Kamis, 28 Mei 2009

Demokrat Evaluasi Anggota Koalisi

Demokrat Evaluasi Anggota Koalisi
By redaksi
Rabu, 27-Mei-2009, 08:12:46 302 clicks
JAKARTA - Baru beberapa hari umur koalisi, Partai Demokrat mulai mempertanyakan komitmen partai pendukung.
Sebab, para partai pendukung itu sudah melakukan manuver di DPR yang memusingkan kubu SBY. Realitas politik yang mengecewakan Demokrat tersebut muncul dalam pengambilan keputusan hak angket terhadap pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih. Secara mengejutkan, FPPP dan FPAN yang secara resmi menjadi anggota koalisi SBY ternyata ikut menyetujui penyelidikan terhadap carut-marutnya daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif lalu. Bukan hanya itu, Demokrat juga mempertanyakan komitmen PKB. Saat voting, mayoritas suara anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), termasuk Ketua FKB Effendy Choirie, juga menyepakati penggunaan hak angket. “Kami kecewa pada PPP, PAN, dan PKB,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Syarief Hasan setelah sidang paripurna DPR, Selasa (26/5). Dengan nada menyindir, dia menyampaikan bahwa peristiwa tersebut merupakan pelajaran berharga bagi Demokrat. Sebab, koalisi harus diikat dengan komitmen, bukan sekadar kepentingan. “Demokrat akan mengevaluasi ini. Saya segera melaporkan kepada Ketum (Hadi Utomo-red) bagaimana kondisi koalisi sekarang, termasuk koalisi ke depan,” ujarnya. Khusus menyangkut FKB, Syarief mengaku sudah mengklarifikasi langsung kepada Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang juga wakil ketua DPR. Dalam paripurna kemarin, Muhaimin menjadi pemimpin sidang. “Beliau janji segera berkonsolidasi,” tutur Syarief. Meski SBY dan JK sudah pecah kongsi, Demokrat juga kecewa pada Golkar yang ikut mendukung hak angket. Syarief menyatakan, saat ini, posisi politik di parlemen, Golkar tetap berkoalisi dengan Demokrat. “Katanya ingin terdepan mendukung pemerintahan sampai selesai, ternyata tidak konsisten,” kritiknya. Karena tidak tercapai kesepakatan, keputusan diambil melalui voting. Hasilnya, di antara 203 wakil rakyat yang hadir, 129 orang menyetujui, 73 orang menolak, dan satu orang memilih abstain. Seorang yang abstain itu adalah Muhaimin Iskandar. Sikap Muhaimin tersebut juga tak luput dari kritik kubu Demokrat. “Seharusnya dia (Muhaimin-red) juga menentukan pilihan,” tegas Syarief. Bila dirinci, fraksi yang total mendukung angket adalah FPG (34), FPDIP (58), FPPP (11), FPAN (3), dan FBPD (6). Ada pun, PKB terbelah tiga. Enam belas anggotanya yang hadir ikut mendukung, sedangkan Saifullah Maksum bersikukuh tidak setuju. Muhaimin yang sedang memimpin sidang spontan menambahkan, “Satu lagi abstain,” ujarnya lantas tersenyum. Dinamika di FKB itu termasuk menarik. Sebab, sikap resmi fraksi tersebut awalnya menolak hak angket. Sebagai gantinya, mereka menawarkan hak interpelasi. “Hak interpelasi bisa dipertimbangkan, dengan alasan lebih cepat dan efektif. Kami beri keleluasaan kepada pemerintah untuk menjelaskan sejelas-jelasnya,” tutur Jubir FKB Saifudin Zuhri Al Hadi. Fraksi yang juga terbelah saat voting adalah PDS. Meski sikap resmi fraksinya menolak, ada seorang anggotanya yang setuju dan dua orang menolak. Fraksi yang bulat menolak adalah FPD (43), FPKS (21), dan FPBR (5). Ketua FPPP Lukman Hakim Syaifuddin menyampaikan, pihaknya sama sekali tidak berniat memolitisasi hak angket. Menurut dia, penggunaan hak angket semata-mata ditujukan untuk perbaikan DPT, terutama menjelang pelaksanaan pilpres. “Sama sekali tidak berkaitan dengan pilpres, capres, atau cawapres,” tegasnya. Anggota FPAN Zulkifli Halim menyatakan, pemerintah memiliki andil besar terhadap ketidakakuratan DPT untuk pemilu legislatif 9 April lalu. Padahal, pemutakhiran data pemilih telah memakan anggaran besar. “Yang harus bertanggung jawab bukan hanya KPU, melainkan juga pemerintah. Sebab, pemerintah, dalam hal ini Depdagri, memilik andil signifikan. KPU mengambil input data untuk DPT dari Depdagri,” katanya. Pandangan senada disampaikan anggota FPG Joseph T.H. Pati. Menurut dia, KPU memang belum sungguh-sungguh melaksanakan amanat UU Pemilu No 10/2008 khusus menyangkut pemutakhiran data pemilih. Dia mencontohkan fakta bahwa parpol belum menerima salinan daftar pemilih sementara (DPS) dari KPU. Padahal, itu menjadi bagian penting untuk tersusunnya DPT yang valid. “KPU diduga telah membiarkan tidak validnya data pemilih,” jelasnya. (jpnn)

Tidak ada komentar: