Sabtu, 24 Oktober 2009

Menteri Didesak Lepas Jabatan Ketum Parpol

asional


Menteri Didesak Lepas Jabatan Ketum Parpol

Sabtu, 24 Oktober 2009 - 12:52 wib
text TEXT SIZE :
Share
Insaf Albert Tarigan - Okezone
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (Foto: Reuters)

JAKARTA - Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II sebaiknya tidak merangkap sebagai pimpinan partai politik. Mereka yang semula menjadi pimpinan partai politik, harus melepaskan jabatannya agar dapat bekerja lebih fokus dan tidak ada konflik kepentingan.

"Lepaskan urusan partai kepada kader lain, sehingga partai bisa kritis pada kebijakan pemerintah," kata guru besar Universitas Islam Syarif Hidayatullah Bachtiar Effendi di Jakarta, Sabtu (24/10/2009).

Menurut Bachtiar, partai politik harus tetap kritis kepada kebijakan pemerintah yang tidak tepat, meskipun partai tersebut memiliki kader di kabinet. Sebaliknya, partai juga harusnya tak segan mendukung kebijakan pemerintah yang dinilai bagus.

Dalam KIB Jilid II yang dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis 22 Oktober, tercatat ada sejumlah menteri yang merangkap sebagai pimpinan partai politik.

Di antaranya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar merangkap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono merangkap Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Menteri Agama Suryadharma Ali merangkap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ada juga Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring merangkap Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Bachtiar mengatakan, jika menteri tetap merangkap sebagai pimpinan partai politik maka kejadian menteri mundur atau cuti menjelang pemilihan umum sebagaimana lazim terjadi sejak masa reformasi akan terulang menjelang Pemilu 2014.

"Kalau tidak mundur, nanti di tahun keempat (sejak menjabat) mereka akan mundur atau cuti untuk kampanye," ujarnya.

Bachtiar menambahkan ada dua cara yang bisa dilakukan presiden agar menteri tidak rangkap jabatan sebagai pimpinan partai. Pertama, meminta secara langsung dan kedua melalui pengaturan di undang-undang. (lam)

Semalam, Tifatul Resmi Mundur dari Presiden PKS

Polhukam


Semalam, Tifatul Resmi Mundur dari Presiden PKS

Sabtu, 24 Oktober 2009 - 14:23 wib
text TEXT SIZE :
Share
Novi Muharrami - Okezone

JAKARTA - Tifatul Sembiring telah resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semalam. Pengunduran diri ini terkait jabatan barunya sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo).

"Sudah diputuskan semalam bahwa saya mundur dari Presiden PKS," ujar Tifatul di acara Pesta Blogger di Gedung Smesco, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (24/10/2009).

Dia menambahkan, serah terima jabatan rencananya dilakukan pada Selasa 27 Oktober. Sementara Musyawarah Majelis Syuro PKS untuk memilih presiden partai akan dihelat pada Mei 2010.

Lantas siapa yang akan mengisi kekosongan kuris Presiden PKS untuk sementara waktu?

"Insya Allah zuhur ini disepakati pjs Lutfi Hasan Ishak di badan hubungan luar negeri, Suharna Suryapranata sebagai Ketua DPPP diganti Untung Wahono, supaya tidak terjadi konflik of interest antara jabatan partai dan jabatan publik untuk Pjs dewan pimpinan pusat," pungkasnya. (lsi)

Menteri Naik Gaji Sama Saja Menzalimi Rakyat

Menteri Naik Gaji Sama Saja Menzalimi Rakyat

Sabtu, 24 Oktober 2009 - 17:01 wib
text TEXT SIZE :
Share
Rizka Diputra - Okezone
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (Foto: Reuters)

JAKARTA - Kontroversi komposisi menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tampaknya masih menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Pengamat menilai, kabinet pemerintah SBY-Boediono ini sarat akan kepentingan asing juga lebih didasarkan atas politik balas jasa.

Hal tersebut dilihat dari komposisi kabinet, di mana terdapat sejumlah menteri yang nggak nyambung dengan educational background-nya dengan pos menteri yang ditunjuk Presiden.

Ironisnya, para menteri yang menghuni KIB II ini bakal semakin makmur dan sejahtera dengan akan dinaikannnya gaji mereka oleh pemerintah tahun depan.

Rencana kenaikan gaji menteri oleh pemerintah yang sedianya dilakukan pada 2010 mendatang ini, dinilai pengamat sebagai kezaliman di tengah-tengah keterpurukan nasib rakyat yang kian melarat dan memprihatinkan kondisinya.

"Itu (kenaikan gaji menteri) merupakan wujud pertama dari orientasi melayani parpol. Jangan berharap banyak dari kabinet ini (KIB II)," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti kepada okezone, Sabtu (24/10/2009).

Menurut Ray, Komposisi menteri KIB II yang dinahkodai SBY-Boediono tersebut, bisa ditafsirkan dengan tiga istilah; kabinet partai politik, kabinet KKN, dan kabinet antek asing.

"20 orang atau 70 persen dari kabinet adalah wakil parpol. 1 atau 2 orang dipilih karena kedekatan dengan keluarga Cikeas, dan tentu saja kepentingan asing seperti AS, bukan kepentingan rakyat Indonesia," pungkasnya.

Sebelumnya, Kamis 22 Oktober, Deputi Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Bidang Sumber Daya Manusia Ramli Effendi Naibaho di kantornya mengatakan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tengah mengajukan usulan kenaikan gaji bagi para pejabat negara, termasuk para menteri, kepada Presiden tahun 2010. (lam)

Sabtu, 24/10/2009 17:12 WIB Pengangkatan Endang Sebagai Menteri Bak Kolonel Jadi Panglima TNI Gagah Wijoseno - detikNews Jakarta - Endang Rahayu Sedy

Sabtu, 24/10/2009 17:12 WIB
Pengangkatan Endang Sebagai Menteri Bak Kolonel Jadi Panglima TNI
Gagah Wijoseno - detikNews

Jakarta - Endang Rahayu Sedyaningsih tercatat sebagai pegawai negeri Depkes eselon II. Pengangkatannya sebagai Menteri Kesehatan ibarat seorang kolonel diangkat menjadi panglima TNI yang memimpin para jenderal.

"Ibarat diangkatnya seorang kolonel tak berprestasi menjadi panglima TNI. Lalu tak adakah jenderal yang lebih cakap?" kata Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo kepada detikcom, Sabtu (24/10/2009).

Menurut Tjahjo, pengangkatan Endang itu pun dinilai telah menciderai sistem karir kepegawaian di Indonesia. Dalam usia menjelang pensiun, Endang masih berstatus eselon II. Itu menunjukkan Endang bukan pegawai yang berprestasi.

Secara tiba-tiba, Endang harus memimpin struktur departemen yang sangat besar dan membawahi ratusan pejabat eselon I. "Ini aneh dan patut dipertanyakan. Apa sebenarnya motif SBY mengangkat dia? Kecuali dia orang luar atau mungkin seorang politikus," kata Tjahjo.

(gus/sho)

Jumat, 23 Oktober 2009

Berita Utama
24 Oktober 2009
SBY Ingin Bertemu Nila
JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Nila Djuwita Moeloek agar kesimpangsiuran mengenai pos menteri kesehatan tidak berkembang lebih jauh.

Hal tersebut disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidato pengantarnya pada Sidang Kabinet yang berlangsung di ruang rapat utama Sekretariat Negara Jakarta, Jumat pagi.

“Sekali lagi konsep the right person on the right place, in the right time, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detil dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa.

Dan kemudian saya juga berkomunikasi melalui Pak Hatta Rajasa, dan kemudian saya sendiri, dan Insya Allah saya akan bertemu langsung kepada beliau,” kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan, ia berharap dalam komunikasi nanti dengan Nila dapat memperjelas kondisi yang ada.

“Masing-masing punya titik kuat oleh karena itu saya minta rakyat memahami, beliau punya kelebihan, punya peran yang besar, dan saya pun berharap dalam komunikasi saya, masih bisa mengemban tugas di wilayah lain yang tidak kalah mulianya, yang belum tentu kita bisa melaksanakan seperti itu,” katanya.

Presiden menambahkan, “sampai sekarang saya masih menghormati beliau. Beliau memiliki kelebihan, memiliki ekspertise, memiliki peran yang juga besar.

Ini kalau saya harus terus terang, tahun 2004 pun saya ingin mengajak beliau waktu itu untuk bersama di kabinet”.
Namun demikian saat itu, kata Kepala Negara, Nila dipandang memiliki kemampuan yang lebih sehingga lebih tepat untuk bidang lain.

“Kemudian dalam proses seleksi, memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu -dua titik yang menurut penilaian saya, tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu,” tegasnya.

Lebih lanjut SBY menegaskan, Menkes Endang juga menjalani tes kesehatan dan proses yang berlangsung seperti para menteri lainnya. “Di luar saya dengar masih ada diskursus soal Bu Endang, katanya nggak ikut tes dan tiba-tiba dicomot,” ujar SBY dalam pidato pengantar rapat kabinet perdana.

Endang, imbuh SBY, melalui proses-proses yang juga dialami calon menteri yang lain, wawancara serta pemeriksaan kesehatan. “Memang saat itu sudah tidak ada wartawan. Lalu juga tes kesehatan lagi dan check up untuk mengetahui kondisi awal. Jadi nggak benar kalau beliau nggak mengikuti tahapan seperti yang lain. Semua melaluiproses sudah berlangsung berhari-hari sebelumnya,” jelas SBY.

Dari ratusan riwayat hidup (CV) yang diterima, untuk calon Menkes, ada 9 riwayat hidup yang diterima. “Jadi bukan tiba-tiba,” tandas SBY.

Sudah Diincar

Presiden SBY diduga sudah mengincar Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Siti Fadilah Supari.
Namun karena sadar hal itu akan menimbulkan resistensi, maka SBY berputar dulu seolah-olah ingin menunjuk Nila Djuwita Moeloek.

”Setelah itu SBY memiliki alasan untuk mendepak Nila dengan mengatakan tak lolos tes kesehatan karena tidak kuat menahan stres,” kata Koordinator Tim Non Medis Medical Emergency Rescue Comittee (Mer-C), Nur Salim, dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Jumat (23/10).

Mer-C melihat adanya keganjilan terkait batalnya dokter spesialis mata itu masuk jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II. Kabar yang beredar menyebutkan istri mantan Menkes Prof Farid Anfasa Moeloek tersebut termasuk salah satu dari beberapa calon menteri yang tidak lolos tes kesehatan.

Presidium Mer-C Jose Rizal Jurnalis juga tak percaya jika Nila dikatakan tidak kuat bekerja di bawah tekanan. ”Itu tidak mungkin, karena dia terbiasa dengan pemeriksaan mata sampai akurasi di bawah milimeter,” tandas Rizal.

Selain itu, lanjutnya, jika memang benar Nila tidak memenuhi persyaratan kesehatan, mengapa hanya dia yang batal jadi menteri.
Belakangan SBY mengatakan, Nila ingin kembali ke dunia akademis. Tapi hal itu dibantah oleh yang bersangkutan.

”Pernyataan SBY yang mengatakan Nila ingin kembali ke dunia akademis itu tidak benar sesuai pernyataan Bu Nila yang membantah itu. Universitas Indonesia perlu marah karena guru besarnya dilecehkan,” kata Nur Salim.

Namru-2

Menyinggung kontroversi kerja sama dengan Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) —unit penelitian kesehatan angkatan laut Amerika Serikat (AS), Jose Rizal menegaskan, kerja sama yang telah berakhir 16 Oktober 2009 tidak perlu diperpanjang. Pasalnya program yang diharapkan membantu Indonesia meneliti penyakit bahaya malah membawa masalah baru.

Meskipun ada sedikit keuntungan dari peneliti Indonesia karena sudah dilibatkan, tapi persoalannya pelibatan terhadap tim peneliti itu hanya sebatas pencari sampel dan pengambil sampel saja.

Tidak ada kedudukan yang strategis atau akses bagi peneliti Indonesia untuk masuk lebih dalam. ”Sekarang ini sudah banyak penyakit tidak jelas di Indonesia dan kita mencurigai penyebaran itu direkayasa,” katanya.

Diakuinya, Namru-2 penting untuk penelitian-penelitian virus. Persoalannya, vaksin hasil penelitian itu tidak dibagi untuk Indonesia tapi malah diperjualbelikan secara mahal.

Kontrak kerja sama antara Indonesia dan Namru-2 yang dijelaskan telah berakhir 16 Oktober 2009, kini akan diperbaharui dengan perjanjian civil to civil.

Hal ini persis dengan apa yang diungkapkan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih sebelum ia dilantik menjadi menteri.

”Persoalannya ini bukan penggantian Namru-2 tapi masalahnya adalah poin di dalam perjanjian itu. Kita akan dikerjain kembali, peneliti Indonesia hanya mencari sampel saja dan virus itu diperjualbelikan. Kami melihat pendukung Namru-2 itu Dino Pati Djalal dan Menkes baru,” kata dokter spesialis medan perang ini.

Sementara itu, mantan Menkeu dan politikus Partai Hanura, Fuad Bawazir menegaskan, terpilihnya menkes baru dipaksakan karena ada keinginan memperluas jumlah menteri bermazhab neolib, setelah Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Mari E Pangestu.

”Masak eselon II langsung jadi menteri, kan banyak dirjen atau irjen yang layak dipilih jadi menteri,” ujar Fuad Bawazir pada diskusi yang digelar Journalis Forum Jakarta di Hotel Sahid, kemarin.

Menurut Fuad, cara mengangkat menteri yang dipaksakan seperti itu akan merusak tatanan di pegawai negeri sipil, karena tidak melalui jenjang kepangkatan yang sudah diatur. ”Kan gak enak harus memimpin atasannya,” tegas Fuad.

Dia menilai, pemaksaan ini bentuk upaya memperluas jaringan bidang yang dikuasai orang-orang neolib. ”Jika selama ini merambah di bidang keuangan, sekarang sudah ke bidang pertahanan dengan terpilihnya Purnomo, dan bidang kesehatan dengan menteri baru ini.”

Program 100 Hari

Di tengah hujan kritik terhadapnya, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Jumat, menyatakan sudah menyiapkan sejumlah program terkait 100 hari pertama program kerjanya, di antaranya memperkuat puskesmas dan posyandu.

“Kita menyeimbangkan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Jadi rumah sakit sudah lumayan kuat. Sekarang puskesmas dan posyandunya kita perkuat lagi. Itu masuk dalam program 100 hari,” kata Endang usai sidang kabinet di ruang rapat utama Sekretaris Negara di Jakarta.

Ia menambahkan, pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat juga akan dilanjutkan dengan melakukan perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang ada selama ini. “Kita teruskan. Jamkesmas akan diteruskan, tentu kita akan lihat macetnya di mana, masalahnya di mana,” kata Menteri.

Sementara itu terkait kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat di bidang kesehatan, Endang menyatakan tetap dilakukan namun tidak dalam konsep Namru.

“Yang tetap berlangsung adalah kerja samanya. Kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat yang meliputi hal yang luas, salah satunya adalah laboratorium biomedis,” tegas dia.

Ia menambahkan, kerja sama itu untuk pengembangan vaksin, alat diagnostik, identifikasi virus atau bakteri dan lain-lain.(A20,di,ant-49,76)
Presiden Ingin Temui Nila Moeloek
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Nila Joewita Moeloek memberi keterangan pers usai menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Senin (19/10).
Jumat, 23 Oktober 2009 | 12:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Nila Djuwita Moeloek agar kesimpangsiuran mengenai pos menteri kesehatan tidak berkambang lebih jauh.

Hal tersebut disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidato pengantarnya pada Sidang Kabinet yang berlangsung di ruang rapat utama Sekretariat Negara Jakarta, Jumat pagi.

"Sekali lagi konsep ’the right person, on the right place, in the right time’, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detil dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa. Dan kemudian saya juga berkomunikasi melalui Pak Hatta Rajasa, dan kemudian saya sendiri, dan Insya Allah saya akan bertemu langsung kepada beliau," kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan, ia berharap dalam komunikasi nanti dengan Nila dapat memperjelas kondisi yang ada. "Masing-masing punya titik kuat oleh karena itu saya minta rakyat memahami, beliau punya kelebihan, punya peran yang besar, dan
saya pun berharap dalam komunikasi saya, masih bisa mengemban tugas di wilayah lain yang tidak kalah mulianya, yang belum tentu kita bisa melaksanakan seperti itu," katanya.

Presiden menambahkan, "sampai sekarang saya masih menghormati beliau. Beliau memiliki kelebihan, memiliki ekspertise, memiliki peran yang juga besar. Ini kalau saya harus terus terang, tahun 2004 pun saya ingin mengajak beliau waktu itu untuk bersama di kabinet".

Namun demikian saat itu, kata Kepala Negara, Nila dipandang memiliki kemampuan yang lebih sehingga lebih tepat untuk bidang lain.

"Kemudian dalam proses seleksi, memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu dua titik yg menurut penilaian saya, tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu," tegasnya.
Presiden Beberkan Kenapa Tidak Jadi Pilih Nila Moeloek
Jumat, 23 Oktober 2009 | 12:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya mengungkapkan kenapa akhirnya ia tidak jadi memilih Nila Djuwita Moeloek sebagai menteri kesehatan. Dalam pidato pengantarnya pada Sidang Kabinet yang berlangsung di ruang rapat utama Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (23/10), SBY mengatakan bahwa sebenarnya sejak tahun 2004 ia telah berniat mengajak Nila bergabung dalam kabinet.

Di mata SBY, Nila memiliki keunggulan di bidang yang ditekuninya. "Kemudian, dalam proses seleksi memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu-dua titik yang menurut penilaian saya tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu," kata dia.

"Sekali lagi, konsep the right person, on the right place, in the right time, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detail dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa," ungkap Presiden lagi.

Presiden berharap, masyarakat memahami bahwa setiap orang memiliki keunggulan. Nila memiliki peran besar di bidangnya. "Sampai sekarang, saya masih menghormati beliau. Beliau memiliki kelebihan, memiliki ekspertise, memiliki peran yang juga besar. Ini kalau saya harus terus terang, tahun 2004 pun saya ingin mengajak beliau waktu itu untuk bersama di kabinet," kata Presiden.


Sebenarnya, SBY "Jatuh Hati" dengan Nila Moeloek Sejak 2004
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Nila Joewita Moeloek memberi keterangan pers usai menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Senin (19/10).
Jumat, 23 Oktober 2009 | 11:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata telah berencana meminang mantan calon menteri kesehatan, Nila Anfansha Moeloek, sejak tahun 2004. Presiden mengaku "jatuh hati" dengan mantan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Masyarakat karena keunggulan-keunggulannya.

Saat itu, SBY sudah hendak menggadang-gadang Nila sebagai calon menteri. "Dalam proses seleksi beliau memang unggul. Namun, ada satu-dua titik yang menurut penilaian saya tidak tepat," ujar SBY ketika membuka rapat perdana Kabinet Indonesia Bersatu II di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (23/10). Dalam rapat ini, ke-34 menteri terpilih hadir.

Penggantian Nila terjadi beberapa jam menjelang pengumuman nama-nama calon menteri yang akan bekerja di KIB II di Istana Negara, Rabu. Sebelumnya, Nila telah mengikuti proses wawancara serta uji kepatutan dan kelayakan di kediaman SBY di Puri Cikeas Indah, Bogor, Minggu lalu. Nila juga telah mengikuti tes pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.



Nila Meneteskan Air Mata, Endang "Shock"
Hindra Liu');" border="0" width="70" height="52" hspace="2">RUMGAPRES/ABROR RIZKI');" border="0" width="70" height="52" hspace="2">
Nila F Djuwita Moeloek
Kamis, 22 Oktober 2009 | 10:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Ny Nila Djuwita Moeloek, calon menteri yang telah mengikuti seluruh rangkaian proses seleksi, terpental dari susunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti yang diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, sekitar pukul 22.00 WIB, Rabu (21/10).

Padahal, semula ia bakal menjadi Menteri Kesehatan menggantikan Siti Fadilah Supari. Pasangan SBY-Boediono justru menunjuk Dr dr Endang Rahayu Sedyaningsih.

Nama baru yang tidak pernah disebut-sebut sebelumnya. Doktor lulus Harvard School of Public Health, Boston, AS, tersebut menjalani fit and proper test serta tes kesehatan secara mendadak pada Rabu siang. “Kaget banget, saya seperti mimpi,” ujar Endang kepada Persda Network.

Ironisnya, di rumah istri mantan Menteri Kesehatan Faried Anfasa Moeloek tersebut, Kompleks Micasa Blok B3, Kuningan, Jakarta, telah dipenuhi karangan bunga berisi ucapan selamat. Seorang warga mengatakan, bunga berdatangan ke rumah Nila sejak Rabu siang hingga sore.

Karangan bunga juga berdatangan sejak Nila memenuhi panggilan SBY-Boediono untuk menjalani wawancara sebagai calon menteri di Puri Cikeas, Bogor, Minggu lalu. “Tapi yang paling banyak datang ya hari ini,” ungkap seorang pria saat ditemui Persda Network di depan kediaman Nila.

Nila belum bersedia memberikan komentar. Hasyim, seorang penjaga keamanan di rumah Nila, mengatakan, Faried Anfasa Moeloek sempat menyemangati istrinya yang terlihat shock. Menurut Hasyim, Nila sudah mendapat informasi kegagalannya sebelum pengumuman dilakukan.

Hasyim sempat melihat Nila meneteskan air mata. Informasi mengenai kegagalan masuk jajaran kabinet diterima Nila lewat telepon.

Tidak lama berselang, Nila meminta Hasyim dan beberapa orang untuk memindahkan karangan bunga yang ada di halaman depan ke dalam rumah. “Ibu yang menyuruh memindahkan karangan bunga itu. Setelah itu Ibu masuk kamar,” katanya.

Berdasarkan pantauan Persda Network, sekitar pukul 20.05, setidaknya ada lima rangkaian bunga ukuran besar di halaman rumah Nila.

Bunga-bunga itu di antaranya dikirim Dr Rudolf Tuhusula, Alcon, anggota KKI, dan Teguh Juwarno, anggota DPR asal PAN. Puluhan bunga ucapan berukuran kecil tersusun di teras rumah.

Sementara itu, Endang mengaku shock ketika ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan. Menurutnya, pada Rabu siang ia baru dihubungi Sudi Silalahi yang kini dipercaya menjadi Menteri Sekretaris Negara.

Saat ditelepon, Endang sedang rapat bersama jajaran Departemen Kesehatan (Depkes) di Hotel Horison, Bekasi. “Saya kira bohongan. Saya pikir awalnya teman-teman saya yang iseng. Eh tahunya benar telepon dari Pak Sudi,” katanya.

Setelah Sudi Silalahi berhasil meyakinkan bahwa ia merupakan utusan Presiden SBY, barulah Endang percaya. “Saya shock waktu ditelepon, enggak percaya,” tegasnya.

Tak lama setelah ditelepon, Endang langsung diminta meluncur ke Puri Cikeas, kediaman pribadi Presiden SBY. Ia langsung diwawancarai Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono.

Seusai diwawancara, Endang juga langsung dites kesehatan tim dokter yang sengaja didatangkan ke Cikeas. “Tapi tes kesehatannya belum tuntas, mungkin lusa setelah pelantikan dilanjutkan tes kesehatannya lagi,” ujar Mahamit, suami Endang, yang juga dokter.

Saat Presiden SBY mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu II, Endang sedang berada di rumah bersama suaminya. Telepon mereka langsung berdering tanpa henti begitu namanya disebut sebagai Menteri Kesehatan.

“Wah, ini telepon banyak sekali. Kami kaget dan bingung, enggak percaya kalau istri saya dipercaya Bapak SBY menjadi Menteri Kesehatan,” tambah Mahamit.

Endang menambahkan, meskipun baru pada detik-detik akhir menjalani tes sebagai calon menteri, ia siap menerima amanah ini. “Saya akan laksanakan amanah ini sebaik-baiknya. Jabatan ini atas sepengetahuan Allah,” sambungnya.

Apakah ada firasat? “Sama sekali tak ada firasat apa pun,” tegasnya.

Rencananya Kamis (22/10) pukul 13.30, Endang akan menghadiri pelantikan di Istana Negara. “Besok (hari ini) dengan persiapan seadanya, kami akan mengikuti pelantikan seperti yang disampaikan Bapak Presiden tadi,” tegasnya. (Persda Network/ade/yls/mun)

Menteri Kesehatan Mengejutkan
Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih
Rabu, 21 Oktober 2009 | 22:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 34 nama menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang diumumkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hanya satu nama yang meleset dari prediksi sebelumnya. Jabatan Menteri Kesehatan, yang sebelumnya diperkirakan akan dijabat Nila A Moeloek, ternyata dijabat Endang Rahayu Setyaningsih.

Nama Endang Rahayu Sedyaningsih bahkan tidak pernah muncul sejak proses wawancara dilakukan Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono di Puri Cikeas, Bogor. Ia juga tidak tampak hadir di RSPAD Gatot Subroto untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang disyaratkan dalam proses seleksi menteri tersebut.

Namun, dalam wawancara langsung melalui telepon yang disiarkan Metro TV, seusai pengumuman menteri, Endang menyatakan bahwa ia telah melakukan proses seleksi yang sama. Ia juga sudah menemui Presiden SBY di Puri Cikeas, Rabu (21/10) sore.

Endang adalah seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979, dan memperoleh gelar master dan dokter dari Harvard School of Public Health, Boston, masing-masing tahun 1992 dan 1997.

Ia menjalani karier di bidang kesehatan dengan menjadi dokter puskesmas di NTT dan pernah menjadi dokter di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Ia juga pernah ditugaskan di Kanwil Departemen Kesehatan DKI Jakarta menjadi seorang peneliti, dan pernah menjabat Kepala Litbang Biomedik dan Farmasi Departemen Kesehatan.

Sebagai menteri terpilih, Endang tak lupa berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan pasangan SBY-Boediono untuk ikut serta menyukseskan pemerintahan lima tahun ke depan.

"Reformasi sektor kesehatan dengan berbagai upaya harus dilanjutkan. Yang pertama, upaya preventif pencegahan itu dari hulu sampai hilir harus imbang," kata Endang saat ditanya mengenai program yang akan dijalankannya. Endang melanjutkan, upaya tersebut tidak hanya terapi, tetapi juga promosi kesehatan dan pencegahan penyakit sehingga bila perlu berupaya mencari sasaran Millenium Development Goals (MDGs) atau melampauinya.

Endang juga menyatakan akan berupaya untuk menekan masalah gizi buruk anak balita serta angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, upaya tanggap darurat akan menjadi perhatiannya. "Kita kan negara yang sering kena bencana. Itu utama sekali. Negara harus selalu siap dan mobile," katanya.

Psikotes Penyebab Prof. Dr. Nila Juwita Moeloek Gagal Seleksi
ndaru_wijaya
| 23 Oktober 2009 | 7:25
Sebarkan Tulisan:

Ketika mendengar kabar tidak lolos seleksi masuk ke kabinet, Prof dr Dr Nila Juwita F Moeloek mengaku panik. Wajar saja, karena pemberitaan di media massa sangat santer dirinya menjadi calon tunggal Menkes, apalagi dia sudah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan menjalani tes kesehatan di RSPAD (sumber :kompas.com).

“Saya batal, saya mesti bilang apa ini. Saya enggak kecewa, tapi panik itu pasti. Bagaimana yah, kalau Anda sudah siap, tiba-tiba pengantinnya enggak datang. Kita kan harus menjelaskan mengapa. Ini yang saya panik, bagaimana sikap saya kalau orang-orang bertanya ada apa,” katanya (sumber: kompas.com).

Di mata SBY Nila memiliki keunggulan di bidang yang ditekuninya. “Kemudian dalam proses seleksi, memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu dua titik yg menurut penilaian saya, tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu,” kata dia (sumber: kompas.com).

“Sekali lagi konsep the right person, on the right place, in the right time, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detil dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa,” terang Presiden lagi (kompas.com).

Konsep the right person, on the right job, in the right time or place jelas merujuk pada tujuan utama digunakannya psikotes. Tentunya setiap kali kita akan melamar suatu pekerjaan, sesi psikotes ini tidak pernah terlewatkan. Hasil dari laporan psikotes akan menampilkan deskripsi kapasitas kepribadian dan mental individu. Hasil psikotes ini kemudian dihubungan kan dengan tuntutan dari pekerjaan (job spesification dan job description) yang akan menjadi tanggungjawabnya. Jika antara profil kapasitas psikologis individu tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tentu saja sang individu dinyatakan tidak sesuai untuk pekerjaan tersebut dengan kata lain not the right person for job.

Sebagai contoh profil psikologis karyawan seperti apakah yang cocok untuk pekerjaan marketing…?. Apakah orang dengan kecenderungan introvert lebih cocok, ataukah orang dengan kecenderungan ekstravert yang paling cocok…? Tentu saja jawabnya adalah orang dengan kecenderungan ekstravert yang lebih sesuai, sebab orang dengan tipe ini lebih suka bertemu dengan orang lain, mudah berkomunikasi dalam lingkungan sosial baru, suka bekerja dalam situasi sosial yang bervariasi dan berorientasi ke luar diri. Orang dengan kecenderungan introvert lebih sesuai untuk pekerjaan yang tidak banyak berhubungan dengan orang lain (situasi sosial) seperti bekerja di sebuah laboratorium, accounting, dan R & D. Semakin tinggi dan besar wewenang dari sebuah pekerjaan atau jabatan, maka akan menuntut kemampuan dan kapasitas mental kepribadian yang di atas rata-rata bahkan superior pula dari sang calon.

Psikotes sendiri bisa dibagi menjadi dua macam jika dilihat dari aspek pemeriksaan psikologisnya, yaitu tes kemampuan kognitif dan tes kepribadian. Tes kognitif ini bertujuan untuk mengukur aspek inteligensi dan bakat individu. Sedangkan tes kepribadian ini bertujuan untuk mengukur aspek-aspek kepribadian manusia yang demikian banyak seperti potensi kepemimpinan, kecermatan, ketekunan, kecenderungan pola perilaku, gaya kerja dan juga daya tahan terhadap stress yang menjadi isu utama tidak lolosnya Prof. Nila Moeloek.

Psikotes sendiri bukanlah sebuah tes asal-asalan. Sebuah psikotes harus memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi sebelum digunakan untuk proses seleksi. Untuk itulah sebuah tes psikologi selalu memenuhi syarat-syarat tes yang baik yaitu valid, reliabel, terstandarisasi, obyekif, diskriminatif, komprehensif, dan mudah digunakan. Hasil dari psikotes ini sendiri mampu memprediksikan profile kepribadian, kemampuan kognitif, kematangan emosi dan sosial individu hingga keakuratannya mencapai 95-99%. Dengan catatan selama pelaksanaan dan penggunaannya harus mengikuti standarisasi yang ditetapkan secara ketat oleh alat tes itu sendiri, seperti cara scoring, bahan-bahan psikotes, instruksi dan tata cara pelaksanaan tes (administrasi tes). Sehingga psikotes ini hanya dilakukan oleh psikolog yang berpengalaman dan telah memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan secara ketat.

Menurut saya tim psikotes yang bekerja dalam menseleksi para calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu II ini tentunya orang-orang yang kompeten di bidang psikologi, penggunaan tes psikologi dan penafsiran dinamika psikologisnya. Ini pun jika memang alasan tidak lolosnya Prof. Nila Moelok memang didasarkan atas hasil fit and proper test, bukan adanya pengaruh tekanan politis. Jadi setiap orang memiliki kesesuaian yang berbeda untuk pekerjaan yang berbeda. Bisa dikatakan juga bahwa tidak semua orang sesuai untuk semua pekerjaan atau jabatan tertentu, tetapi mungkin hanya sesuai untuk jenis pekerjaan tertentu. Inilah yang disebut sebagai hukum individual differences.

Tetapi saya memiliki sebuah saran terkait dengan proses seleksi calon menteri ini. Ke depan sebaiknya seleksi calon menteri ini dibuat secara tertutup dan tidak diketahui oleh media massa, sehingga jika ada calon yang dinyatakan tidak lolos, tidak akan menimbulkan dampak tekanan psikologis seperti rasa malu, merasa disepelekan atau panik. Sehingga jalannya proses seleksi ini lebih elegan dan tidak menilbukan masalah dikemudian hari.

Bandingkan Pembatalan Calon Menteri Obama dan SBY
Tri Mulyono
| 23 Oktober 2009 | 10:56
Sebarkan Tulisan:

SAYA mencoba membandingkan hiruk-pikuk pembatalan kandidat menteri dalam kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden AS Barack Obama.

Hiruk-pikuk pembatalan calon menteri juga dialami Obama dalam penyusunan kabinet begitu dilantik 20 Januari lalu. Salah satu pos menterinya juga sama, yakni bidang kesehatan.

Obama membatalkan pencalonan menteri kesehatan dan layanan masyarakat, Tom Daschle, dan Senator Republikan Judd Gregg sebagai Menteri Perdagangan.

Nila Djuwita Moeloek Nila Joewita Moeloek

Bedanya Obama kemudian mendapat pujian sementara SBY kini menuai kritikan.

Daschle batal menjadi menteri hanya karena lalai membayar pajak terutang senilai US $ 128.203 berikut bunga sebesar US$11.964 selama periode 2005-2007. Sementara Gregg mundur karena berbeda pendapat soal stimulus ekonomi.

Lalu apa yang salah dengan langkah SBY? Menurutku adalah karena SBY tidak berani berterus terang. Simak lah simpang siur jawaban kubu Istana setelah pencalonan Profesor Nila Djuwita Moeloek dibatalkan. Berita pertama beredar karena Nila tidak lulus tes kesehatan. Berita lain, juru bicara kepresidenan Dino Patti Djalal menyebut Nila lebih pas di pos lain. Belakangan SBY berbasi-basi, Nila punya keunggulan tetapi tidak memenuhi kriteria “the right person, on the right place, in the right time”.

