Kamis, 13 Agustus 2009

MK: Menegakkan Keadilan Substantif

Kamis, 13 Agustus 2009 - 10:14 wib
text TEXT SIZE :
Share

Hari ini, 13 Agustus 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) tepat berusia enam tahun. Lahirnya MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman merupakan upaya institusionalisasi agenda reformasi dan demokratisasi guna mewujudkan negara hukum yang demokratis berdasarkan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi.

MK didirikan untuk menjamin bahwa UUD 1945 sebagai hukum tertinggi benar-benar dilaksanakan dalam segenap kehidupan berbangsa dan bernegara, menjamin berjalannya prinsip checks and balances, serta menjamin keberlangsungan demokrasi dan perlindungan hak konstitusional warga negara. Pasal 24 UUD 1945 menyatakan bahwa tugas utama MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman adalah menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Ketentuan itu dapat dimaknai bahwa dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara orientasi utama MK adalah demi tegaknya hukum dan keadilan. Dalam memutus pengujian undang-undang, sengketa kewenangan lembaga negara, perselisihan hasil pemilu, pembubaran partai politik, serta pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden, MK tidak semata-mata melihat aspek legalitas, tetapi juga mengedepankan aspek keadilan.

Tanggung jawab konstitusional menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan tersebut menempatkan MK tidak semata-mata sebagai court of law, tetapi juga sebagai court of justice. Konstruksi demikian merupakan perkembangan yang tidak dapat dihindarkan walaupun dari sisi teoretis ada yang membedakan antara court of justice yang dijalankan oleh pengadilan biasa dan court of law yang diperankan oleh pengadilan konstitusi. Bagaimanapun, antara hukum dan keadilan tidak dapat dipisahkan karena tujuan utama hukum adalah menegakkan keadilan.***

Selama enam tahun keberadaan MK, terdapat tiga jenis permohonan perkara yang telah diterima, diperiksa, diadili, dan diputus, yaitu pengujian undang-undang, perselisihan hasil pemilu, dan sengketa kewenangan lembaga negara. Perkara yang paling banyak diterima adalah pengujian undang-undang dan perselisihan hasil pemilu.

Dari kedua jenis perkara tersebut banyak perkara yang mengharuskan MK memutus dengan mengedepankan tujuan menegakkan keadilan substantif. Dalam pengujian undang-undang, perkara yang harus diperiksa dan diputus tidak hanya terkait dengan pertanyaan apakah suatu ketentuan undang-undang bertentangan dengan ketentuan tertentu dalam UUD 1945.

Banyak perkara yang mengharuskan MK menguji ketentuan suatu undang-undang dengan nilai keadilan sebagai nilai dasar yang menjiwai UUD 1945. Bahkan, MK juga dihadapkan pada tuntutan untuk memberikan kepastian penafsiran undang-undang yang sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat.

MK sering juga dituntut memberikan putusan yang memberikan solusi hukum atas ketidakpastian yang diakibatkan oleh ketentuan yang multitafsir atau pada saat terjadi kekosongan hukum. Demikian pula halnya dalam perselisihan hasil pemilu, MK bergerak menjadi pengadilan yang menegakkan keadilan substantif dan bukan sekadar pengadilan perselisihan penghitungan atau yang sering disebut sebagai pengadilan kalkulator.

Pergerakan atau pergeseran tersebut terjadi bukan karena kehendak para hakim konstitusi untuk memperluas kompetensi yang dimiliki MK, tetapi semata-mata untuk menegakkan konstitusi dan memenuhi tuntutan keadilan substantif. Hasil pemilu adalah manifestasi suara rakyat. Untuk menjamin hal itu harus dipastikan bahwa hasil pemilu harus didapatkan dengan cara yang benar, jujur dan adil, serta dihitung dengan benar pula sesuai dengan prinsip one man, one vote, one value.

Oleh karena itu, perselisihan hasil pemilu tidak dapat dilihat secara sempit sebagai perselisihan perhitungan di atas kertas, tetapi harus melihat bagaimana suara itu diperoleh. Suara yang diperoleh dengan cara yang melanggar prinsip jujur dan adil tentu tidak dapat dibiarkan karena sama halnya dengan membiarkan terjadinya ketidakadilan, baik bagi peserta pemilu maupun bagi pemilih itu sendiri.

Menutup mata terhadap pemilu yang melanggar prinsip jujur dan adil sama halnya dengan membiarkan terbentuknya pemerintahan yang bukan merupakan manifestasi kehendak rakyat. Pemilu hanya akan menjadi prosedur memperoleh kekuasaan semata. Jika terjadi demikian, hal itu akan menjadi awal dari malapetaka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.***

Hakim konstitusi adalah penentu terlaksananya wewenang konstitusional yang dimiliki MK. Oleh karena itu segenap organisasi MK diorientasikan untuk memberikan dukungan terhadap tugas dan tanggung jawab hakim konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Dukungan administrasi umum dan justisial diberikan untuk mendukung kinerja hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sesuai dengan hukum dan keadilan serta menjamin bahwa masyarakat mendapatkan keadilan dalam proses beperkara. Jika layanan administrasi tidak diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance di lembaga peradilan, dapat dipastikan masyarakat telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif sejak pendaftaran perkara hingga proses untuk memperoleh putusan pengadilan.

Pada saat administrasi peradilan sudah dijalankan secara diskriminatif dan tidak adil, putusan yang adil pun sulit dicapai. Bahkan, putusan yang adil pun dapat kehilangan makna apabila diputus dalam waktu yang lama dan tidak dapat segera diakses oleh masyarakat yang berhak (justice delayed, justice denied).

Oleh karena itu, untuk dapat memutus sesuai dengan nilai dan rasa keadilan substantif, dukungan administrasi umum dan justisial diperlukan agar hakim konstitusi dapat dengan mudah dan cepat memeriksa dan menilai permohonan, alat bukti, serta keterangan saksi dan ahli sebagai bahan pertimbangan hukum putusan majelis hakim. Untuk itu disusun mekanisme dan prosedur administrasi yang tepat dan cepat, apalagi untuk perkara PHPU yang harus diputus dengan cepat sesuai dengan batasan yang diberikan oleh undang-undang.

Di samping layanan terhadap hakim konstitusi, administrasi umum dan justisial juga memberikan layanan kepada masyarakat. Layanan yang diberikan tidak hanya terbatas pada penerimaan permohonan yang dilakukan secara profesional, tetapi juga memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh masyarakat untuk memperoleh keadilan sesuai dengan wewenang yang dimiliki MK.

Hal itu diperlukan agar semakin banyak masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup untuk dapat menggunakan hak beperkara di Mahkamah Konstitusi sehingga mendorong terwujudnya persamaan di hadapan hukum dan peradilan (equality before the law and court). Peran tersebut juga diniatkan untuk memberikan dan memudahkan masyarakat memperoleh haknya mendapatkan keadilan (access to justice) melalui pengadilan konstitusi (access to court).(*)

Janedjri M Gaffar
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi

Tidak ada komentar: