Sabtu, 04 Juli 2009

SENGKETA PERAIRAN AMBALAT, INILAH.COM

06/06/2009 - 15:27
Ambalat Warning Bagi Indonesia
INILAH.COM, Kupang - Sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Blok Ambalat merupakan peringatan bagi wilayah perbatasan lainnya di Indonesia. Setelah Sipadan dan Ligitan, sekarang Ambalat. Selanjutnya?
"Pemerintah jangan menyepelehkan persoalan di Ambalat dengan berdalil sedang ada perundingan atau diplomasi, karena akan berdampak pada wilayah perbatasan lain di Indonesia," kata Ketua Komisi A DPRD NTT, Cyrilus Bau Engo di Kupang, Sabtu (6/6).
Dalam konteks wilayah perbatasan, kata dia, posisi NTT juga cukup rawan. Sebab sejumlah pulau terluarnya juga berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia, yang tidak tertutup kemungkinan diklaim sebagai bagian dari teritori mereka.
Ia mencontohkan Pulau Pasir (ashmore reef) yang merupakan ladang kehidupan para nelayan tradisional Indonesia. Pulau ity jatuh ke tangan Australia, karena lemahnya diplomasi Indonesia dalam mengklaim wilayah teritorinya.
Selain itu, Pulau Batek yang terletak di wilayah Amfoang Utara, Kabupaten Kupang yang berbatasan langsung dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse. Pulau itu juga sempat diklaim oleh Timor Leste sebagai teritorinya, karena jaraknya cukup dekat dengan Oecusse.
Gugusan pulau kecil itu, sedang dalam pengamanan aparat TNI dari Yonif 744/Satya Yudha Bhakti, pasukan organik milik Korem 161/Wirasakti Kupang.
Pengamanan yang sama, juga dilakukan TNI atas Pulau Mangudu di Sumba Timur serta Pulau Dana Rote di Kabupaten Rote Ndao yang sempat dikelola menjadi pulau wisata oleh pengusaha pariwisata dari Australiaa.
"Kita jangan sampai terlena dengan Ambalat dan mencurahkan perhatian untuk pemilu presiden dengan menebar pesona dimana-mana, sementara musuh sedang merongrong keutuhan NKRI," ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD NTT ini, mengatakan, sekecil apapun persoalan wilayah perbatasan, apakah itu laut, darat maupun udara, akan berdampak untuk wilayah lainnya di Indonesia, seperti NTT, Kalimantan, dan Papua.
Sekretaris DPD I Partai Golkar NTT ini juga mengakui bahwa diplomasi Indonesia di dunia internasional lemah sehingga dipandang enteng oleh bangsa-bangsa lain. Seperti dalam kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia.
"Bayangkan, sudah 23 kali perundingan dilakukan oleh kedua negara terkait dengan Blok Ambalat, tetapi Malaysia terus saja melancarkan provokasi atas wilayah itu dengan melintasi kapal-kapal perangnya di wilayah perairan kita," cetusnya
"Apakah kita hanya urus menghalau kapal-kapal perang Malaysia? Sampai kapan kita harus bersabar? Memang, perang bukan jalan terbaik dalam menyudahi sebuah sengketa antarnegara. Yang kita butuh di sini adalah tindakan nyata dari pemerintah," pungkasnya. [*/ana]
09/06/09 05:03
Agung: Ambalat 1000% Milik Indonesia
Windi Widia Ningsih
INILAH.COM, Jakarta - Persengketaan Indonesia dan Malaysia terkait Ambatal semakin meruncing. Walaupun meruncing Indonesia tetap meyakini Ambalat 1000% milik Indonesia.
"Ambalat milik Indonesia 1000 % milik Indonesia. Nggak bisa diganggu gugat," kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/6).
Jadi, tutur Agung, Malaysia jangan memprovokasi terus-menerus. Jika Malaysia tetap membandel dan terus melakukan provokasi, menurut dia, wajar kalau diberikan tindakan tegas. "Saya kira perlu dilakukan tindakan tegas," cetusnya.
Agung mengatakan agar pengakuan kepulauan antara Indonesia dengan Malaysia harus dinyatakan secara tegas. Bukan hanya kepulauan tapi tapal batas kedua negara yang serumpun tersebut.
Jika Malaysia masih tetap memprovokasi Indonesia, disarankan Agung, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pembatasan semua aktivitas Malaysia di Indonesia. "Ya salah satu cara boleh-boleh saja," tandas Agung tanpa menjelaskan bentuk pembatasannya seperti apa. [win/jib]
Politik
28/10/2008 - 02:23
'Politik Malaysia Picu Kasus Ambalat'
Yusron Ihza Mahendra menduga(Inilah.com/Abdul Rauf)
INILAH.COM, Tokyo - Kasus perbatasan blok Ambalat masih dalam proses perundingan antara Indonesia dan Malaysia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Yusron Ihza Mahendra menduga, mencuatnya kasus Ambalat dikhawatirkan sebagai dampak dari ketegangan politik yang terjadi di negara tetangga itu.
"Terbuka kemungkinan ada pihak-pihak tertentu di Malaysia yang tidak sepaham dengan keinginan Jakarta dan Kuala Lumpur untuk menyelesaikan persoalannya secara damai dan bilateral saja," kata Yusron Ihza Mahendra di Tokyo, Jepang Senin (27/10) malam.
Menurut Yusron, dirinya sudah menerima laporan dari Departemen Pertahanan dan Mabes TNI mengenai terjadinya peningkatan aktivitas dari pihak Malaysia di Pulau Ambalat. Namun ia tidak merinci lebih jauh apakah aktivitas militer Malaysia masih tetap berlanjut hingga saat ini.
"Itu sebabnya Jakarta perlu meminta konfirmasi resmi dan terbuka dari Malaysia dengan mengirim utusan khusus ke Kuala Lumpur untuk membahas soal Ambalat," kata politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Dengan meminta konfirmasi resmi, maka bisa diketahui pandangan Malaysia mengenai batas-batas wilayah yang diinginkannya. Apakah insiden yang sempat terjadi di perairan Ambalat beberapa waktu lalu merupakan kebijakan resmi Kuala Lumpur atau akibat ulah segelintir tentara yang tidak setuju dengan kesepakatan damai tersebut.
"Jangan-jangan hanya segelintir ulah tentara yang stress dan terdorong kesuksesan dalam peristiwa Sipadan dan Ligitan, lantas mencari gara-gara dengan Indonesia," kata Yusron yang juga adik mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra.
DPR, lanjut Yusron saat ini sedang membahas UU yang mengatur batas wilayah nasional Indonesia, termasuk pulau-pulau terluar, sehingga status wilayah Indonesia juga semakin jelas.
Yusron datang ke Tokyo bersama sejumlah anggota DPR lainnya dari berbagai komisi dan partai politik. Selama di Jepang mereka akan melakukan lobi ke kalangan parlemen Jepang dan juga pejabat pemerintahan.[*/nng]
03/06/09 15:59
Sikapi Ambalat, SBY-JK 'Perang'
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta � Ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia kembali mencuat. Kasus Manohara hanyalah bagian kecil. Namun soal Ambalat jauh lebih provokatif. Sayangnya, SBY-JK selaku pimpinan tak satu suara. Mereka justru saling sindir. Cari muka menjelang Pilpres 2009?
Provokasi Malaysia di wilayah perbatasan Blok Ambalat memang luar biasa. Setidaknya tiga kapal perang Malaysia dan helikopter masuk ke wilayah Indonesia bulan lalu. Ini bukan yang pertama terjadi. Pada tahun 2005, kapal perang Malaysia juga masuk wilayah Indonesia. Pemicu utamanya adalah persoalan minyak. Setelah Sipadan dan Ligitan dicaplok Malaysia pada 2002, kini sepertinya Ambalat menjadi incaran.
Di atas semua itu, kasus Ambalat semakin menarik jika dikaitkan engan suasana politik tanah air yang memang sudah menghangat sebulan lalu. Ini terkait dengan Pemilu Presiden 8 Juli. Apalagi, Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saling berkompetisi untuk merebutkan kursi RI-1. Jadi, tak heran bila keduanya seperti kejar-kejaran soal statemen politik, terutama dalam menyikapi isu aktual. Tak terkecuali soal Ambalat.
Komentar JK tentang Ambalat cukup tegas. Ia menegaskan jika Malaysia sengaja melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia, maka TNI agar tidak ragu-ragu dalam melakukan tindakan. "Itu akan ditindak tegas kalau memang ada pelanggaran. Kita akan tindak tegas," kata JK seusai peringatan hari lahir Pancasila di TMII, Jakarta, awal pekan ini.
Ketika ditanya apakah Indoensia siap berperang? JK menegaskan, jika Indonesia sudah terganggu, dengan siapa saja RI bisa berperang. "Kita negara, sudah terganggu. Dengan siapa saja kita bisa perang. Kalau pemerintah Malaysia dengan kita cukup baik, kita lihat nanti pelanggaran yang terjadi," jawab JK. Menurut dia, dirinya akan mengecek ke TNI sejauh mana pelanggaran yang terjadi.
Pernyataan JK yang tegas soal Ambalat sepertinya didengar oleh Presiden SBY yang tengah melakukan lawatan ke Korea Selatan. Terkait dengan kondisi mutakhir Ambalat, SBY tak sependapat dengan Wapres JK. Bahkan SBY menanggapi pernyataan JK.
Menurut SBY, dalam menegakkan kedaulatan, RI tidak harus mengobarkan peperangan. Terlebih, Indonesia dan Malaysia adalah anggota ASEAN yang hubungannya diatur dalam Piagam ASEAN.
"Ada diplomasi, ada penyelesaian secara damai. Jadi jangan hanya beretorika supaya dianggap pemimpin yang berani, terus mengobarkan perang di mana-mana," kata Presiden sebelum meninggalkan Jeju, Korsel, Selasa (2/6). Pernyataan SBY seolah menyindir pernyataan JK sebelumnya yang menyerukan perang.
Menurut SBY, Ambalat jelas milik Indonesia. Apa yang diklaim oleh Malaysia, sambung SBY, tidak bisa diterima karena Indonesia yakin itu wilayah Indonesia. "Sejengkal daratan ataupun wilayah laut, kalau itu wilayah Indonesia, harus kita pertahankan. Tidak ada kompromi dan toleransi karena itu harga mati," tegas Presiden SBY.
SBY menjelaskan, persoalan batas wilayah di Ambalat sudah terus dibicarakan antara kedua negara. Dan pemerintah Indonesia sudah mendorong segera dilanjutkan secara intensif perundingan mengenai batas wilayah di sekitar Ambalat.
"Jadi saya tegaskan sekali lagi kepada seluruh rakyat, bahwa posisi kita jelas yang diklaim itu adalah wilayah Indonesia dan kita tidak bisa menerima dan wilayah itu kita jaga. Kita lanjutkan negosiasi," terangnya.
Pengamat komunikasi politik UGM Wisnu Martha Adiputra menilai kasus Ambalat menjadi sasaran para capres dalam menarik simpati publik. Menurut dia, isu perbatasan menjadi isu sensitif yang juga bisa dimanfaatkan untuk mendulang simpati bagi kepentingan nasional.
"Isu Ambalat akan dijadikan isu kampanye para capres bebarengan dengan isu Manohara," katanya, Selasa (2/6). [P1]
Politik
26/06/2009 - 21:47
Menlu: Ambalat Bukan Hal yang Mudah
INILAH.COM, Surabaya - Sengketa blok Ambalat masih terus berlanjut. Upaya penyelesaiannya pun belum mencapai kata sepakat hingga kini.
Menurut Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda menjelaskan sengketa Ambalat bukan hal yang mudah. Hasan dalam kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jumat (26/6) mengatakan kasus Ambalat tidak bisa diselesaikan dalam hitungan hari atau hitungan bulan saja.
"Penyelesaian bisa tahunan bahkan puluhan tahun. Menlu juga menyayangkan masih banyaknya kesalahpahaman mengenai Ambalat. Banyak kalangan yang masih mengira Blok Ambalat adalah kepulauan, bukan laut," katanya.
"Pernah ada seorang anggota dewan yang menyarankan agar saya mentransmigrasikan ratusan penduduk ke Ambalat agar bisa menduduki kawasan Ambalat. Lalu saya jawab, kalau sampai saya transmigrasikan penduduk kesana, pemerintah bisa diseret ke Mahkamah Internasional. Sebab Ambalat itu kan laut, bukan pulau. Apa jadinya kalau dibuat
transmigrasi?" ungkapnya sambil tertawa.
Menlu membandingkan dengan kasus sengketa RI dan Vietnam. Kasus tersebut adalah sengketa Batas Landas Kontinen (BLK) di perairan antara Pulau Kalimantan dengan Vietnam di daratan Asia Tenggara.
Meskipun sudah lebih dari 30 kali perundingan formal dan informal diselenggarakan, kedua pihak masih bertahan dengan posisi hukum masing-masing atas Laut Cina Selatan itu.
Total waktu untuk penyelesaian RI-Vietnam ini membutuhkan waktu setidaknya 32 tahun. Beda Vietnam berbeda pula dengan Singapura. Kasus sengketa Indonesia-Singapura baru bisa diselesaikan dalam waktu lima tahun.
Hasan juga mengungkapkan mengenai kisah sejarah sengketa yang pernah dialami oleh Indonesia. Yang menarik ketika menyampaikan mengenai kasus Sipadan-Ligitan, Menlu mengatakan Sipadan Ligitan secara yuridis sebenarnya memang bukan milik Indonesia, namun juga bukan milik Malaysia.
"Jika kita lihat di peta wilayah Indonesia baseline NKRI UU No 4/PrP/1960, Sipadan Ligitan ini bukan milik Indonesia karena di luar batas teritorial laut Indonesia, tapi juga bukan milik Malaysia. Ibaratnya orang main kelereng, Sipadan Ligitan ini adalah kelereng temuan dan diperebutkan," jelas lulusan doktor Virginia School of Law, Charlottesville, Amerika Serikat itu.
Kasus sengketa wilayah memang lazim dialami oleh negara yang berbatasan dengan banyak negara seperti Indonesia. Kalau dilihat dari sisi wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Sedangkan wilayah daratnya, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste.
Sebuah negara pantai seperti Indonesia menurut hukum Laut Internasional berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif, ZEE (200 mil laut) dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih). Lebar masing-masing zona ini diukur dari referensi yang disebut dengan garis pangkal.
Pada laut teritorial, Indonesia berhak atas kedaulatan penuh. Sedangkan di luar zona itu berlaku hak berdaulat. Ambalat ini berada di kawasan hak berdaulat. Dalam kawasan hak berdaulat ini suatu negara tidak memiliki kedaulatan penuh, namun hanya memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.
Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia memang sudah ditetapkan dan berhenti pada Pulau Sebatik. Namun, idealnya garis tersebut diteruskan ke arah laut di sebelah timur sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua belah pihak. Garis inilah yang belum ada dan kini sedang dirundingkan karena Ambalat berada di garis tersebut.
Saat ini, tutur Hassan Wirajuda, pihaknya sudah melakukan 13 kali perundingan dan kini tengah bersiap untuk memasuki perundingan yang keempat belas. Ia paham ekspektasi masyarakat terhadap penyelesaian Ambalat begitu besar. Namun, ia meminta agar masyarakat bersabar.
"Kami akan tetap lakukan upaya diplomasi ini dan tidak akan melakukan peperangan. Karena pada dasarnya kami juga menangkap sinyal, pihak Malaysia juga ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai," pungkas Hasan. [beritajatim.com/bar]
Ekonomi
09/06/2009 - 12:02
Berebut 'Harta Karun' di Ambalat
Yusuf Karim
INILAH.COM, Jakarta - Polemik Indonesia dan Malaysia kembali menyeruak. Ditengarai seperti konflik-konflik yang lebih dulu terjadi, ada motif ekonomi di balik itu. Kini di blok laut seluas 15,235 kilometer itu, dua negara tetangga kembali bersitegang. Berebut 'harta karun'?
Pidato Ganyang Malaysia yang dikumandangkan Presiden Soekarno terus di putar berulang-ulang oleh salah satu stasiun swasta Tanah Air. Ini merupakan salah satu babak dari psywar yang dilakukan Indonesia dan Malaysia beberapa waktu terakhir.
Perwakilan anggota DPR juga diutus secara informal untuk menemui Menteri Pertahanan Malaysia. Berbagai langkah negosiasi diplomasi pun dilakukan. Tujuh kapal induk RI juga dikirim untuk menjaga perairan Ambalat.
Apa sebenarnya yang mendasari konflik territorial itu? Masih hangat dalam ingatan kita, Sipadan dan Ligitan akhirnya lepas dari pangkuan bumi pertiwi. Saat itu, upaya-upaya untuk membangkitkan semangat nasionalisme juga dilakukan, namun tidak banyak berarti.
Yang menjadi penting adalah bagi penduduk di batas-batas terluar Indonesia tersebut. Perhatian terhadap mereka merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah bila ingin mempertahankan kesatuan wilayahnya.
Sosiolog Musni Umar mengemukakan bahwa motif ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendasari langkah-langkah yang dilakukan oleh Malaysia. Blok di perairan laut Sulawesi ini ternyata kaya akan minyak. Sengketa pertama terjadi pada 1967, tepat setelah runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Bahkan kedua negara, telah melibatkan perusahaan-perusahaan minyak dari negara asing. Malaysia menggandeng perusahaan asal Amerika Serikat, sementara Indonesia menggandeng ENI dari Italia.
"Perebutan blok yang kaya minyak mentah ini harus melalui jalur damai. Upaya untuk memaksakan eksplorasi ataupun lewat jalan perang bukan jalan terbaik karena kemungkinan besar akan merugikan Indonesia," ujar Musni yang juga Juru Bicara Eminent Person Group Indonesia Malaysia ini.
Eksplorasi sepihak akan membuat Malaysia memiliki amunisi untuk mengadukan Indonesia dalam forum Mahkamah Internasional yang membuat posisi Indonesia lemah. Hal ini yang harus menjadi perhatian pihak-pihak yang terlibat untuk berhati-hati dalam bertindak dan mengeluarkan kebijakan.
"Kita sepakat bahwa Blok Ambalat adalah milik Indonesia, namun terkait eksplorasi minyaknya ini, Malaysia yang pasti akan melaporkan pada Mahkamah Internasional," ungkapnya.
Musni menambahkan bahwa yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengelola potensi minyak Ambalat tersebut secara bersama. Bagaimanapun, letak wilayah yang berbatasan membuat kondisi eksplorasi wilayah tersebut harus dilakukan di kedua negara.
"Meski demikian ini tidak akan mudah diterima publik. Kalau pemerintah tidak bisa meyakinkan publik, maka eksplorasi akan ditangguhkan sampai ada kesepakatan perundingan," jelasnya.
Sebelumnya, anggota DPR Effendi Choiri juga menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa Blok Ambalat ini membutuhkan komitmen dan goodwill dari kedua pimpinan tertinggi negara Indonesia dan Malaysia.
Konflik menyangkut komoditas ekonomi dengan Malaysia bukan yang pertama kali. Mulai masalah kelapa sawit, kayu dan banyak komoditas-komoditas unggulan milik Indonesia yang dibawa melintasi perbatasan kedua negara.
Hal ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan yang akan datang. Terutama untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi dengan negara lain dan menggunakan potensi sumber daya alam yang ada sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. [E1]
Politik
09/06/2009 - 17:49
DPR Sambangi Malaysia Soal Ambalat
Yusron Ihza Mahendra(inilah.com /Raya Abdullah)
INILAH.COM, Kuala Lumpur - Geram soal Ambalat, DPR menyambangi Malaysia. Ketua rombongan Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra menyatakan dengan tegas kepada wakil jubir Parlemen Malaysia Wan Junaidi bahwa kedatangannya bukan untuk berunding, tapi menyatakan sikap politik DPR bahwa kawasan laut Ambalat adalah milik RI.
Kunjungan ke Parlemen Malaysia di Kuala Lumpur, Selasa (9/6) ini dilakukan Yusron bersama-sama dengan Happy Bone Zulkarnaen, Shidqi Wahab, Djoko Susilo, dan Andreas Pareara. Sayang, Parlemen Malaysia sedang reses sehingga rombongan Yusron hanya diterima Wan Junaidi.
Pertemuan berlangsung santai namun penuh dengan kata-kata tegas, kadang-kadang saling menyindir. Yusron menyatakan kawasan laut Ambalat milik RI berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB UNCLOS 1982. Tidak ada tumpang tindih dalam kawasan Ambalat.
"Rakyat Indonesia sudah minta perang jika Ambalat masih diklaim Malaysia, makanya kami datang kepada tetangga serumpun kami untuk mencegah perang terkait sengketa wilayah Ambalat. Kasus Ambalat tidak akan diselesaikan secara fisik, namun harus ada upaya untuk saling memahaminya. Oleh sebab itu kami datang untuk menyatakan posisi dan pandangan kami sebagai DPR atau wakil rakyat Indonesia," ujar Yusron.
Shidqi menambahkan, walau Indonesia dituduh juga melanggar wilayah kedaulatan Malaysia, tapi Angkatan Laut Malaysia lebih banyak melanggar berpuluh-puluh kali lebih banyak. Sedangkan Andreas mengatakan, Indonesia bersedia dengan tawaran Malaysia untuk sama-sama memanfaatkan Ambalat, tapi harus jelas dulu bahwa kawasan laut Ambalat itu milik Indonesia barulah digarap bersama.
Sementara Djoko mengatakan, selama 10 tahun menjadi anggota DPR, kunjungan anggota parlemen Malaysia ke Jakarta sangat sedikit sekali. "Susah saya mengingat kapan ada kunjungan parlemen Malaysia ke Jakata. Padahal kita bertetangga dekat dan serumpun. Mungkin karena kurang kenal maka tidak sayang, bahkan sering bergaduh," ujar Djoko.
Akibat kurang silaturahmi, lanjut Djoko, ada kecurigaan di kalangan rakyat Indonesia karena seringnya Angkatan Laut Malaysia melanggar wilayah Indonesia untuk unjuk gigi. Apalagi karena telah memodernisasi senjata tempurnya dengan membeli 1 skuadron pesawat Sukhoi 30 dan 2 kapal selam Scorpene.
Happy Bone menambahkan, secara ekonomi dan kemampuan militer, Indonesia memang tertinggal dari Malaysia. Namun semangat perjuangan dan patriotik rakyat Indonesia jangan diragukan dan sejarah telah membuktikan. "Indonesia merdeka dengan perjuangan. Dengan hanya modal bambu runcing kami berhasil mengalahkan pasukan Belanda," tegasnya.
Mendengar itu, Wan Junaidi menanggapi, tidak mungkin Malaysia berperang dengan Indonesia. Rakyat Malaysia hanya 27 juta orang dengan 52 persen wanita dan 42 persen laki-laki. Paling hanya 20 persen laki-laki yang mau berperang. Sebagian besar lagi lebih senang mengumpulkan harta untuk kenyamanan hidup daripada berperang.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran kami dalam memodernisasi peralatan perang Malaysia untuk menyerang tetangga, apalagi Indonesia. Kami mengantisipasi jika ada serangan musuh masuk ke regional kita. Jika ada serangan ke kawasan ASEAN, senjata tempur Malaysia canggih, bisa untuk menghadapi musuh," kata Wan Junaidi. [*/sss]
Politik
Menlu: Laut Ambalat Bukan Kedaulatan RI
Hassan Wirajuda(inilah.com/ Anton Lubis)
INILAH.COM, Surabaya - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari hak berdaulat Indonesia, namun laut Ambalat itu sesungguhnya bukan kedaulatan Indonesia.
"Blok Ambalat tidak masuk dalam 12 mil dari baseline (tepi pangkal) yang menjadi wilayah kedaulatan Indonesia. Tapi Laut Ambalat itu masuk wilayah hak berdaulat dari Indonesia yang berada di luar 12 mil dan masih menjadi hak eksplorasi Indonesia," katanya, saat memberi kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat (26/6).
Dipaparkannya, negara pantai seperti Indonesia menurut hukum laut internasional berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif atau ZEE (200 mil laut), dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih).
Kendati wilayah hak berdaulat itu bukan wilayah kedaulatan, tapi wilayah hak berdaulat yang dihitung setelah 12 mil itu memberi kewenangan kepada Indonesia untuk melakukan eksplorasi sumberdaya laut yang ada.
"Masalahnya, provokasi yang dilakukan Malaysia dalam beberapa tahun terakhir sudah melanggar keduanya. Yakni, wilayah kedaulatan Indonesia dan wilayah hak berdaulat Indonesia itu," katanya setelah memberi kuliah tamu.[*/nuz]

SENGKETA PERAIRAN AMBALAT, OKEZONE

Perbatasan Ambalat Potensi Hasilkan Minyak 40 Rb Barel
Jum'at, 17 April 2009 - 11:36 wib
Dirjen Migas ESDM Evita Legowo. Foto: Widi Agustian/Okezone.com
JAKARTA - Produksi minyak di lapangan Aster yang terletak di perbatasan Ambalat berpotensi menambah produksi minyak dalam negeri sekira 30 ribu-40 ribu barel per hari."Ini baru indikasi awal, dalam dua atau tiga bulan ke depan akan kita lakukan tes pertama," ujar Dirjen Minyak dan Gas DESDM, Evita Legowo, dalam konferensi pers seusai Launching Pelayanan Investasi Migas Terpadu dan Gerakan Hemat BBM, di Kantor Ditjen Migas, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (17/4/2009).Evita mengatakan, perusahaan minyak dan gas (migas) asal Italia, ENI dipastikan akan memproduksi lapangan minyak dari Lapangan Aster di Perbatasan Ambalat tersebut.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menyatakan untuk melancarkan melakukan eksplorasi dan produksi minyak di lapangan tersebut, pemerintah sudah meminta bantuan TNI untuk melakukan pengamanan.Mengingat letaknya berada di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia maka pihak ENI dan Departemen ESDM berhati-hati untuk melakukan pengembangan. "Kami sudah meminta TNI untuk melakukan pengamanan," ujarnya. (ade)
Radar Tarakan Deteksi 3 Pesawat Asing
Senin, 13 April 2009 - 19:09 wib
Amir Sarifudin - Okezone
Foto: Pesawat Sukhoi (Ist)
BALIKPAPAN - Radar TNI Angkatan Udara di Tarakan, Kalimantan Timur, mendeteksi tiga kali kehadiran pesawat asing melintas di wilayah udara Indonesia sebelah Utara sepanjang 2009 ini. Tiga kejadian berada di perbatasan udara antara Indonesia dengan Malaysia di atas blok sengketa Ambalat, Kaltim, pada Februari 2009 lalu.Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II (Kosek Hanudnas II), Marsekal Pertama John Dalas Sembiring, mengatakan bahwa belum bisa memperkirakan jenis pesawat dan maksud kehadiran pesawat tersebut. John hanya memperkirakan pesawat tersebut ada kaitannya dengan niat pengintaian. "Kalau dari speed pesawat, saya kira bukan jenis pesawat tempur (red). Sepertinya pesawat pengintaian," tutur John usai serah terima Komandan Radar 223 TNI AU Balikpapan dari Letkol Elektronika Yusuf Jauhari ke Mayor Elektronika Supriyadi, di Balikpapan, Senin (13/4/2009). Menjaga wilayah perbatasan udara dimulai dari bagian tengah Kalimantan hingga tepian Ambon, merupakan tugas pokok Kosek Hanudnas II. Dan menurutnya, permasalahan batas antarnegara juga kerap terjadi bukan hanya di darat, tetapi juga di udara. Segala sesuatu terkait permasalahan tapal batas itu juga bagian dari persoalan kedaulatan bangsa. Salah satu kekuatan pertahanan udara untuk menjaga kedaulatan itu, tutur John, adalah memiliki alutsista yang memadai, termasuk perlengkapan radar. Di bawah komandonya, terdapat lima radar yang selama ini dioperasikan mulai di Kuandang, Gorontalo, Sulawesi Utara. Kemudian di Tarakan dan Balikpapan di Kaltim. Selain itu juga ada di Jawa Timur, yakni di Ngeliyep Malang, dan Ploso di Jombang. Belum lagi kekuatan itu didukung radar-radar penerbangan sipil hingga terkover oleh radar kapal laut. Dengan total seluruhnya ada 19 radar. "Meski berusia dari 1960 sampai dengan tahun 2008, atau ada yang tua dan ada yang terbaru," tutur John.TNI AU, tutur John, tidak serta merta melakukan reaksi bila mendeteksi adanya pesawat asing mendekat. Terdapat sejumlah hal lain yang akan dilakukan, terlebih seperti kehadiran di kawasan Tarakan. "Tapi kita tidak bisa menyebut daerah itu adalah wilayah kita atau bukan. Cuma mereka memang terbang di wilayah sengketa, yakni di atas Ambalat," tutur John. (mbs)
Pengamanan Wilayah Ambalat Diperketat
Sabtu, 21 Maret 2009 - 21:22 wib
SURABAYA - Pengamanan wilayah Ambalat terus diperketat. Hari ini sebanyak 130 pasukan marinir yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Ambalat IX kembali dikerahkan ke wilayah yang sampai sekarang masih menjadi sengketa antara pemerintah RI dengan Malaysia itu.Komandan Pasmar-1 Brigadir Jendral TNI (Mar) I Wayan Mendra memastikan pengerahan pasukan tersebut tidak terkait peningkatan intensitas ketegangan di perairan Ambalat. Tapi murni bagian rotasi pasukan keamanan yang sebelumnya telah bertugas selama 6 bulan. "Meskipun tidak ada eskalasi ketegangan, menjaga wilayah kedaulatan NKRI merupakan tugas wajib yang tak bisa ditawar-tawar lagi," kata Danpasmar-1 Brigjen I Wayan Mendra usai melepas Satgas Ambalat IX di lapangan Apel Brigif-1 Mar, Gedangan, Sidoarjo, Sabtu (21/3/2009).Hadir dalam kesempatan pelepasan pasukan itu calon Kepala Staf Pasmar-1 Kolonel Marinir L W Supit, Asintel Kaspasmar-1 Letkol Marinir Edi Zuardi, Asops Kaspasmar-1 Kolonel Marinir I Made Wahyu Santoso serta sejumlah komandan satuan dan perwira di jajaran Pasmar-1.Sesuai rencana Satgas Ambalat IX akan di posko-posko pertahanan di wilayah pulau Ambalat dengan masa tugas selama 6 bulan. Tim Satgas Ambalat IX dari Satmar-1 ini selanjutnya akan bergabung dengan satuan tugas lain dari unsur TNI lain, Polri maupun masyarakat.Kepala Dinas Penerangan Armada RI Kawasan Timur (Armatim) Letkol TNI (KH) Tony Saiful mengatakan penjagaan keamanan di wilayah perairan Ambalat memang menjadi prioritas TNI. Armatim sendiri telah menempatkan sejumlah kapal perang jenis korvet untuk melakukan patroli rutin di wilayah sengketa antara NKRI dengan pemerintah Malaysia ini.Perhatian TNI AL dalam pengamanan kepulauan Ambalat ini berulang kali di tegaskan KSAL Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno. Dalam sebuah kesempatan wawancara dia bahkan mengisyaratkan rencana penambahan kekuatan pasukan marinir di darat maupun di perairan untuk mempertegas eksistensi NKRI di wilayah sengketa ini.(Destyan Soejarwoko/Sindo/hri)