Lalu alasan apa yang benar? Mengapa tidak meniru langkah Obama. Ia segera mengumumkan alasan pembatalan kandidat secara terbuka. Dan publik selanjutnya malah memuji keputusan Obama. Obama bisa berkilah pembatalan nominasi kandidat menteri untuk jabatan di kabinetnya, merupakan pertanda dari tingginya standar moral bagi anggota pemerintahannya.

Seharusnya SBY juga bisa memberikan jawaban tegas sejak awal bahwa pembatalan nominasi Nila merupakan pertanda bahwa pemerintah menganut kriteria “the right person, on the right place, in the right time”.

Kini publik keburu tidak percaya alasan SBY soal “the right person”. Publik keburu berspekulasi ada alasan lain tersembunyi.

Tidak ada cara lain bagi SBY untuk menghilangkan spekulasi kecuali menyampaikan alasan sebenar-sebenarnya. Kalaupun alasan sebenarnya memang soal kriteria “the right person, on the right place, in the right time”, maka cukuplah kontroversi itu sampai di sini. Pemerintah harus mengakhiri kontroversi dengan jangan membuat kontroversi. Selamat bekerja Pak SBY. Lanjutkan !

Teks asli Proklamasi (versi pemuda saat itu)
edi santana sembiring
| 24 Oktober 2009 | 12:12
Sebarkan Tulisan:

“Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada, harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.” (sumber : Ayahku Maroeto Nitimihardjo, mengungkap rahasia gerakan kemerdekaan)

Soekarni menyebut di dalam pertemuan di rumah Maeda, teks Proklamasi yang dibuat pemuda tidak disetujui karena isinya terlalu keras. Bunyinya adalah seperti di atas. Tentang teks proklamasi versi pemuda ditulis juga di dalam buku Adam Malik, namun tidak dijelaskan siapa yang membuatnya. Barangkali Soekarni bersama teman-teman Jawa timurnya yang ada di Jakarta. Mungkin juga Adam Malik atau dibuat oleh Husein, wakil pemuda dari Bayah (Husein inilah ternyata Tan Malaka yang asli).

Soekarno dengan memegang kertas putihnya mendapatkan kalimat pertama dari Soebardjo dan Hatta untuk sebuah pernyataan kemerdekaan suatu bangsa. Awalnya diberi judul Maklumat kemudian diganti dengan Proklamasi.

Masalah berikutnya adalah pada kalimat kedua. Kalimat kedua yang asli (versi pemuda) dianggap terlalu keras sehingga perlu diperlunak. Nishijima, seorang staff Maeda, meminta kalimat ini dirubah karena bisa menimbulkan pertumpahan darah yang tak perlu.

Hingga akhirnya diperoleh rumusan Proklamasi seperti berikut :

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta

Mengapa dituliskan tahun 05? Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Yang sangat menggelitik bila Proklamasi versi pemuda saat itu di bacakan kembali saat ini. Kaum pemuda bangkit berdiri dan bergerak untuk kembali dengan tegas menyatakan kemerdekaannya dan merebut badan-badan pemerintahan yang ada dari tangan asing. Dari campur tangan asing. Dari intervensi asing.

Sangat menggetarkan bila kita bisa berkata :

“Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada, harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”

Wajar bung Karno pernah berkata dalam pidatonya di depan Kongres AS : “Kaki kami telah berada di jalan menuju demokrasi,” lalu melanjutkannya dengan,. “Tetapi kami tidak ingin menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa kami telah menempuh seluruh jalan menuju demokrasi,” sambungnya.

Ia sangat sadar bahwa meskipun Indonesia selama bertahun-tahun sudah merdeka, tetapi kepentingan dari Neo-Kolonialisme dan imperialisme masih terus bercokol di Indonesia. Bagi Soekarno ancaman bagi revolusi Indonesia sebenarnya tidak hanya datang dari luar tetapi muncul dari dalam negeri sendiri. Ia pernah mengatakan bahwa ”Salah satu tingkat dari Revolusi Indonesia adalah mengganyang musuh-musuh Revolusi”.

“Go To Hell With Your Aid,” mungkin harus menjadikan pidato Soekarno ini diulang-ulang di telinga pemimpin dan elit politik saat ini, setidaknya untuk mengasah nyalinya agar sedikit lebih berani.

Kehancuran Industri Nasional, dan dominasi kuat modal asing di semua sektor kehidupan ekonomi betul-betul telah menempatkan bangsa Indonesia tidak ubahnya “Bangsa kuli”.

Mentalitas korup dan keinginan memperkaya diri sendiri ditengah kemelaratan dan kemiskinan massal yang melanda lebih dari separuh penduduk negeri ini, sudah menjadi budaya pejabat di negeri ini.

Semoga kita bukan kian menikmati dan terbiasa menjadi bangsa kuli di negeri sendiri, apalagi kuli bagi kaum asing di negeri sendiri.

Akhir kata, sebuah renungan bersama dari sebuah tulisan : http://politikana.com/baca/2009/04/23/penanaman-modal-asing memuat hal tragis :

Poster di bawah ini adalah, sebuah iklan mengenai ‘ Republic of Indonesia ‘ pada tanggal 17 January 1969 di harian New York Times, Amerika Serikat. Dalam iklan itu ditulis murahnya harga buruh sebagai salah satu daya pemikat modal investasi asing. Kemudian ada juga pemanis, mengatakan sebagai salah satu negara di muka bumi yang sangat kaya dengan cadangan alamnya. We’re still not sure exactly how rich, only 5 % our country has been geologically prospected.

Setelah hampir 40 tahun. Mungkin iklan yang bisa disampaikan adalah harga buruh tetap murah. Kemudian hanya 5 % yang cadangan alam yang masih tersisa, karena 95 % lainnya sudah habis minyak buminya serta sudah digunduli hutan hutannya.

