korupsi?

Selain memegang teguh dan konsisten pada prinsip tadi, saya juga selalu memegang pesan orang tua. Kedua orang tua saya sejak saya kecil menekankan pentingnya hidup sederhana dan mengajak anak-anaknya untuk selalu melihat ke bawah. Dengan melihat ke bawah, kita jadi tahu bahwa masih banyak saudara-saudara yang lebih susah.

Tidak cemburu dengan kepala daerah lain, yang bahkan jabatannya setingkat bupati atau wali kota, tapi lebih mewah dan berduit daripada Anda?

Tidaklah. Saya tetap berpikir untuk senantiasa menjadikan jabatan saya sebagai ibadah. Itu saja.

Menurut penilaian Anda, kenapa banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi? Apakah ada hubungan dengan pengembalian cost yang mereka habiskan saat pilkada atau karena memang ada celah dalam aturan hukum kita untuk melakukan tindakan tercela itu?

Kedua-duanya. Sebab, walaupun sekarang sudah pemilihan langsung oleh rakyat, dana yang dihabiskan sejumlah kepala daerah -yang mengaku ke saya- rata-rata sangat besar. Ada gubernur yang habis Rp 10 miliar sampai Rp 100 miliar. Ada pula bupati yang mengaku habis Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar.

Nah, kalau sudah begitu, tentu saja gaji tiap bulan ditambah berbagai honor dan tunjangan tidak bisa menutupinya. Maka, cara-cara yang tidak benar, seperti korupsi, mungkin saja mereka lakukan.

Kalau menyiasati celah hukum, umumnya itu dilakukan dengan meminta ke bawahan. Bawahan yang ketakutan jabatannya terancam, mau tidak mau, harus mengikuti permintaan sang kepala daerah. Mereka terpaksa berbuat macam-macam. KKN anggaran proyek, misalnya, atau memberikan proyek kepada pengusaha tertentu.

Berapa modal Anda buat pilkada sehingga terpilih jadi gubernur?

Kalau boleh jujur, saya tidak punya uang sebanyak kepala daerah tadi. Dana yang dikeluarkan tim pilkada saya sekitar Rp 3,5 miliar. Uang itu berasal dari bantuan beberapa saudara saya sekitar Rp 1 miliar, lalu ditambah dana partai yang mengusung saya, PDIP dan PBB.

Dana dari masyarakat juga banyak, tapi berbentuk atribut untuk kampanye. Uang saya sendiri tidak ada karena tabungan saya selama dua periode menjadi bupati juga tidak banyak, hanya beberapa ratus juta. Hingga sekarang tidak jauh-jauh dari itu, sebagaimana laporan harta kekayaan yang selalu saya laporkan ke KPK.

Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, apa upaya Anda agar bawahan Anda tidak KKN?

Saya selalu tekankan kepada seluruh kepala dinas sampai ke tingkat Sekda dalam berbagai pertemuan agar jangan pernah melakukan itu (KKN). Saya pun menegaskan kepada mereka bahwa saya tidak akan pernah melindungi jika mereka berurusan dengan aparat penegak hukum.

Ada yang melanggar itu?

Ada dan beberapa sudah diproses aparat penegak hukum. Tapi, saya tutup pintu untuk membantu mereka.(*)

Penerima Bung Hatta Award 2004 "Sebuah Biografi Gamawan Fauzi"

Nama:
Gamawan Fauzi, SH, MM
Lahir:
9 November 1957
Agama:
Islam
Isteri:
Vita Nova (Menikah 12 Oktober 1984)
Anak:
Idola Prima Gita (19), mahasiswi di Padang
Gina Dwi Fachria (17), pelajar SMA
Gian Gufran (13), pelajar kelas III SMP negeri di Padang.
Ayah:
Haji Dahlan Saleh Datuak Bandaro (almarhum)
Ibu:
Hajjah Syofiah Amin (75),
Pendidikan:
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang tahun 1982
Karier:
Staf biasa di Kantor Direktorat Sosial Politik (Ditsospol) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat
= Sekretaris pribadi Gubernur Sumbar
= Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar
= Bupati Solok 1995-2000 dan 2000-2005
Sumber:
Kompas Minggu, 10 Oktober 2004
Pewawancara:
Ahmad Zulkani
Yurnaldi

Gamawan Fauzi Penerima Bung Hatta Award 2004
Gubernur Sumatera Barat penerima Bung Hatta Award 2004, saat menjabat Bupati Solok. Dia seorang pejabat yang konsisten menegakkan aturan dan tidak korupsi. Namun, dia sendiri merasa penghargaan itu sangat berat dan mungkin saja belum pantas. Lulusan FH Universitas Andalas Padang (1982) itu menapak karier mulai dari staf biasa di Kantor Ditsospol Pemprov Sumatera Barat.
Setelah sempat sebagai sekretaris pribadi Gubernur Sumbar, secara mengejutkan dalam usia 36 tahun ia dipercaya sebagai Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar. Dianggap mengejutkan karena pada era itu tak lazim, seorang staf dan pegawai negeri sipil (PNS) yang golongannya III C menjabat kepala biro yang biasanya posisi ini diisi pejabat bergolongan IV A atau III D senior.
Namun, baru satu setengah tahun sebagai kepala biro humas, pada 2 Agustus 1995 Gamawan Fauzi terpilih menjadi Bupati Solok. Komitmen dan konsistensinya dalam menegakkan aturan dan antikorupsi membuat ayah tiga putra-putri ini bisa mulus melewati eforia reformasi sehingga pada 20 Agustus 2000 secara demokratis terpilih kembali memangku jabatan Bupati Solok periode kedua.
"Jujur saya katakan, tak ada satu sen pun saya keluar uang untuk meraih jabatan kedua kali sebagai Bupati Solok. Silakan tanya anggota DPRD yang memilih saya. Sejak awal masa jabatan sampai era reformasi sekarang, alhamdulillah tak sekalipun saya didatangi para pengunjuk rasa, demonstran, atau orang-orang yang memprotes kebijakan saya," kata Gamawan.
Gamawan Fauzi yang menikah dengan Vita Nova, 12 Oktober 1984, dikaruniai tiga anak masing-masing Idola Prima Gita (19), mahasiswi di Padang; Gina Dwi Fachria (17), pelajar SMA; dan satu-satunya anak lelaki Gian Gufran (13), pelajar kelas III SMP negeri di Padang.
Ia mengaku sejak dari awal sudah mewanti-wanti dan mendidik untuk hidup sederhana, memakan dan menikmati apa yang menjadi hak dan yang halal.
"Istri saya itu anak seorang pejabat tinggi di Sumatera Barat. Ke mana-mana, misalnya kuliah, ia diantar mobil sendiri dengan sopir pribadi. Pokoknya, dia itu anak orang terpandang yang saat itu sudah hidup berkecukupan. Saya mungkin tergolong nekat karena sehari setelah menikah saya langsung boyong istri ke rumah kontrakan. Tidak itu saja, saya pun biasakan dia membonceng dengan sepeda motor ke mana-mana karena memang itu yang saya punya. Tetapi, akhirnya semua jadi terbiasa sampai sekarang," kata Gamawan.
Tiga anaknya juga dibentuk seperti itu. Dari awal, ia sudah ingatkan bahwa jabatan bupati yang diembannya hanya titipan sementara. Kapan pun, ini akan berakhir.
"Ternyata anak-anak saya juga merasa biasa-biasa saja. Biar Bapaknya jadi bupati, dapat penghargaan dan lainnya, hidup dan keseharian mereka tidak ada beda dengan anak-anak yang lain. Jajannya di sekolah tak beda dengan anak temannya. Sama kok, lihat saja Idola Prima Gita, jajannya Rp 6.000 sehari, Gina Dwi Fachria dapat sangu Rp 5.000 sehari, dan si bungsu Gian Gufran Rp 3.000 per hari".
Begitu pula kekuarga yang lain. Orangtuanya, ayah Haji Dahlan Saleh Datuak Bandaro (almarhum) dan ibu Hajjah Syofiah Amin (75), selama ini selalu berperan sebagai "pengawas" atau “inspektur" yang paling tegas. Karena ayahnya sudah meninggal, ibunya mengambil alih peran "inspektorat" tersebut, tetap mengawasi dan mengingatkan agar selalu ingat Tuhan, peduli dengan sesama, serta tidak bertindak dan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat.
Ketika ia terpilih untuk kedua kali jadi Bupati Solok tahun 2000 dan juga waktu mendapat penghargaan Bung Hatta Award, ibunya mengingatkan agar sujud syukur. Berdoa agar selalu dilindungi Allah, juga tidak sombong dan takabur serta hanya memakan rezeki yang halal, bukan hidup dengan mengambil hak orang lain. Ibunya selalu mengingatkan ini.
Sampai kini ia hanya punya satu mobil pribadi, jenis sedan keluaran tahun 1995. Mobil ini pun bukan beli baru, tetapi hasil lelang mobil dinas Pemkab Solok yang di-dump dengan persetujuan DPRD. "Saya tidak punya yang lain. Silakan cek ke siapa saja, termasuk ke pejabat Pemkab Solok dan DPRD," katanya.
Terus terang, soal kendaraan ini ia tetap merasa bukanlah pejabat yang betul-betul sudah menjalankan aturan dengan benar, termasuk setelah menerima Bung Hatta Award yang lalu. "Buktinya, kalau ke kondangan atau berkunjung ke tempat keluarga, saya masih memakai mobil dinas. Padahal, itu kan sebetulnya urusan pribadi bukan dinas sebagai bupati. Jadi, kalau saya dikatakan bupati yang taat aturan, jujur atau apa pun namanya, saya rasa tidak juga. Lihat saja soal pemakaian kendaraan dinas tadi," ujarnya.
Hingga sekarang dia hanya punya satu rumah di kompleks perumahan pemda di Padang. Rumah ini dibeli jauh sebelum jadi Bupati Solok, yaitu ketika masih sebagai staf di kantor gubernur. Rumah ini dulunya juga kredit.
"Nah, tentang rumah ini, saya sekarang jadi bingung. Kondisinya sama sekali tidak bisa ditempati karena sudah bocor dan rusak. Sebetulnya, saya mau merehab dengan uang tabungan yang saya punya sekitar Rp 200 juta. Uang ini berasal dari tunjangan jabatan saya sebagai bupati yang ditabung setiap bulan sejak bulan-bulan pertama jadi bupati," katanya.
Lebih lanjut soal rumah yang bocor dan rusak berat itu, ia bilang, kalau saya perbaiki dengan uang tabungan tersebut sebetulnya boleh-boleh saja. Tetapi, ia berpikir jangan-jangan ada orang yang sirik dan merasa tidak enak hati. Karena itu, rumah pribadinya ini sampai sekarang masih dibiarkan rusak.
Tetapi resikonya, kalau ia sedang tidak berdinas dan berlibur dengan keluarga di Padang, terpaksa menumpang di rumah saudara. Kebingungannya pun makin memuncak karena beberapa bulan lagi jabatan bupati berakhir dan harus ke luar dari rumah dinas, kembali ke rumah pribadi. "Lha, saya jadi bingung sekarang nanti sekeluarga mau numpang tidur di mana?" ujarnya.