Cari Korban KM Teratai, TNI AL Kirim 5 Kapal
Selasa, 13 Januari 2009 - 19:00 wib
SURABAYA - TNI Angkatan Laut bergerak cepat membantu pencarian korban KM Teratai Prima yang tenggelam di perairan Mejene, Sulawesi Barat, beberapa waktu lalu. Sedikitnya lima kapal perang di bawah Komando TNI AL Kawasan Timur (Koarmatim) dikerahkan untuk membantu mengevakuasi korban.Kelima kapal perang milik TNI AL yang kini bergabung dengan tim SARNAS di perairan Majene itu masing-masing KRI Kakap-811, KRI Untung Suropati-872, KRI Hasan Basri-882, KRI Slamet Riadi-352 serta KAL Samalona. Koarmatim juga mengirim satu unit pesawat Nomad-857, serta 100 anggota Marinir untuk membantu penyisiran korban di sepanjang garis pantai Sulawesi."Begitu musibah terjadi pada Minggu pagi, sorenya tiga kapal perang yang kebetulan berada tak jauh dari perairan Sulawesi kita instruksikan untuk merapat ke Majene, bergabung dengan tim SAR di sana," terang Kepala Dinas Penerangan Armatim Letkol Laut (KH) Toni Syaiful kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (13/1/2009).Tiga kapal yang dimaksud adalah KRI Kakap-811, KRI Untung Suropati-872, dan KAL Samalona. KRI Kakap dan KRI Untung Suropati kebetulan sedang berada di perairan Sulawesi. Tak jauh dari perairan Majene yang menjadi lokasi tenggelamnya KM Teratai. Sedang KAL Samalona merupakan jenis kapal perang milik TNI AL setingkat di bawah KRI yang selama ini standby di Lantamal VI, Makassar."Dua kapal perang lain, yakni KRI Slamet Riadi-352 dan KRI Hasan Basri-882 yang saat itu berada di Laut Ambalat dan perairan Kalimantan Selatan juga kita perintahkan untuk segera merapat (ke Makassar). Demikian juga dengan pesawat Nomad-857 yang saat kejadian ada di Balikpapan," paparnya.Sesuai permintaan, kelima kapal perang dan satu pesawat jenis Nomad milik TNI AL tersebut akan bergabung dengan tim SARNAS yang berada di bawah Dirjen Perhubungan Laut selama 7 hari."Semua bergantung pada permintaan dari tim SAR. Jika proses pencarian akan terus dilanjut (diperpanjang), TNI AL siap membantu sepenuhnya. Termasuk jika ada permintaan tambahan bantuan aramda maupun personel," tegas Toni.Jumlah personel TNI AL yang saat ini membantu tim SARNAS di perairan Majene dan Sulawesi diperkirakan ada sekira 600 prajurit. Dari jumlah itu, lanjut Toni, 100 personel Marinir bergerak di wilayah daratan di sepanjang garis pantai Sulawesi. Sebagian lain bergerak di perairan sekitar pantai menggunakan perahu karet untuk mencari korban yang dimungkinkan terdampar dari tengah laut bebas.(lsi) (Destyan Soejarwoko/Sindo/mbs)
TNI-AL Kerahkan 6 KRI Jaga Perairan Ambalat
Jum'at, 5 Desember 2008 - 16:21 wib
SURABAYA - Sebanyak enam kapal milik TNI-AL dikerahkan ke Perairan Ambalat untuk menjaga perairan NKRI.Demikian dikatakan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Tedjo Edy Purdiatno saat menghadiri acara peringatan HUT TNI -AL ke-63 di Dermaga Ujung Kamal Tanjung Perak, Surabaya, Jumat (5/12/2008).Menurutnya, pengamanan perairan Ambalat juga dilakukan oleh komponen lain seperti Polri Bea Cukai dan KPLP."Ini karena tanggung jawab pengamanan, perairan NKRI tidak hanya diberikan kepada TNI AL, tapi tanggung jawab dalam pengamanan tersebut. Semua pihak harus bisa menjaga dari ancaman pihak asing", katanya.Tedjo juga menambahkan selain itu, TNI-AL juga mendirikan dermaga bagi enam kapal tersebut. "Ini dilakukan untuk pengamanan, perairan NKRI dari ancaman pihak asing," tambahnya. (Johan Samudra/Trijaya/fit)
TNI Tak Tambah Pasukan di Ambalat
Selasa, 18 November 2008 - 15:04 wib
JAKARTA - Walaupun masih menjadi daerah sengketa antara Indonesia dan Malaysia, TNI tidak akan menambah pasukan di sepanjang perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, khususnya di kawasan Blok Ambalat.Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, usai Peringatan HUT ke -63 Marinir di Bumi Marinir Cilandak, Selasa (18/11/2008).Tedjo mengatakan, patroli ke wilayah Ambalat masih seperti biasa dilakukan. Yakni dengan mengirimkan 5-6 kapal patroli. Diakuinya memang seringkali terjadi pelanggaran, namun pihaknya tidak terprovokasi dengan melakukan tindakan represif. Tindakan yang dilakukan, ungkap Tedjo, hanya sebatas menegur dan menggiring ke luar wilayah. Serta memberitahukan kepada yang bersangkutan telah melanggar batas wilayah.Selain itu, TNI AL juga sudah mengirinkan protes melalui Departemen Luar Negeri dengan mengirimkan surat nota diplomatik. Tedjo menambahkan terkait persoalan tersebut, pihaknya tetap akan memperhatikan wilayah khususnya perbatasan di Blok Ambalat dengan komposisi jumlah pasukan yang sama.(Sukmo Wibowo/Trijaya/hri)
5 Kapal Perang Disiagakan di Ambalat
Rabu, 5 November 2008 - 13:53 wib
BALIKPAPAN - TNI-AL menyiapkan 5 KRI untuk menjaga langsung perairan blok Ambalat yang kini masih menjadi sengketa antara Indonesia-Malaysia.Kapal-kapal perang yang dikerahkan ke wilayah Ambalat ini yakni KRI Untung Suropati, KRI Tedung Naga, KRI Yos Sudarso, KRI Wiratno dan KRI Soputan. Beberapa kapal perang ini diberangkatkan dari Konabndo Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Surabaya.Komando Gugus Tempur Armada Timur Laksamana Pertama HR Harahap mengatakan sejak 2005 pemerintah Indonesia telah mendirikan mercusuar di karang unarang blok Ambalat. Keberadaan mercusuar dan penjagaaan itu sekaligus untuk menegaskan bahwa blok ambalat masuk wilayah NKRI. "Dulu gangguan perbatasan di Blok Ambalat sangat tinggi sekarang tidak ada lagi karena kita juga tempatkan pasukan di lokasi," ujarnya saat ditemui di Bandara Sepinggan Balikpapan, Rabu (5/11/2008).Menurut Harahap, saat ini ditempatkan sekitar 15 personel dari pasukan Marinir dan Katak di sekitar mercusuar Karangunarang, Ambalat, Kalimantan Timur.TNI-AL juga tengah menggelar operasi Balat Sakti dalam rangka pengamanan dan penjagaaan pertabatasan di perairan Nunukan dengan Malaysia (Ambalat).Selain itu juga dipersiapkan 2 kapal Shukoi yang diterbangkan dari Lanud Hasanuddin Makasar. "Sebanyak 2 kapal Shukoi itu hanya memantau lokasi Ambalat, " ujar seorang perwira yang tidak ingin disebutkan namanya.(fit)
Delapan Titik Perbatasan Bermasalah
Kamis, 30 Oktober 2008 - 01:12 wib
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara disahkan rapat paripurna DPR pada Selasa (28/10) lalu. Namun, pengesahan RUU tersebut berpotensi mendapat protes dari sejumlah negara karena beberapa titik perbatasan dengan Indonesia masih bermaslah.Anggota Komisi I DPR Jeffrey Johanes Massie mengatakan, setidaknya ada sekitar tujuh titik perbatasan yang bermasalah. Pihaknya berharap, dengan disahkannya RUU tentang Wilayah Negara, pemerintah Indonesia segera menuntaskan persoalan di delapan titik perbatasan tersebut."Ada delapan titik perbatasan yang belum clear. Agar penerapan UU Wilayah Negara bisa maksimal, maka pemerintah harus segera menyelesaikan delapan titik perbatasan yang berpotensi menimbulkan ketegangan," katanya kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (29/10/2008).Beberapa titik perbatasan yang dianggap bermasalah yakni, garis batas laut dengan Timor Leste, garis batas dengan Republik Palau di utara laut Halmahera, perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, perbatasan dengan Papua Nugini, perbatasan dengan Filipina di utara Pulau Miangas, perbatasan dengan Australia di sekitar celah batas Timor Leste, perbatasan laut dengan Vietnam di Kepulauan Natuna.Politisi yang hijrah ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menambahkan, saat ini di kawasan Ambalat seringkali terjadi ketegangan dengan Malaysia. Sementara, pemerintah Indonesia hanya melakukan protes."Kalau persoalan ini dibiarkan terus berpotensi menjadi konflik terbuka antara kedua negara. Karena itu, Indonesia harus memperkuat diplomasi di dunia internasional. Jangan sampai kasus Pulau Sipadan dan Ligitan terulang kembali," imbaunya.Terkait, sistem pertahanan ke depan pihaknya berharap agar armada TNI AL diperkuat. Sebab, sebagai negara maritim terbesar di Indonesia, kebutuhan pengamanan laut sangat diperlukan. Apalagi, anggaran untuk pertahanan di Indonesia masih tergolong minim. Dari Rp120 triliun yang diajukan hanya disetujui Rp35 triliun. (Ahmad Baidowi/Sindo/kem)
Rabu, 29 Oktober 2008 19:02 wib
Gonjang-Ganjing Hubungan Indonesia Malaysia
Gonjang-Ganjing Hubungan Indonesia MalaysiaPasang surut hubungan Indoensia- Malaysia sejak tahun 2005, umumnya didominasi oleh tiga isu utama. Ketiga isu tersebut yaitu kasus Ambalat, pembalakan liar dan tenaga kerja Indonesia. Respon masyarakat kedua belah pihak terhadap isu ini sangat beragam, namun demikian dinamika pasang surut hubungan tersebut hendaknya disikapi dengan sikap arif dan positif, agar semangat kedua masyarakat yang digambarkan sebagai "satu budaya" dan "satu keluarga" tetap terpelihara dengan baik.Pemerintah Indonesia telah memperingatkan Malaysia untuk tidak melakukan aksi provokasi di Blok Ambalat. Namun peringatan tersebut hendaknya diabarengi dengan tindakan tegas, kalau memang ada kegiatan militer Malyasia di kawas itu. Ini penting agar kasus yang sama tidak terulang kembali. Melihat situasi yang terjadi sekarang ini, kita melihat betapa hubungan diplomatic Indonesia dengan Malyasia tengah berada pada titik terburuk dalam sejarah relasi kedua negara serupun itu. Kalau saja kedua negara saling pengertian dan menghargai, tentunya hubungan buruk kedua negara tak akan terjadi.Kita berharap, Malaysia harus menghargai proses perundingan yang tengah berjalan. Tindakan Malaysia melakukan kegiatan militerisasi di Ambalat, merupakan sikap arogansi negara itu terhadap Indonesia. Kita melihat, sekarang ini unsure kekuatan bersenjata Malaysia masih kerap melakukan pelanggaran terhadap wilayah Indonesia, terutama di Blok Ambalat. Malaysia hendaknya tidak memandang rendah Indonesia sebagai "saudara tua". Sebaliknya Indonesia juga harus bersikap tegas menghadapi pelecehan dari "saudara mudanya". Sikap tegas kadang perlu kita gunakan untuk memberikan peringatan, agar Malaysia tidak lagi berbuat semena-mena terhadap Indonesia.Kita patut menyambut baik pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono yang mengingatkan bahwa Indonesia akan melakukan tindakan tegas, jika Malaysia tetap melecehkan Indonesia secara politik dan militer. Untuk itu, kita berharap kedua pimpinan negara mampu melakukan upaya perbaikan, misalnya dengan memberikan perhatian serius terhadap berbagai isu sensitif. Isu-isu dimaksud seperti soal pelecehan TKI oleh warga Malaysia, masalah perbatasan, problem pancaplokan berbagai hasil kretifitas budaya maupun ekonomi dan yang paling krusial menyangkut isu terorisme.Yudi PrasetyoJl. Ciliwung, No 40, Margonda, Depok, Jawa Barat (fer)
Panglima TNI Bantah Mengalah Soal Blok Ambalat
Senin, 27 Oktober 2008 - 13:05 wib
PADANG - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, membantah TNI selalu mengalah dalam menyikapi sengketa yang terjadi dengan pihak Malaysia di daerah perbatasan, seperti di Blok Ambalat. "Ada prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan yang harus dilalui, di antaranya mengadakan dialog mengenai masalah Blok Ambalat antara Panglima TNI dan Panglima Tentara Malaysia sekali enam bulan," ujar Djoko usai melepas Latihan Integrasi Taruna Wreda Nusantara (Latsitardanus) ke-29 tahun 2008 di lapangan Imam Bonjol, Padang (27/10/2008).Djoko juga menepis kabar bahwa kapal perang Malaysia sering memasuki Blok Ambalat sebab menurutnya kapal TNI masih disiagakan di wilayah itu."Kami sudah menyiagakan patroli di perbatasan di Blok Ambalat yang dibantu oleh Polri dan imigrasi, jadi tidak ada itu," tegasnya.Untuk saat ini, dia melanjutkan, tidak ada penambahan armada TNI di Blok Ambalat tapi masih ada beberapa armada yang disiagakan guna menjaga kedaulatan RI. (fit)
Soal Ambalat, Deplu Akan Layangkan Nota Protes
Jum'at, 24 Oktober 2008 - 13:16 wib
Fahmi Firdaus - Okezone
JAKARTA - Insiden pelanggaran teritorial oleh tentara Malaysia di wilayah perairan Ambalat memicu reaksi keras dari Departemen Luar Negeri (Deplu) RI. Tindakan provokasi tentara Malaysia itu dinilai telah melanggar hukum internasional."Kalau betul dan terbukti (laporan yang masuk) kita akan layangkan nota protes ke Pemerintah Malaysia," ungkap juru bicara Deplu Teuku Faizasyah dalam acara media briefing di Kantor Deplu, Jalan Pejambon, Jakarta, Jumat (24/10/2008).Meski begitu, sambung Teuku, pihaknya tidak melangkah secara buru-buru. Deplu akan memastikan terlebih dulu apakah laporan dari TNI AL tersebut valid dengan cara memeriksa ke Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur. "Kita saat ini masih menunggu. Kalau positif ada pelanggaran akan kita tindaklanjuti," tegasnya.Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sempat terjadi ketegangan antara TNI AL dengan tentara Malaysia. Ketegangan dipicu tindakan armada Malaysia yang memasuki batas wilayah Ambalat. Beruntung tidak sampai terjadi kontak senjata antara TNI AL dan tentara Malaysia.(ful)
beberapa armada yang disiagakan guna menjaga kedaulatan RI.(fit) (mbs)
Yusron: Kita Secara Fisik Berani dengan Malaysia
Rabu, 22 Oktober 2008 - 09:19 wib
Kemas Irawan Nurrachman - Okezone