Warisan hutang ratusan milyar dollar – tidak tahu kapan bisa dilunasi – yang rakyatnya masih jauh dari kemakmuran. Masih antri minyak goreng dan bahan pangan. Suku Amungme di Papua masih menjadi tamu di tanahnya sendiri menyaksikan raksasa Freport terus bertambah kaya raya. Terakhir, jumlah orang miskin di negeri ini terus bertambah sampai 40 juta manusia sementara korupsi semakin merajalela.

Sungguh kado yang indah bagi bangsa yang akan tinggal landas.

22/10/2009 - 03:20
Jejak Endang Menapaki Kursi Menkes
Fonda Lapod
dr Endang Rahayu Setyaningsih
(antara.com)

INILAH.COM, Jakarta - Mengejutkan, kata yang terucap ketika Presiden SBY mengumumkan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setyaningsih. Namun jenjak Endang tidaklah terbilang baru.

"19, Dr, dr Endang Rahayu Setyaningsih Menteri Kesehatan," kata Presiden SBY di Ruang Credential Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/10) ketika menyampaikan susunan KIB jilid II.

Pangkal keterkejutan pengumuman susunan kabinet kali ini adalah pada posisi Menteri Kesehatan. Sebelumnya kandidat kuat adalah istri mantan Menteri Kesehatan Faried Anfasa Moeloek, Nila Djuwita.

Nila Djuwita bahkan telah menjalani proses dari awal. Baik dari fit and proper test hingga pemeriksaan tes kesehatan di RSPAD Jakarta. Namun belakangan, beberapa jam menjelang pengumuman, tersiar kabar Nila Djuwita gagal menjadi menjadi menteri.

Kabarnya pula, yang menggagalkan Nila mejadi menteri karena tes kesehatan. Namun, Hatta Radjasa menampik hal tersebut. Dan yang menggantikannya adalah Endang Rahayu Setyaningsih.

Endang sendiri sejak awal karirnya sudah menekuni bidang kesehatan. Pada 1979, Endang lulus dengan predikat dokter dari FK UI. 20 tahun berselang, atau tepatnya pada 1992, ia menyabet gelar Master of Public Health.

Tak puas dengan apa yang diraihnya, lima tahun kemudian atau pada 1997, Endang menyabet gelar doktor di bidang sama di Harvard School of Public Health, Boston.

Karir pendidikan Endang yang cemerlang membawanya pada posisi Direktur di Center for Biomedical and Pharmaceutical Research & Programme Development National Institute of Health Research & Development-MOH. Posisi itu ia tempati pada Februari 2007. [fon/jib]

22/10/2009 - 08:57
Endang Gantikan Nila Jadi Menkes
Fonda Lapod
dr Endang Rahayu Setyaningsih
(antara.com)

INILAH.COM, Jakarta - Nama Nila Djuwita Anfasa Moeloek hilang dari daftar menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Ia digantikan Endang Rahayu Setyaningsih.

"19, Dr dr Endang Rahayu Setyaningsih Menteri Kesehatan," kata Presiden SBY di Ruang Credential Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/10) ketika menyampaikan susunan KIB jilid II.

Pangkal keterkejutan pengumuman susunan kabinet kali ini adalah pada posisi Menteri Kesehatan. Sebelumnya kandidat kuat adalah istri mantan Menteri Kesehatan Faried Anfasa Moeloek, Nila Djuwita.

Nila Djuwita bahkan telah menjalani proses dari awal. Baik dari fit and proper test hingga pemeriksaan tes kesehatan di RSPAD Jakarta. Namun belakangan, beberapa jam menjelang pengumuman, tersiar kabar Nila Djuwita gagal menjadi menjadi menteri.

Kabarnya pula, yang menggagalkan Nila mejadi menteri karena tes kesehatan. Namun, Hatta Radjasa menampik hal tersebut. Dan yang menggantikannya adalah Endang Rahayu Setyaningsih.

Endang sendiri sejak awal karirnya sudah menekuni bidang kesehatan. Pada 1979, Endang lulus dengan predikat dokter dari FK UI. 20 tahun berselang, atau tepatnya pada 1992, ia menyabet gelar Master of Public Health.

Tak puas dengan apa yang diraihnya, lima tahun kemudian atau pada 1997, Endang menyabet gelar doktor di bidang sama di Harvard School of Public Health, Boston.

Karir pendidikan Endang yang cemerlang membawanya pada posisi Direktur di Center for Biomedical and Pharmaceutical Research & Programme Development National Institute of Health Research & Development-MOH. Posisi itu ia tempati pada Februari 2007. [fon/jib]

23/10/2009 - 15:47
Endang: Lanjut, Tapi Bukan Namru
Endang Rahayu
(inilah.com /Agus Priatna)

INILAH.COM, Jakarta - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih tengah menjadi sorotan atas rencananya akan menghidupkan lagi kerja sama dengan Navy Medical Research Unit-2 (Namru-2). Namun, kini dia membantah akan melanjutkan hal itu. Lalu?

Menurut dia, kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat di bidang kesehatan akan tetap dilakukan, namun tidak dalam konsep Namru. "Kerja sama Indonesia dan AS yang meliputi hal yang luas. Salah satunya adalah laboratorium biomedis," tegas dia, usai sidang kabinet di ruang rapat utama Sekretaris Negara di Jakarta, Jumat (23/10).

Kerja sama itu, kata dia, meliputi pengembangan vaksin, alat diagnostik, identifikasi virus, atau bakteri, dan lain-lain. Endang disebut-sebut pernah membawa sampel virus H5N1 ke Hanoi untuk diteliti oleh ilmuwan di sana sehingga membuat marah Menteri Kesehatan kala itu, Siti Fadilah Supari.

Namun Endang membantah jika inisiatifnya itu dikatakan melanggar aturan, karena menurut dia, semua orang berhak membawa sampel virus untuk tujuan penelitian. [*/nuz]

Dapatkan berita populer pilihan Anda gratis setiap pagi disini atau akses