Ketika berbincang dengan Kompas di Padang, Jumat (8/10/2004) malam, lelaki kelahiran 9 November 2004 itu tampil santai, jauh dari kesan birokrat. Menggunakan kemeja lengan pendek dan bersepatu tanpa kaus kaki, Gamawan tampak bersemangat ketika pembicaraan lebih difokuskan pada berbagai persoalan besar di negara ini.
Mulai dari soal penanganan korupsi yang sepertinya dianggap sebagai hal yang biasa di negeri ini, perbincangan pun berlanjut pada soal penegakan aturan dan hukum, perilaku para pejabat, disiplin pegawai, kinerja aparat, soal gaji pegawai yang pas-pasan, hingga pro-kontra tudingan bupati yang sok bersih dan munafik terutama pada bulan-bulan pertama ia mengeluarkan aturan dan kebijakan melawan arus di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok.
Anda memulai dari mana dan sejak kapan?
Sejak tahun 1995 saya sudah punya komitmen untuk menginginkan sistem pemerintahan yang lebih baik. Saya memulai dengan membuat aturan: kontraktor tak boleh bertemu saya. Karena sebelumnya kedatangan kontraktor untuk minta proyek dan mengiming-imingi uang. Saya tegaskan agar mereka mengikuti prosedur. Jangan coba- coba beri saya uang. Kalau prosedur yang jadi penghalang, saya akan benahi bagaimana agar pengusaha terlindungi. Perbaikan sistem harus dibarengi dengan komitmen.
Kedua, saya membenahi soal perizinan. Biasanya, masing-masing bidang mengeluarkan izin sendiri dan sulit menghindari terjadinya "beri memberi". Ini saya pangkas. Saya buat sistem pelayanan satu pintu plus. Tarif perizinan dicantumkan secara terbuka dan kapan harus selesai. Untuk mengurus izin masyarakat pun diberi kemudahan, melalui pos. Jadi, masyarakat tak perlu datang dan mengeluarkan uang yang banyak, hanya membayar Rp 2.000 biaya pos. Kerja sama dengan pihak Pos dan Giro Oktober 1998. Tahun 2001 pelayanan satu pintu plus ini dapat penghargaan nasional, Citra Pelayanan Prima, yang diserahkan Presiden.
Ketiga, soal proyek. Soal proyek tak perlu harus sampai ke bupati, cukup sampai di tingkat pimpinan proyek (pimpro). Pimpro yang melaporkan dan bertanggung jawab. Soal keuangan, tidak bayar cash, tetapi melalui giro. Ini secara psikologis mengurangi pemberian, apalagi kita selalu gaungkan tidak boleh memberi dan menerima.
Keempat, tahun 2003 kita lanjutkan dengan integrity pact, kesepakatan kejujuran dalam menjalankan roda pemerintahan. Sekaligus kesepakatan untuk tidak memberi dan menerima yang bersifat ilegal, dan panggilan hati nurani untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kesepakatan untuk membangun harkat dan martabat serta kejujuran aparatur. Ini saya lakukan sepulang saya dari Korea setelah diundang untuk Kongres Antikorupsi.
Lalu, saya buat kebijakan meniadakan honor dan membuat tunjangan daerah. Karena selama ini berkembang ungkapan "meja mata air" dan "meja air mata", pekerjaan yang bergelimang honor dan kering dengan honor. Padahal, yang mereka kerjakan adalah pekerjaan fungsional mereka, tugas pokoknya. Tahun 2004 berhasil dikumpulkan uang honor itu sebesar Rp 14,5 miliar.


Sebanyak 5.000 guru dari 6.200 pegawai negeri sipil di Kabupaten Solok selama ini tak pernah menikmati bagian honor yang mencapai Rp 14,5 miliar itu karena jarang dilibatkan dalam berbagai kepanitiaan. Ukuran besaran honor seseorang pun tak ada aturannya. Ini jelas tidak adil. Bagi instansi yang banyak proyek akan banyak mendapat honor sehingga ini tidak profesional karena banyak panitia yang tidak bekerja. Ini terjadi di seluruh Indonesia dan seluruh instansi. Dengan kebijakan tunjangan daerah, yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh pegawai, semua pegawai dapat bagian dan itu lebih besar pula dari tunjangan struktural. Misalnya, sekda itu eselon dua, tunjangan struktural dari negara diatur bahwa ia dapat Rp 2,5 juta per bulan. Resmi, di mana pun di Indonesia. Tetapi, dari tunjangan daerah sekda dapat Rp 3,5 juta sehingga ia terima Rp 6 juta per bulan tambah gaji pokok Rp 1,5 juta. Ini sudah cukup untuk tidak melakukan korupsi sebab semua fasilitas ditanggung negara, mulai dari mobil dinas, rumah dinas, listrik, telepon, dan minyak mobil. Tunjangan daerah paling kecil saya berikan Rp 150.000 per bulan.
Kita sekarang berpikiran berapa gaji yang layak itu sehingga jangan ada macam-macam lagi. Jika masih ada uang pemda, misalnya, honor Rp 14,5 miliar itu akan saya cukupkan menjadi Rp 20 miliar sehingga saya bisa memberikan prioritas peningkatan kesejahteraan pada mereka yang level bawah, seperti guru-guru. Sebenarnya, menurut saya, gaji pegawai harus dirasionalkan.
Apakah gebrakan mendadak itu tidak berpengaruh terhadap kinerja staf?
Kinerja malah meningkat. Tunjangan daerah adalah untuk kehadiran 25 hari kerja. Kalau tidak datang satu hari, tunjangan daerah dipotong sebesar 4 persen, tak hadir dua hari 8 persen dipotong, tak hadir 3 hari dipotong 12 persen. Yang paling efektif harus dikaitkan dengan kinerja, harus ada standar kerja individual. Sekarang, rajin, malas, bodoh, dan pintar, gaji sama saja diterima. Standar kerja individual belum jalan. Pada suatu saat, saya yakin di pemerintahan hal seperti akan jalan sehingga motivasi PNS untuk bekerja sungguh-sungguh.
Pernah Anda ditawari uang selama masa jabatan?
O, sering. Silakan cek ke banyak orang, tahu mereka siapa yang pernah mendatangi saya dan berupaya hendak memberi saya uang. Ada pengusaha yang hendak memberi saya uang cash ratusan juta rupiah karena mendapat proyek. Selama ini, kata pengusaha itu, tak ada pejabat yang tak lewat.
Lantas menolaknya?
Saya minta maaf saja. Ada pula kepala dinas yang hendak memberi saya telepon genggam, malah saya umumkan ke khalayak. Dimuat koran lokal sehingga membuat yang lain menjadi kapok.
Agar penindakan efektif, setiap pejabat atau staf yang melanggar selalu diumumkan ke publik. Hingga kini, ia mengakui sudah memecat 10 stafnya karena terbukti melakukan pelanggaran berat. Di samping itu, ada 68 orang yang di-"non-job"-kan dan 23 orang lain diturunkan pangkatnya.
Siapa yang paling Anda kagumi?
Ada tiga sosok yang menjadi figur idola saya, yakni Nabi Muhammad, kedua orangtua, dan Bung Hatta.
Sebagai orang beragama Islam, saya kagum pribadi dan cara-cara nabi memimpin umat. Siapa pun tidak akan bisa menyamainya. Sebagai umatnya, kita bisa mencontoh dan meneladani. Begitu pula tentang kedua orangtua saya, ia taat beragama dan selalu mengingatkan bahwa kita ini hidup tetap akan mati. Dan, setelah mati nanti, apa yang kita kerjakan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Tentang Bung Hatta…, saya betul-betul sangat kagum dengan beliau. Ini bukan karena saya mendapat Bung Hatta Award, tetapi kekaguman ini sudah terpatri sejak saya masih remaja. Rasa kagum ini makin bertambah kental lagi setelah saya melahap hampir semua buku-buku yang ditulis Bung Hatta. Melalui buku-buku itu, saya temukan jati diri Bung Hatta. Ternyata ia seorang pemimpin yang bijak, sangat agamis, serta memiliki komitmen dan keberpihakan yang tegas terhadap rakyat.
Selama jadi bupati, apakah yang paling membanggakan Anda?
Ada tiga hal yang membuat saya bangga. Yakni, pertama hampir sepuluh tahun jadi bupati syukur alhamdulillah daerah Solok yang saya pimpin ternyata aman tenteram, tidak sekalipun ada bencana yang menimpa masyarakat dan daerah ini. Bagi saya, ini jadi pertanda bahwa apa yang saya kerjakan sangat diridai Allah.
Kedua, sejak awal masa jabatan bupati tahun 1995 sampai sekarang, alhamdulillah saya belum pernah sekali pun didatangi demonstran, pengunjuk rasa yang mempersoalkan kebijakan saya. Padahal, siapa pun tahu sejak reformasi sampai sekarang siapa pun bisa menggugat, memprotes, dan menghujat bupati atau pejabat.
Ketiga, yang membanggakan saya adalah selama menjadi bupati saya berhasil "memerdekakan" dua desa yang dihuni hampir 500-an jiwa. Dua desa ini, yaitu Desa Sariak Bayang dan Lubuak Tareh, sangat terisolasi dari luar. Tidak ada jalan akses dari dan ke desa itu ke kota kecamatan, kecuali jalan setapak yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki selama tiga hari tiga malam dan itu saya alami sendiri. Begitu saya temukan kenyataan itu ketika berkunjung kedua desa tersebut, saya sempat menangis melihat kenyataan bahwa ternyata ada warga saya yang hidupnya seperti suku terasing, jauh dari dunia luar.
Akhirnya saya putuskan, dua desa itu harus dipindahkan ke lokasi lain yang lebih subur dan gampang diakses. Karena sekitar 140 keluarga yang menghuni dua desa tersebut merupakan keluarga miskin, maka di permukiman baru mereka saya bangunkan rumah tinggal secara gratis. Jalan akses beraspal juga dibangun Pemkab Solok, di dua desa baru itu juga dibangunkan berbagai fasilitas umum, ada pasar, penerangan listrik ke rumah-rumah, tempat ibadah, sekolah, air bersih, tempat pelayanan kesehatan, dan lahan usaha pertanian untuk menopang hidup warga di sana.
Adakah sesuatu cobaan hidup yang Anda rasakan selama jadi bupati?
Oh… ada, cobaan hidup yang paling berat adalah ketika saya sempat "hilang" selama lima hari di hutan belantara ketika napak tilas perjuangan dari Lubuak Minturun (Kota Padang) hingga ke Paninggahan (Kabupaten Solok) tahun 1999. Nyasar di hutan ini saya anggap sebagai cobaan hidup karena bersama saya ada 116 orang lainnya. Mereka ada yang pelajar, mahasiswa, polisi, dan juga pejabat kabupaten.
Jangankan Tim SAR yang mencari menggunakan helikopter, saya di hutan yang tersesat ketika itu pun betul-betul cemas dan sangat tertekan. Bayangkan, kalau ada di antara peserta napak tilas yang meninggal, wah… saya sudah pasti disalahkan dan dimintai tanggung jawab. Tetapi, bersyukur karena saya dan rombongan ditemukan tim pencari. Inilah cobaan paling berat selama jadi Bupati Solok, yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidup saya".
Setelah jadi bupati, obsesi dan target ke depan?
Saya akan jalani hidup ini seperti air mengalir. Tidak ada target saya, habis ini harus menjadi ini, jadi itu dan lainnya. Tetapi, itu bukan berarti saya apatis atau pesimistis. Ya..., apa adanya lah…. ►e-ti *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)