JAKARTA - Aktivitas tentara Malaysia di perbatasan Ambalat, memicu ketegangan antara Indonesia-Malaysia. Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra menilai, secara fisik Indonesia berani melawan Malaysia."Namun, kita mencegah agar tidak seperti itu. Karena kalau terjadi pertikaian fisik tiak ada yang akan diuntungkan," kata Yusron saat dihubungi okezone di Jakarta, Rabu (22/10/2008).Dia meminta, agar Malaysia dapat mengendalikan diri dan tidak melakukan aksi provokasi. "Jangan memicu ketegangan antara Indonesia-Malaysia," tuturnya.Pemerintah, lanjut Yusron, diminta menindaklanjuti penemuan ini. Sehingga, tidak ada permasalahan kembali di kemudian hari.Seperti diketahui, beberapa minggu ini sejumlah armada tentara Malaysia seenaknya berada di wilayah Ambalat. Bahkan Menteri Pertahanan Jenderal TNI Djoko Santoso mengakui adanya ketegangan jilid II di kawasan tersebut. (kem)

Ambalat Memanas, Malaysia Diminta Hentikan Provokasi
Rabu, 22 Oktober 2008 - 08:48 wib
Kemas Irawan Nurrachman - Okezone
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra meminta Pemerintah Malaysia menghentikan provokasi di wilayah Ambalat. Hal ini terkait, mondar-mandirnya kapal Malaysia di perbatasan Ambalat."Demi menjaga keamanan dan stabilitas di Asia, kami minta Pemerintah Malaysia menghentikan aksi itu," kata Yusron saat dihubungi okezone di Jakarta, Rabu (22/10/2008).Dia mengimbau, jika Malaysia ada masalah dengan Indonesia, seyogianya dibicarakan dengan baik-baik. "Jangan kemudian melakukan provokasi seperti itu," tandasnya.Atas kejadian ini, lanjutnya, pemerintah Indonesia harus segera memberikan ?surat cinta' kepada Malaysia. Yusron mengaku, dirinya tidak mengetahui siapa yang melakukan aksi ini."Karena di tingkat atas, Pemerintah Malaysia mengaku tidak pernah melakukan itu. Nah ini yang perlu dipertanyakan? Apakah itu atas kehendak pusat (pemerintah Malaysia) atau keinginan tentara Malaysia," tuturnya.Seperti diketahui, beberapa minggu ini sejumlah armada tentara Malaysia seenaknya berada di wilayah Ambalat. Bahkan Menteri Pertahanan Jenderal TNI Djoko Santoso mengakui adanya ketegangan jilid II di kawasan tersebut. (kem)
SBY Izinkan ENI Kembangkan Migas di Blok Ambalat
Senin, 20 Oktober 2008 - 17:18 wib
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Perusahaan asal Italia ENI E&P (Energy and Petroleum) menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meminta izin pengembangan penemuan lapangan migas di Blok Ambalat, di kepulauan Karimun, serta di Sumatera Utara."Mereka minta izin mengembangkan penemuan lapangan minyak dan gas di daerah Ambalat. Jadi, dibuka lokasi Aster dan beberapa cadangan-cadangan gas lagi yang kelihatan di sana," ujar Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, usai menemai ENI menghadap Presiden SBY, di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (20/10/2008).Dia menegaskan, pengembangan yang akan dilakukan tersebut dapat dilakukan karena itu adalah wilayah kedaulatan Indonesia. "Presiden mempersilahkan untuk persiapan pengembangannya karena kita memang memerlukan peningkatan produksi minyak dan gas," imbuh Purnomo.Perihal pelaksanaan akan dilakukan secepatnya. Pasalnya, Presiden pun telah memberikan persetujuan. Walaupun demikian, ENI belum bersedia memberitahu nilai dari proyek tersebut maupun target produksi yang akan dihasilkan."Mereka belum secara spesifik mengatakan, karena ini masalahnya dan ini komitmen dari pemerintah. Ini memang daerah yang dulunya diklaim oleh Malaysia. Tapi sebenarnya masih daerah kita," jelasnya.Lebih jauh dia menjelaskan, untuk floating LNG terminal biasanya memerlukan cadangan LNG sekira 10-15 mmbtu. Proyek yang dikembangkan di tengah laut dengan sisa floating memerlukan cadangan LNG yang cukup besar. "Dan ditunjukkan dari data-data konfidensialnya, prospeknya sangat menarik sekali," ungkapnya.Pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam itu dihadiri delegasi dari ENI dipimpin oleh Kepala Eksekutif Paolo Scaroni, diikuti oleh PR Eni E&P, Stefano Lucchini Roberto Lorato, Direktur Manajer Eni Indonesia, dan Duta Besar Italia untuk RI Roberto Palmieri.Selain membahas tentang Ambalat, Purnomo membahas juga mengenai permintaan izin yang diajukan ENI untuk kawasan pulau Karimun. "Mereka rencananya akan mempekerjakan sekira lima ribu pegawai, yang akan dikembangkan besar-besaran untuk offshore mereka," katanya.Dia menjelaskan, hal itu dilakukan karena di pulau Batam sudah penuh sehingga dialihkan pengembangannya di pulau Karimun.Terakhir, mereka juga ingin mengembangkan di crued mining di Sumatera Utara. "Di mana gasnya akan dipakai untuk menyuplai Pupuk Iskandar Muda (PIM) untuk lanjutannya," pungkasnya. (wdi) (ade)
Wapres Terima Direksi Perusahaan Migas Italia
Senin, 20 Oktober 2008 - 12:56 wib
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima kunjungan direksi Ente Nazionale Idocarburi (ENI), perusahaan multinasional Italia yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (20/10/2008).Rombongan tersebut dipimpin oleh Chief Executive Officer ENI, Paolo Scaroni. Selain itu, turut hadir Duta Besar Italia untuk Indonesia Roberto Palmieri dan Chief Opertaing Officer ENI, Caludio Descalzi. Pertemuan berlangsung sejak pukul 11.00 WIB.Seperti diberitakan, ENI akan meminta dukungan dari Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla untuk mengembangkan blok migas di Ambalat. Diduga, pertemuan siang ini akan menindaklanjuti kabar tersebut.Sekadar diketahui, perusahaan tersebut sudah sampai pada eksplorasi tapi belum diteruskan ke tahap plan of development (POD). "Teknisnya sudah selesai, keekonomian juga sudah diperhitungkan. Tapi, POD-nya belum berjalan. Mereka belum masuk, masih menunggu," ujar Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro.Selain itu, ENI juga akan membangun LNG train floating yang berkapasitas satu train sebesar 3 MPPA. Jika, kapasitas yang ada di bawah angka tersebut pasti perusahaan akan merugi.Rumor yang beredar, dana yang dikeluarkan ENI untuk mengembangkan blok Ambalat mencapai USD200 miliar. (ade)
Perusahaan Italia Minta Dukungan SBY
Senin, 20 Oktober 2008 - 10:08 wib
JAKARTA - Perusahaan multinasional Italia yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, Eni, akan menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna meminta dukungan untuk mengembangkan blok migas di Ambalat."Mereka perlu bertemu Wapres dan Presiden untuk meminta dukungan nonteknis. Ini adalah daerah perbatasan yang kisruh dan nanti akan diklaim juga milik Malaysia," ujar Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (20/10/2008).Sebagai informasi, perusahaan tersebut sudah sampai pada eksplorasi tapi belum diteruskan ke tahap plan of development (POD)."Teknisnya sudah selesai, keekonomian juga sudah diperhitungkan. Tapi, POD-nya belum berjalan. Mereka belum masuk, masih menunggu," ujarnya.Selain itu, perusahaan tersebut juga akan membangun LNG train floating yang berkapasitas satu train sebesar 3 MPPA. Jika, kapasitas yang ada di bawah angka tersebut pasti perusahaan akan merugi.Rumor yang beredar, dana yang dikeluarkan Eni untuk mengembangkan blok Ambalat mencapai USD200 miliar. (css) (ade)(rhs)
Anggota DPR Sesalkan TNI Kerap Bentrok dengan Polri
Minggu, 5 Oktober 2008 - 08:42 wib
Sholla Taufiq - Okezone
JAKARTA - Pascatumbangnya Orde Baru, TNI mulai membenahi diri di segala sektor. Namun hingga saat ini TNI diangap belum berhasil mengembangkan citra diri sebagai alat negara yang bertanggung jawab di mata masyarakat. Pasalnya TNI masih kerap terlibat aksi kekerasan dengan anggota Polri. "Dua-duanya (TNI-Polri) adalah alat negara sebagai elit, jadilah contoh yang baik. Mereka harus menjaga disiplin prajurit," ujar anggota DPR Yusron Ihza Mahendra saat berbincang dengan okezone, Sabtu (4/10/2008).Setiap anggota TNI, seharusnya menyadari fungsinya sebagai benteng negara. Sehingga tidak sepantasnya bila senjata yang dibeli dari uang rakyat digunakan untuk menembak sesama bangsa terlebih sesame alat negara."Yang amat penting adalah TNI mengarahkan ?~moncong' senjata ke luar negeri. Bukan ke dalam negeri. Hal ini artinya untuk menopang diplomasi." tambah dia.Bagi Yusron, TNI ditingkat Asean TNI dinilainya tidak mempunyai kekuatan. "ini semua karena lemahnya pertahanan kita, kasus Legitan dan Sipadan, kemudian ambalat kedepan bagaimana. TNI harus melihat musuh keluar, TNI harus menopang diplomasi, dari itulah kita akan disegani di Asean," ucapnya.(ful)
Liputan Khusus (1)
Apa Yang Encik Mau?
Kamis, 24 April 2008 - 10:41 wib
Faktor serumpun disebut-sebut menjadi pangkal dari perseteruan antara Indonesia dengan Malaysia.Faktor itulah yang juga membuat Malaysia cenderung "menghegemoni"Indonesia. Negeri serumpun. Itulah predikat yang melekat untuk menggambarkan hubungan Indonesia dan Malaysia.Namun, hubungan kedua negara yang disebut-sebut sebagai "saudara"ini kerap mengalami pasang surut.Tidak jarang ketegangan kedua negara mengarah pada konflik. Menurut pengamat Malaysia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr Alfitra Salam, masalah faktor serumpun disebut-sebut sebagai pangkal perseteruan hanyalah klise.Menurut dia, hal itu hanya bahasa diplomasi kuno, tetapi selalu dimanfaatkan ketika konflik semakin meruncing. Memang perseteruan Indonesia-Malaysia ibarat kisah yang entah kapan akan berakhir. Selalu saja muncul perseteruan,baiksecarapolitik,sosial, ekonomi,ataupun budaya. Kisah duka tenaga kerja Indonesia yang mengalami penyiksaan atau tindakan kekerasan di Malaysia misalnya, ibarat cerita bersambung. Sebut saja kasus Nirmala Bonat, tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Barat yang disiksa majikannya pada pertengahan 2004 lalu. Masih lekat dalam ingatan kita bagaimana Ceriyati, tenaga kerja asal Brebes, Jawa Tengah, itu nekat terjun dari lantai 15 Apartemen Tamarind Sentul,Kuala Lumpur. Setidaknya, hubungan bilateral kedua negara memiliki sejarah panjang. Goresan konflik kedua negara ini berawal pada konfrontasi Indonesia- Malaysia pada 1962-1966.Konflik ini bermula dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei,Sabah, dan Serawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada 1961.Keinginan itu ditentang Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai "boneka" Inggris. Bung Karno pun menerapkan politik konfrontasi dengan semboyan "Ganyang Malaysia". Hubungan kedua negara mulai membaik ketika Orde Baru berkuasa. Namun, hubungan tersebut kembali memburuk pada 2002 ketika Negeri Jiran itu mengklaim kepemilikan atas Kepulauan Sipadan-Ligitan di perairan Pantai Sabah dan Kalimantan Timur pada 2002. Keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda akhirnya memenangkan klaim Malaysia pada 2003 berdasarkan alasan "pendudukan efektif". Satu pelajaran bisa ditarik, diplomasi Indonesia di dunia internasional terkait kedaulatan negara tidak bertaji. Pada 2005 lalu terjadi insiden penyerempetan kapal RI dan Malaysia (KRI Tedong Naga dengan Kapal Diraja Rencong) sebanyak tiga kali di perairan Karang Unarang, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Aksi tersebut terpaksa dilakukan KRI Tedong Naga karena KD Rencong berkali-kali melakukan manuver yang membahayakan pembangunan mercusuar Karang Unarang. Peristiwa ini berkaitan erat dengan kembalinya Malaysia mengklaim Blok Ambalat. Blok kaya minyak mentah di laut Sulawesi. Di bidang ekonomi,Malaysia juga terus menancapkan kukunya di Indonesia. Sebut saja di dunia perbankan, Malayan Banking Bhd atau yang lebih dikenal Maybank, bank terbesar Negeri Jiran yang dimiliki Pemerintah Malaysia, tengah menyiapkan dana USD2,7 miliar atau setara Rp24,5 triliun untuk mengakuisisi 100% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII). Dana itu hampir sebanding dengan pendapatan Pemerintah Indonesia dari dividen seluruh BUMN pada 2007. Saat ini Maybank memiliki 55,85% saham BII yang dibelinya dari konsorsium Sorak Financial Holdings Pte Ltd senilai USD1,5 miliar atau sekitar Rp13,5 triliun. Konsorsium Sorak dimiliki anak usaha Temasek Holdings,Fullerton Financial Holdings Pte Ltd (FFH),75% dan Kookmin Bank, Korea Selatan 25%. Sementara 44% saham BII lainnya masih dimiliki investor lain yang kini tengah ditawar Maybank. Indonesianisasi Malaysia Dari sisi budaya setali tiga uang. Oktober tahun lalu Departemen Pariwisata Malaysia merilis promosi kepariwisataan Negeri Jiran menggunakan lagu Rasa Sayange. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan, lagu tersebut merupakan lagu kepulauan nusantara (Malay archipelago). Sontak hal ini membuat marah Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang bersikeras bahwa lagu tersebut milik Indonesia dan merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi Maluku sejak zaman leluhur. Belakangan ditemukan bukti bahwa lagu Rasa Sayange direkam pertama kali di perusahaan rekaman Lokananta Solo pada 1962. Pada 11 November 2007, Menteri Kebudayaan,Kesenian,dan Warisan Budaya MalaysiaRais Yatimmengakui bahwa Rasa Sayangemilik Indonesia. Tak lama berselang, giliran tarian Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia. Di Negeri Jiran, reog disebut sebagai Tari Barongan.Parahnya lagi,di atas topeng dadak merak (topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak) ditempelkan tulisan "Malaysia" dan diakui menjadi warisan Melayu dari Batu Pahat Johor dan Selangor Malaysia. Meski begitu, kita bisa memaklumi apa yang dilakukan Malaysia terhadap klaim budaya nasional Indonesia. Boleh jadi, Malaysia merasa "kekurangan" budaya asli yang bisa dibanggakan,maka usaha-usaha untuk mencari dan mengumpulkan budaya sekitar dilakukan secara intensif. Atau setidaknya, saat ini Malaysia sedang melakukan program "Indonesianisasi". Mencermati perkembangan hubungan Indonesia dan Malaysia terasa ada kesan dominasi atau mungkin ambisi hegemoni Malaysia di kawasan Asia Tenggara,khususnya Indonesia.(sindo//sjn
Permadi: Masalah Perbatasan, RI Sering Dilecehkan
Senin, 24 Maret 2008 - 11:51 wib
Sandy Adam Mahaputra - Okezone
JAKARTA- Masalah perbatasan antara RI- Malaysia dan juga Singapura seringkali menimbulkan banyak masalah untuk Indonesia. Anggota Komisi I, DPR Permadi menilai kasus-kasus perbatasan ini timbul karena pemerintah tidak tegas sehingga RI seringkali dilecehkan."Langkah yang diambil menurut saya kurang gereget dan kurang tegas," kata Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Permadi dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan sejumlah menteri di jajaran Polhukam, Senin (24/3/2008).Permadi berharap, menyangkut masalah perbatasan ini pemerintah segera mengambil langkah tegas agar Indonesia tidak lagi dilecehkan oleh negara-negara tetangga. Menurutnya sudah banyak sekali kasus seperti kapal nelayan Indonesia yang ditangkap di Ambalat tetapi pemerintah justru tidak melakukan tindakan apapun."Pemerintah seharusnya segara ambil tindakan tegas, agar kita tidak dilecehkan. Sudah banyak kasus kapal kita yang ditangkap di Ambalat, tapi kita tidak berbuat apapun," tambahnya.Terkait kasus Adnan Buyung dan juga mantan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh yang diperlakukan seperti TKI oleh pemerintah Singapura, lagi-lagi Permadi berpendapat pemerintah Indonesia tidak tegas."Langkah yang diambil pemerintah memang kurang greget dan kurang tegas," tandasnya.(lut)(fit)
WNI Direkrut Malaysia, Perbatasan Perlu Diperkuat
Rabu, 13 Februari 2008 - 21:10 wib
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertahanan (Dephan) mengajak departemen terkait untuk mengkaji penambahan kekuatan di sepanjang perbatasan.Hal itu menyusul adanya sejumlah warga negara Indonesia yang direkrut Malaysia untuk membantu mengamankan kedaulatan di daerah perbatasan RI-Malaysia."Satu-satunya solusi tidak lain adalah dengan menggelar dan menambah kekuatan pertahanan di sepanjang perbatasan baik oleh TNI, Polri maupun sipil, dengan melakukan kerjasama dan berkordinasi dengan departemen terkait lainnya," kata Juwono Sudarsono di Jakarta, Rabu (13/2/2008).Menhan mengatakan, berdasarkan pengamatannya, nilai yang dikejar oleh negara tetangga adalah tingginya nilai ekonomi di wilayah perbatasan yang dimiliki kedua negara untuk saling mempertahankan seperti kelapa sawit atau sumber daya alam lainnya.Karena itu, mengingat tingginya nilai ekonomi di perbatasan, maka Malaysia berupaya memperkuat wilayah tersebut dengan menggelar kekuatan dengan cara merekrut orang Indonesia untuk menjaga sumber daya potensial tersebut, demi untuk menjaga kepentingan mereka (Malaysia).Melihat kondisi demikian, pemerintah harus sepakat untuk menyiapkan kekuatan gelar pasukan di perbatasan, guna mengantisipasi masuknya kekuatan lawan yang merupakan orang-orang Indonesia sendiri."Bila tidak, maka lawan diperbatasan akan masuk dan mengerahkan kekuataanya dan yang berdasarkan pengamatan terakhir mereka menggunakan orang-orang kita sendiri," jelas Juwono.Bila memang pemerintah sepakat, maka harus disiapkan juga anggarannya seperti dari Depdagri, Deplu, Dephan, Mabes TNI, Polri, Menkeu, Mensos dan Kejaksaan Agung. Dengan harapan agar wilayah tersebut dapat benar-benar ditangani bersama sehingga nilai ekonomi dari kekayaan alam Indonesia benar-benar dapat diamankan.Karena itu, tambah Juwono, perkuatan pertahanan di perbatasan RI-Malaysia tidak saja merupakan masalah pertahanan tetapi juga masalah ekonomi, bagaimana masyarakat Indonesia di sepanjang perbatasan dapat hidup layak dan tidak tergiur untuk bergabung dengan Malaysia."Di sini berlaku hukum ekonomi, ketika mereka bisa membayar lebih maka akan banyak warga kita berpaling untuk membantu menjaga kedaulatan Malaysia di wilayah perbatasan," lanjutnya.Jadi, katanya, dengan perkuatan pengerahan pertahanan yang efektif dan utuh dengan memberdayakan seluruh instansi, maka Indonesia akan mempunyai sisi tawar yang lebih kuat dalam mengamankan wilayah perbatasannya dengan negara lain."Karena itu dalam waktu dekat pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Polhukam akan segera melakukan kajian secara menyeluruh untuk menghadirkan perkuatan pertahanan yang efektif dan utuh sehingga Indonesia bisa menjaga dan mengamankan wilayah perbatasannya serta sumber daya alam yang ada di dalamnya," kata Juwono.Juwono mengakui, selam ini diperbatasan Indonesia memang memiliki sengketa ekonomi seperti di Kalimantan Barat dan Ambalat. Tidak hanya itu, tenaga atau SDM Indonesia sangatlah kurang untuk dapat menghadir gelarkan kekuatan dari aparat polisi dan TNI."Kalo ada WNI yang terlibat Laskar Wataniyah karena mereka tergiur oleh imbalan yang ada, yang tidak bisa kita berikan. Maka jadilah fenomena ini," tuturnya.Karena itu, harap Juwono perlunya diupayakan daya tawar yang kuat agar kawasan-kawasan di perbatasan itu kembali ke tangan orang-orang Indonesia yang secara ekonomi dapat hidup tanpa tergiur dengan yang ditawarkan Malaysia.Berdasarkan data yang diperoleh, sedikitnya jumlah anggota laskar wataniyah Malaysia saat ini sekitar 40ribuan, dan memiliki lebih dari 100 pos di perbatasan. Itu tentunya melebihi pos yang dimiliki Indonesia khususnya di Kalimantan Timur yang baru tergelar 29-31 pos, sehingga belum semua wilayah perbatasan tercakup pengamanannya.Diharapkan dalam kurun waktu sampai dengan tahun 2008 secara bertahap jumlah pos pengamanan perbatasan sudah bertambah menjadi 203 pos. (Amril Amaru)
Alutsista 'Makan' Tentara
Selasa, 5 Februari 2008 - 16:35 wib
Fitra Iskandar - Okezone
Insiden tewasnya enam anggota Marinir saat mengadakan latihan tempur di perairan Situbondo, Surabaya membuat isu alat utama sistem persenjataan (alutsista) kembali mencuat. Ada kecurigaan bahwa kecelakaan tersebut berkaitan dengan rendahnya kualitas peralatan yang dimiliki TNI.Dugaan tersebut muncul setelah diketahui bahwa panser amphibi BTR-50 P yang nahas tersebut merupakan benda perang buatan Rusia tahun 1962. Kekhawatiran adanya dampak buruk dari penggunaan peralatan perang tua, secara implisit pernah meluncur dari Komandan Korps Marinir Mayjen TNI Safjen Noerhadi pada upacara pelepasan Dankormar di Bumi Marinir Karangpilang, Surabaya, Mei tahun lalu. Dalam kesempatan itu, dia menyatakan, akan mengusahakan membeli tank baru meski anggaran terbatas. Saat itu, Safjen pun mengakui bahwa tank yang dimiliki Marinir sudah terlalu tua.Usia peralatan yang sudah uzur, juga ditenggarai sebagai salah satu sebab kecelakaan pesawat Nomad P-833 milik TNI-AL yang terjatuh di perairan Sabang Nangroe Aceh Darusalam pada Minggu 20 Desember tahun lalu.Pesawat Nomad tersebut adalah produksi Australia dan dibuat pada tahun 1985. Meski menyatakan pesawat tersebut masih layak terbang, namun TNI-AL akhirnya memutuskan meng-grounded 12 Nomad lainnya dari 22 pesawat Nomad yang dimiliki. Dua kecelakaan yang dialami TNI-Al itu, sedikit atau banyak terkait dengan kondisi alutsista yang dimiliki TNI saat ini. Jika dicermati, banyaknya peralatan uzur yang tidak diperbaharui dengan peralatan yang lebih canggih dan baru, menimbulkan dilema tersendiri. Di satu sisi kita ingin memiliki militer yang kuat dan dapat digunakan sebagai tameng kedaulatan NKRI, namun di sisi lain, kebutuhan tersebut terkendala dengan "lemahnya" kemampuan pemerintah mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan peremajaan altusista TNI.Kita sendiri sering mencomooh kekuatan TNI yang kadang seperti macan ompong dalam menjalankan tugasnya. Gosip-gosip miring mulai dari obrolan warung kopi dan kritik anggota DPR kadang tak sedap didengar, karena begitu meremehkan TNI.Banyak cerita mengenai kelemahan TNI. Mulai dari cerita kapal-kapal ikan asing ilegal yang tak mampu dicegah TNI-AL, karena kapal ikan mereka lebih cepat dari kapal patroli TNI-AL, sampai humor mengenai TNI, yang digambarkan seperti institusi yang tidak hanya lemah namun konyol.Seseorang menulis humor Konflik antara Indonesia dan Malaysia dalammemperebutkan kawasan Ambalat: TNI menggunakan senjata-senjata kuno dari zaman Perang Dunia II dan sederhana, karena keterbatasan anggaran. Sedangkan tentara Malaysia menggunakan senjata canggih standar NATO yang dilengkapi pembidik inframerah. Sesudah tembak-menembak mereda, seorang prajurit TNI segera melapor pada pimpinannya: "Lapor, Komandan...tiga orang musuh sudah berhasilsaya tembak mati di tempat." "Bagus. Lalu, mana kesepuluh temanmu?" "Ditembak mati musuh, Komandan!" Si penulis kemudian memberi tambahan bahwa humornya ini tidak ditulis untuk menyinggung TNI namun agar anggaran TNI dinaikan. "Demi menjaga keutuhan NKRI," tulisnya. Masalah peremajaan di lingkungan TNI-AL pernah didengungkan Mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto. Dia menggagas program pembelian enam kapal selam, namun akhirnya dibatalkan oleh penerusnya karena alasan anggaran. TNI memang sebenarnya sudah mempunyai dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala. Tapi keduanya buatan Jerman Timur tahun 1970-an.Coba bandingkan, kabarnya, Malaysia pada 24 Oktober 2007 mendatangkan sebuah kapal selam baru jenis Scorpion dari Prancis, dan memesan satu lagi yang akan mereka terima pada 2009. Sedangkan Singapura sudah memiliki empat kapal selam buatan Swedia."Kita itu sudah banyak disepelekan dengan minimnya alutsista. Apakah kita akan terus seperti ini?" ujar Slamet kepada wartawan beberapa waktu lalu. Persoalan anggaran dan kejayaan TNI, memang seperti terus ditubrukan.Tak mudahh memang memilihnya, karena banyak persoalan lain mendesak, seperti pemberantasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur. Namun jawaban ada di tangan pemerintah dan DPR. Seperti humor di atas, kita tentu tidak mau tentara kita 'dihabisi' senjata sendiri. (fit)
llah/Sindo/jri)
Patroli Kapal Malaysia di Ambalat Berkurang
Jum'at, 11 Januari 2008 - 17:43 wib
Amir Tejo - Okezone
SURABAYA - Berdasarkan pantuan Armada Timur (Armatim) TNI AL RI, intensitas patroli Angkatan Laut Malaysia di Pulau Ambalat, yang masih sengketa, dalam beberapa bulan ini berkurang."Dalam beberapa bulan ini kapal Malaysia tampaknya sudah jarang patroli di perairan Ambalat," kata Kepala Dinas Penerangan Armatim TNI AL, Letkol Toni Syaiful kepada wartawan di Markas Armatim, Jumat (11/1/2008).TNI AL yang berada di lapangan dan angkatan laut Malaysia dalam beberapa waktu terakhr, menjalin komunikasi sebagai sesama korps angkatan laut untuk sepakat menahan diri. "Ya sudah lah, kita masing-masing menahan diri. Karena perundingan masih berjalan," kata Toni. Kejadian terakhir yang sempat panas adalah senggolan antara kapal TNI dengan kapal angkatan laut Malaysia. Jika pun ada kapal Malaysia yang masuk wilayah Pulau Ambalat, biasanya mereka masih mau diajak berdialog. "Jika masuk, mereka kita ajak ngomong. Dan posisi meriam biasanya masih tertutup terpal. Itu artinya mereka tidak mengajak perang," imbuh ToniUntuk mencegah agar pulau-pulau terluar tersebut tidak diklaim milik Malaysia, kata Toni, TNI AL menempatkan personelnya untuk menjaga agar tampak jika pulau tersebut milik Indonesia. Pengawasan ini juga termasuk juga dilakukan di Pulau Karang Gosong Niger sebelah barat Kalimantan Barat yang juga diklaim milik Malaysia."Pulau ini pulau Karang, kadang muncul, kadang tenggelam. Malaysia juga mengklaim pulau ini sebagai miliknya,"katanya. (uky)
Kapten dan 11 ABK Makmur Abadi Tiba di Armatim
Jum'at, 11 Januari 2008 - 16:51 wib
Amir Tejo - Okezone
SURABAYA - Sebanyak 11 anak buah kapal (ABK) dan kaptai Makmur Abadi yang menjadi korban pembajakan di Perairan Bilangbilangan, Kalimantan Timur, hari ini tiba di Pangkalan Armada Timur (Armatim) Surabaya."12 penumpang Makmur Abadi dalam keadaan selamat dan sehat," kata Mayor Laut Avianto Rosswirawan saat tiba di Armatim Surabaya, Jumat (11/1/2008).Drama pembajakan ini terjadi 22 Desember lalu saat Kapal Makmur Abadi I menaril Kapal Makmur Abadi V yang bermuatan 4.078 ton CPO melintas di perairan Pulau Bilang-Bilangan, Kalimantan Timur.Kapal yang memiliki rute Tanjung Redep, Kalimantan menuju Surabaya ini dihadang pembajak berjumlah tujuh orang. Setelah melumpuhkan Nahkoda Tongkang Makmur Abadi V, Mulin Wabula beserta 11 ABK TB Makmur I dan V. Perompak yang diketuai Renaldo (34) langsung menyekap dalam satu kamar dengan tangan dan kaki terikat.Untuk menyamarkan perompakan ini, komplotan Renaldo mengecat hitam kapal dan mengganyi nama dengan TB Ocean Line I dan TK Ocean Line II. Bahkan, merekapun sudah menyiapkan surat yang sesuai dengan kepemilikan kapal tersebut."Selanjutnya, kapal berputar haluan dan menuju arah labuhan, Malaysia," katanya.Menerima informasi adanya pembajakan tersebut, KRI Sutedi Senaputra yang dikomandoi Avianto dan 68 ABK langsung mengejar kapal tersebut. Kapal yang tengah berpatroli di perairan Ambalat ini berjalan dengan kekuatan penuh.Hanya membutuhkan waktu 15 jam, kapal TB Ocean Line I dan TB Ocean Line II berhasil ditemukan. Tujuh pembajak segera dilumpuhkan dan dilakukan penahanan, kemudian 12 orang ABK Tugboat segera dibebaskan dan diperintahkan naik ke geladak KRI Sutedi Senaputra. Dari hasil pemerikasaan diketahui bahwa seluruh dokumen kapal tersebut palsu, dan ditemukan pula dokumen asli kapal bernama TB Makmur Abadi-I dan TK Makmur Abadi-V.Kapal dan pembajak kemudian dikawal menuju Lanal Tarakan, Kalimantan dan selanjutnya akan bawa ke Surabaya untuk diproses secara hukum di Koarmatim atau Lantamal V.
(kem)
Catatan Redaksi
Tak Perlu Sosok, Tapi Punya Nyali Panglima
Senin, 26 November 2007 - 15:09 wib
Fetra Hariandja - Okezone
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengirim satu nama calon pengganti Panglima TNI ke DPR RI. Sosok yang akan mengganti Djoko Suyanto masih dirahasiakan. Secara posisi maka tiga kepala staf berpeluang sama menjadi Panglima. Ketiganya adalah Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI Djoko Santoso, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Sumardjono, dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Herman Prayitno.Keputusan final tetap menunggu keputusan Presiden SBY yang memiliki hak prerogatif. Namun ada wacana bahwa Djoko Santoso lah yang memiliki peluang terbesar untuk menjalani tugas sebagai Panglima TNI hingga 2009. Salah satunya bila SBY menerapkan sistem rotasi di tubuh TNI seperti diatur dalam seperti yang diatur dalam Pasal 13 Ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004, tentang TNI.Bila pola itu diterapkan secara sportif, maka nama yang sudah disodorkan SBY ke DPR kemungkinan adalah Djoko Santoso. Alasannya, Djoko Suyanto berasal dari korps TNI-AU yang sebelumnya menggantikan posisi Jenderal Endriartono Sutarto (TNI-AD). Endriartono sendiri ditunjuk meneruskan tugas Laksamana TNI Widodo AS (TNI AL).Bagi bangsa ini, sosok Panglima TNI bukan menjadi fokus utama. Dorongan agar Panglima TNI baru lebih berani merupakan wacana yang dibicarakan publik. Apalagi, Indonesia tengah menghadapi persoalan terkait posisi wilayah. Idealnya, Panglima TNI baru harus memiliki keberanian melawan gerakan negara lain yang ingin mencaplok sebagian wilayah Indonesia Kalangan pengamat menilai, sejumlah persoalan harus menjadi perhatian utama Panglima TNI baru. Berbagai tugas sangat berat yang dihadapi Panglima TNI adalah masalah perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste, Blok Ambalat, konflik Poso, konflik Timika, dan masa kerja Aceh Monitoring Mission (AMM).Bila kita bisa berandai-andai, SBY akan memilih Djoko Santoso, maka tugas berat tersebut rasanya pantas diambil TNI-AD. Lalu, TNI-AU dan TNI-AL mendukung kerja TNI-AD. Sehingga, konsolidasi internal di tubuh TNI berjalan dengan baik.Tentunya, strategi itu harus ditopang dengan nyali seorang Panglima TNI. Bila Panglima TNI baru nanti hanya sebatas menduduki jabatan yang kosong, bisa dipastikan persoalan besar yang tengah dihadapi Indonesia akan semakin berat. Bahkan, Indonesia yang sedianya merupakan negara kesatuan, berubah menjadi bangsa yang terpecah belah.Apakah bangsa Indonesia siap dengan kenyataan seperti berpisahnya Timor-Timor dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Kalau jawabnya cukup sekali, maka pilih Panglima yang memiliki nyali, bukan yang pandai melayani keinginan atasan. Panglima TNI baru harus memiliki sikap bila satu dai banyak persoalan harus ditempuh dengan mengangkat senjata.Bila nyali atau keberanian tidak dimiliki calon Panglima TNI baru, hendaknya sistem rotasi yang diatur UU diabaikan sementara. Soalnya, bangsa ini membutuhkan pemberani, bukan mencari pengganti yang menjadi orang nomor satu di Mebes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.
(fmh)
Panglima Baru Tidak Menjamin Perubahan di TNI
Senin, 26 November 2007 - 00:55 wib
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Permadi menilai, siapapun yang akan memimpin TNI menggantikan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto yang memasuki masa pensiun, tidak menjamin akan ada perubahan di TNI. Karena semua kebijakan, tergantung dari Presiden."Tidak menjamin Panglima yang baru dan yang dipilih dari angkatan manapun akan menjamin perubahan di TNI. Karena semua tergantung daripada arah kebijakan presiden yang mengatur. Kalau presidennya lemah yah, Panglima TNI juga ikut lemah," ujar Permadi, Minggu (25/11/2007).Permadi mengharapkan, kalau bisa ke depan Panglima TNI adalah orang yang dekat dengan rakyat, tidak seperti panglima yang sekarang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Menurut Angkatan Udara memang berbeda dengan angkatan lainnya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.Karena itu, menurutnya, akan sangat sulit Panglima TNI untuk menentukan satu kebijakan, bila presidennya memiliki kebijakan yang lain dan itu harus dituruti seperti yang dilakukan oleh Panglima TNI yang sekarang."Kalau presidennya masih seperti itu yah siapapun panglima TNI nya akan sulit juga. Karena nanti dia takut dipecat seperti KSAL Slamet Soebijanto yang dianggap bertentangan soal DCA," jelasnya.Diakuinya, Panglima TNI Djoko Suyanto adalah sosok pemimpin yang baik dan benar. Akan tetapi, bila selama memimpin tidak ada kemajuan sama sekali, dianggap tidak sukses. Bahkan beberapa kasus yang berkaitan dengan kedaulatan negara, Djoko dianggap tidak berani mengambil tindakan tegas, sebagai contoh Malaysia."Malaysia soal perbatasan tidak banyak yang dapat diperbuat, lalu dengan Timor-timur, PNG, kapal kita di Ambalat diserempet di Malaysia juga kita tidak berani berbuat apa-apa. Tetapi harus diakui memang Djoko Suyanto adalah orang baik dan orang baik belum tentu suskes," tandas dia.Sementara pengamat militer dan juga penulis buku 'Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal' Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, siapapun yang akan dipilih untuk menjabat sebagai Panglima TNI tentunya adalah orang-orang yang mampu memimpin dan tahu bagaimana kondisi TNI saat ini."Saya tidak mau mengomentari soal siapa yang paling tepat, sebab ini hak prerogatif presiden, dan yang tepat tentunya dia tahu apa yang baik untuk TNI kita," ujar Connie.Namun demikian, berdasarkan pengamatannya, penulis buku dan juga isteri mantan Pangkostrad Letjen TNI Jaja Suparman ini menilai, saat ini TNI diakui masih jauh dari ideal, dan perlu waktu dan kerja keras untuk mewujudkan TNI pada postur ideal, apalagi jika melihat tantangan dan ancaman ketahanan nasional.Sementara Kepala Dinas Penerangan Umum (Kadispenum) TNI Kolonel A Yani Basuki mengatakan, pergantian Panglima TNI diatur dalam ketentuan UU TNI No 34 tahun 2004. Mabes TNI hanya menyiapkan orang-orangnya dan memilih satu untuk diajukan ke presiden."Dapat bergiliran, tetapi tidak harus, yang terpenting semua memenuhi syarat dan tergantung kebijakan presiden," jelas A Yani. (Amril Amarullah/Sindo/jri)
Gus Choi: Semua Elemen Malaysia Memang Selalu Melecehkan Indonesia
Selasa, 9 Oktober 2007 - 11:49 wib
Siswanto - Okezone
JAKARTA - Ketua Fraksi PKB Effendi Choirie berkomentar mengenai sikap arogan yang kesekian kalinya dilakukan Malaysia. Bagi Effendi seluruh elemen di Malaysia memang tidak pernah menghormati Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat."Jadi begini Malaysia ini memang dari berbagai aspek melecehkan Indonesia dan selalu membangun persepsi yang buruk tentang Indonesia," kata Effendi di Gedung DPR, Kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (9/10/2007).Menurut Effendi, penyelesaian kasus tersebut tidak dapat dilakukan secara kasuistik. "Misalnya Ambalat, selesaikan dengan bertemu, nanti pasti akan muncul lagi," jelasnya.Maka itu, harus dilakukan berbagai cara antara lain, tidak mengirim TKI baik yang haram atau halal, baik legal atau ilegal. Lalu tidak usah mengirim pelajar dan mahasiswa. "Tak usah lagi orang sekolah ke Malaysia," tegasnya.Namun menurut pria yang akrab Gus Choi ini percuma media di Indonesia meramaikan kasus arogansi Malaysia, karena di sana akses untuk informasi sangat terbatas. "Perlu diketahui juga mereka tidak punya akses informasi Indonesia karena pemerintah tidak membolehkan berlangganan parabola, jadi kita bikin berita hiruk pikuk di sana tidak ada yang tahu," geram Gus Choi. (ahm)()
Panasnya Konflik Serumpun
Minggu, 2 September 2007 - 09:17 wib
ENDANG SURYADINATA - Okezone
Oleh: ENDANG SURYADINATA
Memanasnyakonflik Indonesia-Malaysia akibat pemukulan brutal Ketua Dewan Wasit KaratekaDonald Luther Kolopita oleh polisi Malaysia sangat menyentuh martabatdan harga diri bangsa kita.
Dari sisi humanisme ataukemanusiaan saja, pemukulan itu layak dikutuk oleh siapa pun tidak peduliagama, etnis, atau asal usul negaranya. Pemukulan sebiadab itu tidaksepantasnya dilakukan siapa pun yang menyebut diri sebagai manusia. Seharusnyapemerintah Malaysia takperlu dipaksa meminta maaf pada pemerintah dan rakyat Indonesia.
Apalagi seperti dikatakanPresiden SBY, permintaan maaf itu menyangkut kebudayaan. Manusia yang berbudayatidak perlu didorong-dorong untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan.Manusia yang berbudaya atau beradab akan mengulurkan tangan pertama untuksegera meminta maaf karena nuraninya terasah bahwa ada yang tidak beres dalamkomunikasi dan relasinya dengan sesama. Dalam level hubungan antarbangsa,apalagi serumpun, tampaknya para pemegang kekuasaan di Malaysiasungguh tidak memahami perasaan terluka dan kemarahan bangsa ini sepertiditunjukkan dalam berbagai unjuk rasa di Tanah Air gara-gara pemukulan atasDonald (SINDO 30/8).
The Clash Within Civilizations
Berbagai analisis bisadibuat untuk memotret kasus pemukulan yang telah merusak hubungan RI-Malaysiaitu. Apa yang terjadi dalam relasi RI-Malaysia belakangan ini semakinmembenarkan tesis The clash within civilizations dari Dieter Senghaas, gurubesar Universitas Tubingen Jerman. Dalam bukunya The Clash within Civilizations(terbitan Routledge, London, 2002, terjemahan dari edisi asli berbahasa Jermanyang diterbitkan Suhrkamp Verlag Frankfurt 1998) disebutkan bahwa sejarah duniaseringkali banyak dikejutkan oleh konflik, benturan, atau bahkan perang dalaminternal suatu peradaban yang sama.
Tentu saja tesis ini tidakhendak meremehkan hebatnya tesis The clash of civilizations atau benturanantarperadaban dari Samuel P Huntington yang sudah seringkali dibahas di mediakita. Seperti kita tahu, RI dan Malaysiamerupakan serumpun, sama-sama suku bangsa Melayu. Sejarah menunjukkan konflikterus berulang dalam siklus atau kurun waktu tertentu sejak kedua negaraberdiri (RI pada 17 Agustus 1945 dan Malaysia pada 31 Agustus 1957). Yangterbesar adalah Konfrontasi RI-Malaysia, gara-gara Malaysia menggabungkanBrunei, Sabah, dan Sarawak dalam Federasi Malaysia yang resmi dibentuk pada 16September 1963. Bruneimenolak bergabung dan Singapura keluar pada 9 Agustus 1965, setelah dua tahunbergabung.
Menurut Bung Karno, federasiitu skenario imperialis Inggris. Apa pun membakar kedua negara baik di leveldiplomasi maupun di lapangan. Saat PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidaktetap, Bung Karno memutuskan RI keluar dari PBB dan mencoba membentukConference of New Emerging Forces, Conefo atau Konferensi Kekuatan Baru. Duniaolahraga pun juga ikut terseret. Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karnomenggelar Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang berlangsung di Senayanpada 10–22 November 1963. Sementara itu, pada 28 Juni 1965, pasukan Indonesiadibantu Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok menyeberangi perbatasan masuk ketimur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah, dan berhadapan dengan Regimen AskarMelayu Di Raja. Malaysiameminta pasukan Australiauntuk ditempatkan di Kalimantan Utara dan menjadikan jumlah pasukanPersemakmuran meningkat menjadi 14.000 orang. Indonesia pun kalah.
Bersamaan dengan peristiwaG30 S PKI 1965, konfrontasi RI-Malaysiadiam-diam menurun tensinya. Naiknya Jenderal Soeharto yang mendapat dukunganAS, Inggris, dan Australiamembuat konfrontasi dengan Malaysiatak dilanjutkan. Bahkan, sejak 28 Mei 1966 antara Indonesiadan Malaysiasepakat mengakhiri konflik. Kedua negara bahkan menjadi penyokong utamaterbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Hampir selama 32 tahun PakHarto berkuasa di negeri ini, relasi RI-Malaysia tampak harmonis.
Indonesia pun mengekspor guru-guru padadekade 1970-an dan ikut mencerdaskan negeri jiran kita. Sementara mulaipertengahan dekade 80-an dan 90-an, Indonesia mengekspor TKI, khususnyapara kuli bangunan yang ikut mendirikan banyak proyek dan bangunan di Malaysia.Tak lupa juga para pembantu rumah tangga. Jumlah TKI/TKW Indonesia mencapai 1,8juta orang dan per tahun membawa devisa Rp24 triliun.
Bom Waktu TKI hingga Kasus EPL
Entah mengapa, sejak merasamaju dan bisa melebihi Indonesia,arogansi warga Malaysiakian menjadi. Mereka menyebut warga kita yang bekerja di sana sebagai ”orang Indon” sebuah sebutanyang menghina. Hinaan juga diwujudkan dalam tindakan. Bukan hanya memukulDonald, tapi juga menganiaya serta memperkosa para TKI. Sejak tahun 2004setidaknya ada 15 kasus penganiayaan dan pemerkosaan terhadap tenaga kerjaIndonesia (TKI) di Malaysia yang belum disidangkan. Beberapa di antaranyaadalah kasus penganiayaan Nirmala Bonat, Darmilah, Ceriyati, dan penyiksaan yangmenewaskan Kurniasih. Mantan Menlu Ali Alatas mengingatkan soal TKI ini bisamenjadi bom waktu yang siap meledak lebih besar lagi daripada kasus pemukulanDonald, jika tidak segera diselesaikan kedua pihak.
Tentu masih banyak bomwaktu lain antara RI dan Malaysia,seperi kasus Ambalat yang sempat memanas pada 2005 lalu. Lalu kasus dalangteroris asal Malaysiaseperti Noordin M Top yang belum tertangkap dan terus membujuk orang-orang mudakita. Masalah lain adalah persaingan di sektor pariwisata, bisnis, dan hakpaten yang menampakkan sisi arogan Malaysia. Seperti kita tahu, batiksudah dipatenkan Malaysiasebagai karya mereka. Apa yang ditunjukkan Malaysia seharusnya bukan hanyamembuat rasa nasionalisme kita tersentil. Bukan seperti aksi sweeping warga Malaysiadi negeri kita. Sweeping hanya akan mencoreng RI di mata dunia. Meski selamanyaakan selalu ada potensi konflik serumpun, tapi kita juga sadar ada jalan atausolusi untuk mengatasi konflik. Jadi dialog kebudayaan dan diplomasi politikatau kerja sama dalam berbagai bidang lain harus terus dibina guna meminimalkansetiap potensi konflik.
ENDANG SURYADINATA Peminat sejarah Indonesia-Belanda, Alumnus Erasmus Universiteit Rotterdam

Permintaan Maaf Pak Lah Salahi Aturan Diplomasi
Sabtu, 1 September 2007 - 10:11 wib
Aries Setiawan - Okezone
JAKARTA - Permohonan maaf PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi kepada Presiden SBY melalui sambungan telepon telah menyalahi aturan dalam diplomasi antarnegara. Pasalnya, permintaan maaf itu baru disampaikan setelah Malaysia mendapat banyak tekanan-tekanan dari berbagai pihak di Indonesia. “Kesalahan besar diplomasi. Tidak memperlihatkan good will. Itu merefleksikan arogansi hubungan yang diperlihatkan Malaysia,” nilai pengamat Hukum Internasional Jawahir Thontowi saat dihubungi okezone di Jakarta, Sabtu (1/9/2007). Dalam hubungan internasional, kata Jawahir, Malaysia sudah memperlihatkan agresifitasnya yang dominan terhadap Indonesia. Ini terlihat dari contoh kasus Ambalat, Sipadan, dan Ligitan yang diklaim sebagai bagian dari wilayah negaranya. “Kita harus dapat mengendalikan sikap agresif Malaysia,” usul Direktur Pusat Pembangunan Hukum Lokal FH UI Yogyakarta ini. Dia mengakui hubungan bilateral kedua Negara ini sangat penting. Mengingat banyaknya permasalahan yang dialami seperti trafficking, teroris, dan pelecehan-pelecehan yang terjadi terhadap TKI. “Seperti terorisme, masalah yang harus diselesaikan bersama,” terangnya. Untuk itu, kedua negara harus selalu melakukan upaya berunding dalam konteks hubungan internasional. “Sehingga, setiap permasalahan yang ada dapat segera diperbaiki,” pungkasnya. (uky)
Nasionalisme Media Massa Kita
Jum'at, 31 Agustus 2007 - 10:09 wib
Triyono Lukmantoro - Okezone
Oleh: Triyono Lukmantoro
Kondisi tubuh Ketua DewanWasit Indonesiadalam Kejuaraan Karate Asia Donald Luther Kolopita demikian mengenaskan. Matamerah, luka lebam, tulang patah, dan kemaluannya membengkak. Tanpa tahu apa-apa, Donalddianiaya oleh oknum polisi Malaysia.Peristiwa tragis itu menimbulkan keprihatinan semua pihak. Kalangan pejabattinggi kita menyatakan keprihatinan mereka. Tidak kalah tegas adalah responsyang diberikan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Adhyaksa Dault yangmenyatakan kejadian itu menjadikan rasa nasionalisme kita bangkit. Seluruh kejadian itu kitaketahui dari pemberitaan media massa.Reaksi masif yang berisi kecaman, kutukan, dan luapan nasionalisme pun denganseketika mencuat dengan kencang. Begitulah, media memang memiliki kekuatan yangefektif dalam membangkitkan nasionalisme, terlebih lagi jika martabat dankedaulatan Indonesiasedang diserang oleh bangsa asing.
Bahkan, harus dikatakankelahiran media nasional kita memang tidak terlepas dari rasa kebangsaan itusendiri. Sebagai bukti konkret adalah kemunculan secara historis dan fenomenalmedia televisi kita. Kelahiran televisi di Indonesia berkaitan erat denganpemupukan ideologi nasionalisme. Saat itu, pada 1962, menjelang pelaksanaanASEAN Games yang keempat, Presiden Soekarno sangat yakin bahwa televisidiperlukan untuk membuktikan reputasi negara ini dalam konstelasi politikinternasional.
Secara lebih tegas, KrishnaSen dan David T Hill (dalam Televisi,Budaya dan Politik di Indonesia, 2001: 126) menyatakan bahwa Soekarnobertaruh untuk sebuah peran panggung di dunia. Hal ini berarti Indonesia harusditelevisikan agar dunia dapat menyaksikannya.
Namun, apakah pada momentumperpolitikan saat ini televisi dan media massayang lain masih menjadi agen nasionalisme? Jawabannya, ya! Jika pada eraSoekarno televisi sengaja diposisikan dalam konteks hubungan politikinternasional, saat ini televisi lebih berperan memperkuat paham kebangsaan itusecara internal (dalam wilayah negara dan bangsa Indonesia sendiri).
Fenomena ini dapat dilihatketika Indonesiaditimpa isu separatisme. Contohnya, sorotan media terhadap kasus penyusupanpara aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) yang menyamar sebagai para penariCakalele yang berupaya membentangkan bendera Benang Raja ketika Presiden SusiloBambang Yudhoyono membuka acara Hari Keluarga Nasional ke-14 di Ambon, 29 Juni2007.
Stasiun-stasiun televisidan media cetak cenderung menunjukkan kecaman bahkan kutukan terhadap perilakuitu. Demikian pula saat bendera Bintang Kejora ditampilkan dalam sebuah acaraadat di Papua. Semua jenis media memberikan tanggapan yang kritis. Tidakterkecuali ketika terjadi penurunan dan pembakaran bendera Merah Putih disejumlah wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Media massa kita memberitakan peristiwa itu danlebih berpihak pada kepentingan nasionalisme. Pendapat-pendapat yang menyatakanagar pelaku perusakan bendera kebangsaan itu ditindak tegas mendapatkan tempatyang istimewa dalam pemberitaan media.
Menunjukkan Konsistensi
Konklusinya, media massa kita menunjukkankonsistensi dalam mengobarkan ideologi nasionalisme. Bahkan, lembaga medialebih berani dan sangat terbuka dalam memihak nasionalisme ketimbang pihakpemerintah atau rezim politik yang berkuasa.
Hal ini merupakan kewajarankarena media massamempunyai kebebasan dalam mengekspresikan arus gagasan yang sedang menjadikecenderungan umum. Pola-pola untuk menunjukkan nasionalisme yang gigih semakindijalankan media kita ketika martabat bangsa Indonesia diserang bangsa lain.
Hal ini terbukti pada saatada tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang mendapatkan siksaan atauderaan dari para majikannya. Simaklah bagaimana Menteri Penerangan MalaysiaDato’ Zainuddin Maidin mengkritik pemberitaan pers di Indonesia yang dianggap terlalu menonjolkankasus-kasus kekerasan yang dialami kalangan TKI di sana.
Padahal, menurutnya,kasus-kasus kekerasan itu hanya kecil, sekitar satu persen saja. Fenomenatersebut menegaskan bahwa media memiliki otonomi relatif untuk menunjukkansikapnya terhadap kebijakan luar negeri dari negara lain. Hal ini berkebalikandengan pihak pemerintah yang harus menjaga tata krama diplomatik ketikaterlibat dalam jalinan hubungan internasional.
Gejala semacam ini dapatdisimak pula dalam kasus persengketaan Blok Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia. Ketika itu, awal 2005,media menjadi perangkat yang sangat ekspresif dalam mengartikulasikan kegeramanmasyarakat untuk mengganyang negeri jiran itu. Melalui pemberitaannya, mediamembingkai gagasannya untuk mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).Idiom ”NKRI sebagai harga mati” atau ”NKRI sudah final”, yang lazim dianutkalangan nasionalis ortodoks, mendapatkan sokongan yang sempurna dari pihakmedia kita.
Imagined Community
Penganiayaan terhadapwasit, pelecehan terhadap buruh, penggambaran tokoh yang berisi pelecehan dalamkartun editorial, dan peristiwa-peristiwa lain yang berisi serangan terhadapharga diri bangsa, pada mulanya tidak diketahui masyarakat. Ketika seluruhkejadian itu ditayangkan televisi dan dibahas mendalam media cetak, lahirlahmasyarakat yang dibayangkan (imaginedcommunity).
Berita-berita yangdisajikan media pun menjadi representasi dari aspirasi-aspirasi publik. Padatitik itulah nasionalisme dapat terbentuk dengan mudah. Sebab, nasionalismebukanlah ideologi yang muncul secara alamiah. Nasionalisme adalah produk atauciptaan dari masyarakat yang anggota-anggotanya secara individual belum tentupernah bertemu dan membuat kesepakatan, tapi merasakan emosi persaudaraan yangsederajat.
Dalam situasi yang relatifaman, yang bermakna sebagai tidak ada gerakan separatisme yang bermunculan danprovokasi dari negara-negara lain, nasionalisme media ditunjukkan denganmengkritik pemerintah, misalnya saja mengekspos kinerja kalangan pejabat negarayang tidak maksimal dalam melayani masyarakat. Selain itu, nasionalisme jugadiperlihatkan media dengan menyoroti dan membela korban-korban yang berjatuhanakibat kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat. Itulah nasionalismemedia massakita yang selalu bersifat kontekstual. (*)
Triyono Lukmantoro Pengajar Sosiologi Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang
Gus Choi Ingatkan Malaysia Dulu Berguru ke Indonesia
Jum'at, 31 Agustus 2007 - 11:32 wib
Siswanto - Okezone
JAKARTA - Meski Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi sudah menelpon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan meminta maaf, rasa kecewa tampaknya masih belum pulih. Malaysia dianggap sebagai negara yang sombong dan tidak tahu diri."Bangsa Indoneisa membantu berbagai hal seperti infrastruktur, universitas yang berdiri di sana ikut dirintis dan dibantu oleh kaum terdidik Indonesia, itu real," ingat anggota Komisi I DPR Effendi Choirie dalam orasinya di depan Kedubes Malaysia, Jakarta, Jumat (31/8/2007).Effendi menambahkan, meski Indonesia berperan besar dalam membantu Malaysia maju seperti saat ini, tapi mereka tidak pernah tahu diri dan mengucapkan terima kasih. "Faktanya, Anda semua tidak menghormati. Seperti kasus Ambalat, tentara Anda tidak menghargai daerah perbatasan," jelas pria yang akrab disapa Gus Choi ini.Effendi meminta kepada pemerintah Malaysia untuk mengubah pola pikir serta sikap yang arogan, padahal mengaku sebagai bangsa yang besar. "Ubah sikap mental pola pikir Anda. Pembelaan Anda tidak merepresentasikan terhadap TKI yang mendapat penderitaan, tunjukan ke dunia internasional, bahwa Anda bangsa yang besar," tutup Gus Choi. (ahm)()
Ketua Golkar Siap Kirim Pamswakarsa ke Malaysia
Kamis, 30 Agustus 2007 - 17:28 wib
SINDO - Okezone
YOGYAKARTA - Ketua DPD Partai Golkar DIY, GandungPardiman, siap mengirimkan pasukan swakarsanya ke perbatasan Malaysia jikahubungan Indonesia-Malaysia kian renggang, menyusul pemukulan wasit karate asalIndonesia Donald Peter Luther Kolopita oleh polisi Malaysia beberapa waktulalu.
Gandung mengungkapkan, pihaknya siap mengirimkan 300 orang kepercayaannya untukmembantu pihak Indonesiamemperjuangkan harga dirinya. "Kami siap kirimkan relawan yang pernah kami kirimkan pada saat kisruhBlok Ambalat beberapa waktu lalu," ungkap Gandung, di Gedung DPRD DIY,Kamis (30/8/2007) siang.Gandung yang juga Wakil Ketua DPRD DIY, Kamis siang menerima kedatanganpengurus Institut Karatedo Nasional (Inkanas) dan Inkai (Institut KaratedoIndonesia) Pengda DIY, di gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro, Yogyakarta. Kedatangan Inkanas dan Inkai dalam rangka menyampaikan pernyataan sikapmengecam tindakan polisi Malaysiayang telah menganiaya wasit karate asal Indonesia Donald Peter Luther Kolopitabeberapa saat lalu.Salah satu orator sekaligus anggota majelis sabuk hitam Inkanas, Arifinmenyatakan sikapnya mengecam dan meminta Indonesiamengusut tuntas kasus pemukulan wasit karate di Malaysia dan sejumlah kasuspenganiayaan terhadap TKI Indonesia di Malaysia. "Ini semacam mengibarkan bendera perang dengan Malaysia," kata Arifin.Dengan hanya mengharap pihak Malaysiameminta maaf ke Indonesia,secara konteks Indonesiadianggap lebih rendah martabatnya dibanding Malaysia. Menangapi hal itu, Gandung Pardiman menyatakan sepakat jika dalam waktu dekattidak ada pernyataan sikap dari Malaysia, DPRD DIY mendukung pihak Inkai maupunInkanas untuk mengerahkan massa aksi di Yogyakarta.Bahkan Gandung menyatakan tidak bisa mencegah jika harus terjadi sweeping wargaMalaysia di Yogyakarta.Bagi Gandung, sudah terlalu banyak kasus penghinaan negara Indonesia oleh Malaysia. (moch fauzimiftah/sindo/jri)
Ketua Golkar Siap Kirim Pasukan ke Malaysia
Kamis, 30 Agustus 2007 - 15:48 wib
Sindo/Moch Fauzi Miftah - Okezone
YOGYAKARTA - Ketua DPD Partai Golkar DIY, Gandung Pardiman, siap mengirimkan pasukan swakarsanya ke perbatasan Malaysia jika hubungan Indonesia-Malaysia kian renggang, menyusul pemukulan wasit karate asal Indonesia Donald Peter Luther Kolopita oleh polisi Malaysia beberapa waktu lalu.Gandung mengungkapkan, pihaknya siap mengirimkan 300 orang kepercayaannya untuk membantu pihak Indonesia memperjuangkan harga dirinya. "Kami siap kirimkan relawan yang pernah kami kirimkan pada saat kisruh Blok Ambalat beberapa waktu lalu," ungkap Gandung, di Gedung DPRD DIY, Kamis (30/8/2007) siang.Gandung yang juga Wakil Ketua DPRD DIY, Kamis siang menerima kedatangan pengurus Institut Karatedo Nasional (Inkanas) dan Inkai (Institut Karatedo Indonesia) Pengda DIY, di gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro, Yogyakarta. Kedatangan Inkanas dan Inkai dalam rangka menyampaikan pernyataan sikap mengecam tindakan polisi Malaysia yang telah menganiaya wasit karate asal Indonesia Donald Peter Luther Kolopita beberapa saat lalu.Salah satu orator sekaligus anggota majelis sabuk hitam Inkanas, Arifin menyatakan sikapnya mengecam dan meminta Indonesia mengusut tuntas kasus pemukulan wasit karate di Malaysia dan sejumlah kasus penganiayaan terhadap TKI Indonesia di Malaysia. "Ini semacam mengibarkan bendera perang dengan Malaysia," kata Arifin.Dengan hanya mengharap pihak Malaysia meminta maaf ke Indonesia, secara konteks Indonesia dianggap lebih rendah martabatnya dibanding Malaysia. Menangapi hal itu, Gandung Pardiman menyatakan sepakat jika dalam waktu dekat tidak ada pernyataan sikap dari Malaysia, DPRD DIY mendukung pihak Inkai maupun Inkanas untuk mengerahkan massa aksi di Yogyakarta.Bahkan Gandung menyatakan tidak bisa mencegah jika harus terjadi sweeping warga Malaysia di Yogyakarta.Bagi Gandung, sudah terlalu banyak kasus penghinaan negara Indonesia oleh Malaysia. (moch fauzi miftah/sindo/jri)()

Analisis
Pasang-Surut Hubungan Indonesia - Malaysia
Kamis, 30 Agustus 2007 - 09:58 wib
SINDO - Okezone
Hubungan Indonesia-Malaysia kembali memanas setelah pemukulanbrutal Ketua Dewan Wasit Karateka Donald Luther Kolopita oleh polisi Malaysiadi Kota Nilai, Negeri Sembilan,Malaysia.
Berbagai reaksi bermunculan, baikdari Menegpora maupun beberapa anggota DPR. Demonstrasi besar-besaran punterjadi pada 29 Agustus 2007. Semua mengecam tindakan oknum polisi Malaysia tersebut karena di samping tidakmenghargai tamu pemerintah, Donald telah menjadi korban akibat main hakimsendiri polisi Malaysia.Bahkan, kemarin beberapa anggota DPR mendesak Pemerintah Indonesia menurunkan derajat hubungan diplomatikantara Indonesia dan Malaysia.
Dalam konteks Malaysia, pemukulan terhadap orang asing olehpolisi merupakan hal yang belum pernah terjadi, di samping polisi Malaysiadikenal berbudaya, juga selama ini sangat menghargai tamu asing. Namun,memangharus diakui bahwa masih ada kelompok masyarakat Malaysiayang memandang bangsa Indonesiadengan sebelah mata dan polisi Malaysiaadalah salah satu komponen yang masuk dalam kelompok ini. Hal ini mungkinkarena sehari-hari polisi Malaysiamenangani TKI yang bermasalah dan pendatang haram dari Indonesiasehingga sikap menganggap rendah itu sudah menjadi budaya sehari-hari.
Mungkin karena Donald ini dianggap”orang Indon” (sebutan orang Malaysiauntuk TKI) maka persepsi di benak polisi ini refleks dan tanpa tanya-tanyalangsung memukul. Sebagai seorang karateka, tentunya gerakan Donald pun refleksmembalas, sehingga terjadi perkelahian empat polisi lawan satu orang.Seharusnya, jika polisi Malaysiatersebut berlaku sopan dan menanyakan identitas Donald, hal ini bisa dihindari.Namun, menurut kesaksian, Donald sudah menunjukkan identitas diri tamu dandewan wasit karateka Tetapi, dasar polisi Malaysia yang sudah punya stigmanegatif terhadap orang Indonesia, tanpa pikir panjang pemukulan terus berlanjutdi kantor polisi.
Permintaan maaf Malaysiasebenarnya wajar saja dalam hubungan diplomatik. Berhubung ini kejadian luarbiasa,seharusnya Malaysiajuga mengambil langkahlangkah diplomatik yang luar biasa pula.Apalagi Malaysia sendiri sudah mengakui bahwa dalamkasus ini pihak kepolisian Malaysiaadalah pihak yang salah. Minimal dalam hal ini pihak kepolisian Malaysia sejak awal meminta maaf kepada keluargaDonald dan bangsa Indonesia.Andaikata sikap ini yang diambil Malaysia, saya yakin ketegangan initidak akan berlanjut.
Hubungan Indonesia-Malaysiabelakangan ini mengalami pasang surut. Belum tuntas lagi mengenai kasusperbatasan di kawasan Ambalat, masalah perlakuan majikan Malaysia terhadap buruh migran Indonesia atauTKI,dalam persoalan illegal logging kini muncul masalah baru. Ada beberapa sebab mengapa setiap pertikaianselalu tidak diselesaikan secara tuntas. Pertama, kedua negara Indonesia-Malaysia sangat menyadari bahwa hubungan serumpun dan hubungan bertetanggabaik, selalu dijaga sehingga jangan sampai terjadinya hubungan yang palingparah seperti pengalaman konfrontasi.
Kedua, harus diakui sudah menjadikebiasaan kedua negara selalu menunda bahkan menutupi perbedaan- perbedaan yangmuncul.Ketiga, dalam hubungan ASEAN harus kita akui bahwa Indonesia danMalaysia merupakan benteng penyangga keutuhan ASEAN sehingga kesadaran itulahkedua pemimpin selalu menjaga keutuhan hubungan diplomatik. Sindrom konfrontasiantara Indonesia dan Malaysiatampaknya selalu menjadi penjaga hati pemimpin kedua negara.Pengalaman pahitmasa konfrontasi rupanya sudah menjadi kesepakatan kedua negara jangan sampaiterulang lagi. Kesadaran-kesadaran seperti inilah yang menyebabkan setiapterjadi ketegangan antara kedua negara tidak sampai berlarut-larut dan biasanyadiakhiri dengan pertemuan kedua pemimpin.
Namun, harus kita sadari menutupikelemahan- kelemahan dalam diplomatik bukanlah solusi yg terbaik. Karena itu,rasionalitas hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia seharusnya menjadi prinsiphubungan ke depan.Dalam hal ini, persoalan-persoalan yang masih ada dalamhubungan Indonesia- Malaysia hendaknya diselesaikan secara tuntas, bukandiakhiri dengan pertemuan silaturahmi kedua pemimpin. Untuk itu, Indonesia-Malaysia sebaiknya membuat tim khusus yang bekerja secara komprehensif mampumenuntaskan masalah yang ada. Hubungan seperti ini dapat terjalin jika keduapemimpin kedua negara memiliki komitmen bersama.
Dalam kasus pemukulan Donald,pemerintah Malaysiasebaiknya lebih peka dengan hati masyarakat Indonesia yang merasa terluka.Rasanya tidaklah terlalu salah jika pihak Malaysiasesegera mungkin melakukan minta maaf kepada Indonesia terhadap kasus tersebut.Jika tidak, saya yakin hubungan tersebut akan menjadi ketegangan yang sangatserius. *) Pengamat PolCurhat Soal Konflik Ambalat
Effendi Pernah Dipantati Tentara Malaysia
Selasa, 12 Juni 2007 - 13:01 wib
SINDO/Dian Widianarko - Okezone
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Effendi Choirie curhat kepada anggota parlemen di Malaysia yang melakukan kunjungan persahabatan di PKB. Dalam curhat tersebut, Effendi menceritakan kalau dirinya beserta anggota Komisi I DPR lainnya pernah dipantati tentara Diraja Malaysia ketika perseteruan soal Blok Ambalat sedang memanas."Waktu itu saya dan beberapa anggota Komisi I DPR lainnya pergi ke Blok Ambalat untuk melihat ke lapangan. Di sana kita bertemu dengan tentara Diraja Malaysia. Waktu itu sempat ada ketegangan untuk mempertahankan wilayahnya masing-masing. Eh..tidak tahunya tentara Malaysia tiba-tiba telanjang dan memamerkan pantat ke arah kita. Saya bilang ke TNI untuk tembak saja, tapi mereka khawatir akan berbuntut panjang akhirnya tidak jadi ditembak," beber Effendi Hal itu dikatakan Effendi kepada pimpinan rombongan parlemen Malaysia Datuk Raja Ahmad Zainuddin bin Raja Haji Omar di kantor DPP PKB Jalan Kalibata Timur, Jakarta, Selasa (12/6/2007).Mendapat cerita mengejutkan itu, Datuk Muhammad mencoba untuk berkilah. "Wah saya baru tahu kalau terjadi seperti itu," terang Datuk Muhammad. "Ya memang saya tidak pernah cerita ke mana-mana," timpal Effendi.Effendi Choirie yang pernah menulis karya ilmiah mengenai UMNO di Malaysia ini menilai generasi muda Malaysia memang cenderung sombong kepada Indonesia. "Mereka menganggap dirinya didikan Inggris, Indonesia ini apa," jelas Effendi.Akhirnya cerita Effendi pun terhenti karena perwakilan parlemen Malaysia akan melanjutkan perjalanannya ke partai-partai lain di Indonesia. (dian widianarko/SINDO/ahm)
Tak Ingin Kecolongan, TNI Perketat Penjagaan di Ambalat
Senin, 9 April 2007 - 11:41 wib
JAKARTA - Tak ingin Kepulauan Ambalat 'dikangkangi' pihak asing, TNI sudah mulai berjaga-jaga. Bahkan penjagaan kali ini lebih diperketat dari penjagaan sebelumnya.Hal tersebut diungkapkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Herman Prayitno usai menghadiri acara HUT ke-61 TNI AU di Landasan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Senin (9/4/2007).Menurut Herman saat ini dua angkatan di TNI baik darat dan udara diterjunkan langsung untuk melakukan pengamanan rutin. "Penjagaan ini juga dikoordinasikan dengan tiga Matra," jelas Herman.Beberapa waktu lalu di Kepulauan Ambalat sempat terjadi ketegangan antara angkatan perang RI dan Malaysia. Bahkan pertemuan di blok Ambalat itu nyaris terjadi baku tembak. (ahm)
Sikapi Perbatasan RI Harus Perkuat Diplomasi
Selasa, 13 Maret 2007 - 17:21 wib
Trijaya/sukmo wibowo - Okezone
JAKARTA - Gubernur Lemhannas Muladi menyatakan, pemerintah Indonesia harus dapat memperkuat jajaran diplomasi. Mengingat dalam beberapa kasus perbatasan, Indonesia selalu kalah."Caranya, dengan mempersiapkan diri secara pro aktif dan menyiapkan pakar-pakar hukum internasional untuk mempersiapakan aspek yuridisnya. Bahkan, kalau perlu memberikan training kepada dipolomat-diplomat muda," ujar Muladi di Kantor Lemhannas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (13/3/2007).Dia menjelaskan, kekalahan tersebut karena pemerintah belum siap. Menyinggung provokasi yang dilakukan angkatan perang Malaysia di Ambalat, Muladi melihat pemerintah harus memberikan peringatan melalui jalur diplomatik."Selain itu, DPR diminta agar jangan ragu-ragu untuk memberikan anggaran kepada angkatan bersenjata Indonesia sehingga kuat," imbuhnya. (sukmo wibowo/Trijaya/kem)
TNI Sangkal Lemah Awasi Perbatasan
Senin, 5 Maret 2007 - 16:08 wib
JAKARTA - Bebas berseliwerannya kapal Malaysia di perairan Ambalat beberapa waktu lalu membuat banyak kalangan menilai sebagai akibat dari lemahnya pengawasan TNI. Namun, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menepis hal tersebut."Jangan anggap TNI lemah, tidak ada itu. Kalau memang ada perang, saya yang akan di depan dan akan sopiri pesawat sendiri, Kasad sopiri tank sendiri dan Kasal yang sopiri kapal sendiri," ujar Djoko usai rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2007).Dia menambahkan, untuk saat ini pihaknya masih menunggu langkah lanjutan dari pemerintah dan DPR. "Selama policy pemerintah seperti itu (diplomasi), TNI masak mau perang sendiri," imbuhnya.Namun pihaknya merasa senang dengan jalur diplomasi yang ditempuh pemerintah saat ini. "Begitu ada komunikasi dari TNI kita di perbatasan, mereka langsung pergi," tukasnya.
TNI AL Terjunkan 3 Pesawat di Ambalat
Jum'at, 2 Maret 2007 - 14:05 wib
Trijaya/Nico Aquaresta - Okezone
BANDUNG - Situasi Blok Ambalat yang sempat memperburuk hubungan bilateral antara RI dan Malaysia beberapa waktu yang lalu, kini kembali menghangat. Selain menerjunkan sejumlah KRI, TNI AL menerjunkan tiga pesawat ke wilayah itu.Ketiga pesawat tersebut yaitu 1 pesawat NC-212 Maritime Patrol Aircraft(MPA) dan 2 pesawat nomad. Menurut Komandan Pusat Penerbangan TNI AL Marsekal Pertama TNI Sumartono, ketiga pesawat milik TNI-AL itu hanya bertugas untuk mengumpulkan data.Meski demikian, menurut dia, situasi di blok Ambalat saat ini relatif biasa. "Tidak ada eskalasi yang meningkat di wilayah Ambalat," ujar Sumartono di sela serah terima helikopter NBO-105 dari PT Dirgantara Indonesia kepada TNI-AL yang berlangsung di Hanggar Aircraft PT DI, Jalan Padjadjaran Bandung, Jawa barat, Jum'at(2/3/2007. Lebih lanjut Sumartono menandaskan, hingga saat ini TNI-AL belum berencana mengoperasikan pesawat tambahan di Blok Ambalat. (nico aquaresta/Trijaya/jri)
Pemerintah Tidak Tegas Menangani Kasus Ambalat
Jum'at, 2 Maret 2007 - 08:31 wib
Mamik Sutarmi - Okezone
JAKARTA - Pelanggran batas wilayah yang dilakukan oleh Kapal Perang Malaysia di Ambalat, menciderai rasa nasionalisme. Pemerintah Indonesia harus tegas dalam kasus perbatasan ini."Perundingan yang dilakukan Departemen Luar Negeri (Deplu) tidak didukung oleh kekuasaan Pemerintah. Ini menandakan kepemimpinan nasional Indonesia tidak tegas terhadap kasus perbatasan Ambalat," ujar Anggota Komisi I DPR RI AS Hikam saat dihubungi okezone, Jumat (2/3/2007).Dia menyarankan, pemerintah Indonesia dapat mengintensifkan pembicaraan dengan pemerintah Malaysia untuk membahas perbatasan ini. "Apalagi tentara Patroli di perbatasan Ambalat melakukan provokasi-provokasi yang membuat geram tentara patroli Indonesia," imbuhnya.Sekadar informasi, tanggal 24 Februari kapal perang Malaysia KD Budiman 3909 dengan kecepatan 10 knot memasuki wilyah Indonesia sejauh satu mil. Bahkan, pada hari yang bersamaan satu kapal perang jenis KD Sri Perlis-47 kembali melintasi wilayah Indonesia dengan kecepatan 10 knot sejauh dua mil. (kem)
Djoko Akui Kapal Malaysia Sering Bersliweran
Jum'at, 2 Maret 2007 - 00:57 wib
Mamik Sutarmi - Okezone
JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengaku kapal perang milik Malaysia sering melintasi batas wilayah Indonesia. Bahkan, tindakan nekat Malaysia tersebut membuat ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia di perairan Ambalat."Memang ada yang melintas ke wilayah kita, sesuai prosedur internasional, ya kita usir saja," ujar Djoko Suyanto usai membuka seminar nasional tentang kepemimpinan di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2007). Namun sayang, Djoko tidak merinci berapa jumlah kapal yang melintasi perairan Indonesia. "Saya tidak tahu detail pelanggarannya seperti apa," imbuhnya.Saat ditanya apakah ada prosedur penembakan bagi kapal yang sengaja melintasi batas, Djoko menyatakan selama dalam kondisi damai tidak ada perintah penembakan. "Memang aturannya begitu, kan tidak ada konfrontasi. Kalau dalam situasi damai, ya usir saja," tukasnya. (kem)()
Soal Ambalat
Pemerintah Diminta Panggil Dubes Malaysia
Kamis, 1 Maret 2007 - 14:15 wib
JAKARTA - Pemerintah, melalui Panglima TNI akan mengupayakan langkah diplomatik untuk menyelesaikan persoalan Ambalat. Jika jalan tersebut yang ditempuh, maka pemerintah harus memanggil Dubes Malaysia untuk meminta klarifikasi."Pemerintah harus mengirimkan nota diplomatik ke Malaysia," kata anggota Komisi I DPR Yuddy Chrisnandi di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (1/2/2007).Selain memanggil Dubes Malaysia, pemerintah juga harus berani melakukan tindakan tegas, karena peristiwa ini bukan terjadi untuk pertama kalinya. "Ini seperti pengingkaran, atau sudah kategori pelecehan terhadap kedaulatan negara lain," tegas Yuddy.Mengenai langkah militer, Yuddy meminta langkah tersebut bisa diambil dengan cara penghalauan langsung di tempat kejadian. "Misalkan dengan memberikan tembakan peringatan," cetusnya.Terkait hal ini, pria bergelar doktor ini mengingatkan pentingnya peningkatan fasilitas persenjataan yang harus dimiliki Indonesia. "Terutama yang paling vital untuk persenjataan angkatan laut," punkgas politisi Partai Golkar ini. (ahm)()
Panglima: Ambalat Diselesaikan Secara Diplomatik
Kamis, 1 Maret 2007 - 13:15 wib
JAKARTA - Ketegangan kembali memuncak di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di Ambalat. Setelah sempat menjadi polemik dan hampir menjadi konflik dua negara, akhirnya Panglima TNI menegaskan persoalan Ambalat akan diselesaikan secara diplomatik."Ini sudah diselesaikan secara diplomasi," kata Panglima Marsekal TNI Djoko Suyanto di Kantor Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (1/3/2007).Panglima juga menjelaskan, tidak ada pengetatan pasukan di Ambalat. "Kalau TNI saat ini berada di perbatasan sama dengan TNI di perbatasan Tanjungpinang," kilah Panglima TNI.Rabu 28 Februari 2007 kemarin, Departemen Luar Negeri melakukan perundingan dengan pemerintah Malaysia terkait pelanggaran batas wilayah di Ambalat. Sampai saat ini masih menunggu hasil perundingan yang menggodok mengenai perbatasan kedua negara terutama batas laut. (ahm)()