Rabu, 29 Juli 2009

Berita Pemilu dalam DetikPemilu.com, Rabu 29 Juli 2009

Rabu, 29/07/2009 07:12 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Jika Tak Ingin Eksekusi, KPU Harus Segera Cari Bentuk Upaya Hukum
Amanda Ferdina - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penetapan perolehan kursi tahap dua harus segera dilaksanakan. Apabila putusan lembaga hukum tertinggi ini dirasakan bermasalah, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mencari bentuk upaya hukum untuk menghadapinya.

"Secara hukum, itu kan putusan hukum tertinggi. Kalau tidak ada upaya melawannya secara hukum, itu harus dieksekusi oleh KPU," ujar pakar hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (28/7/2009) malam.

Seperti diberitakan, berbagai kalangan dan ahli menilai putusan MA atas uji materi peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 itu telah mengambil lahan MK sebagai penentu sengketa hasil pemilu. "Saya melihat ada masalah," tandas Saldi.

Akan tetapi, lanjut Saldi, apa pun keputusan KPU harus segera dilakukan sebab akan menyangkut penyikapan hukum secara keseluruhan. "Maka yang harus dipikirkan adalah upaya hukum apa yang bisa dilakukan untuk itu (jika ingin melawan). Kita tidak bisa lakukan langkah politik untuk menghadapi putusan hukum ini," jelas Saldi.

Saldi membandingkan dengan kasus Pilkada di Depok yang memenangkan Nurmahmudi Ismail, juga sempat berpolemik. "Dulu kan kasus Depok itu sudah final tapi kan ada MA di atasnya. Tapi kalau sekarang kan MA sendiri, sekarang lebih berat," terang Saldi.

"Ini kan menyangkut sejumlah kursi dalam DPR ke depan, semakin cepat semakin baik diselesaikan," jelas Saldi.

( amd / nrl )
Rabu, 29/07/2009 08:05 WIB

Putusan MA Juga Mengubah Konstelasi Kursi di DPRD
Shohib Masykur - detikPemilu


(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Jika Putusan MA No 15P/HUM/2009 membuat gonjang-ganjing perolehan kursi di DPR, maka putusan MA yang lain, yakni Nomor 16P/HUM/2009, bisa membuat berantakan perolehan kursi di DPRD Kabupaten/Kota. Uji material yang diajukan oleh caleg DPRD Kabupaten Malang, M Rusdi, itu juga diputuskan pada 18 Juni 2009 lalu.

Jika putusan ini diterapkan sekarang, ratusan bahkan ribuan kursi DPRD kabupaten/kota terancam ganti pemilik.

Dalam permohonannya tertanggal 2 Juni itu, Rusdi mempermasalahkan penghitungan kursi DPRD Kabupaten/Kota tahap kedua. Aturan yang dipermasalahkan Rusdi tercantum dalam pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan Kursi dan Caleg.


Aturan KPU

Dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), penghitungan kursi di Kabupaten/Kota dibagi ke dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan cara mencari Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) di tiap dapil.

Seperti di tingkat nasional, di tingkat kabupaten/kota juga terdapat dapil. BPP diperoleh dengan cara membagi jumlah seluruh suara parpol di dapil dengan jumlah kursi.

Parpol yang memperoleh suara di atas BPP otomatis menapatkan kursi. Jika suaranya berjumlah 2 kali lipat BPP, maka parpol itu memperoleh 2 kursi. Demikian seterusnya.

Perlu dicatat, untuk penghitungan kursi DPRD baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota tidak menggunakan parliamentary threshold (PT). Itulah mengapa seluruh suara dari semua parpol diikutkan dalam penghitungan kursi.

Setelah parpol yang suaranya melampaui BPP mendapatkan kursi, maka sisa suaranya akan diikutkan di penghitungan tahap kedua. Adapun parpol yang di tahap pertama tidak memperoleh kursi, suaranya juga akan diikutkan dalam
penghitungan tahap kedua. Suara parpol yang belum dapat kursi itu dikategorikan sebagai 'sisa suara.'

Penghitungan tahap kedua dilakukan dengan cara membagikan sisa kursi kepada
parpol berdasarkan perolehan sisa suara terbanyak. Misalnya masih ada 7 kursi yang belum terbagi, maka 7 kursi itu dibagikan kepada 7 parpol
yang mempunyai sisa suara paling besar.


Putusan MA

Aturan yang dipersoalkan Rusdi adalah mengenai pengkategorian suara parpol yang tidak memperoleh kursi di tahap pertama sebagai sisa suara.

Merujuk pada pasal 213 ayat (3) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu, Rusdi
berpendapat bahwa sisa suara itu hanya dimiliki oleh parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama.

Adapun suara parpol yang tidak mendapatkan kursi di tahap pertama tidak bisa dikategorikan sebagai 'sisa suara,' dan karenanya tidak bisa diikutsertakan dalam penghitungan tahap kedua.

Dalam pasal 213 ayat (3) UU Pemilu disebutkan, dalam hal masih terdapat sisa
kursi setelah dialokasikan berdasarkan BPP, maka penghitungan kursi dilakukan dengan cara membagi sisa kursi berdasarkan sisa suara terbanyak
satu per satu sampai habis. Dengan demikian, hanya sisa suara saja yang bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua.

Dalam penafsiran Rusdi, yang namanya sisa suara itu hanyalah sisa suara dari
parpol yang telah memperoleh kursi, tidak termasuk suara parpol yang belum mendapatkan kursi sebagaimana ditafsirkan KPU dalam Peraturan KPU No
15/2009 pasal 45 huruf b dan Pasal 46 ayat (2) huruf b.

Karena itu Rusdi beranggapan pengkategorian suara parpol yang belum memperoleh kursi di tahap pertama sebagai sisa suara adalah hal yang salah.

Dengan mengkategorikan suara parpol yang belum memperoleh kursi di tahap pertama itu sebagai suara sisa, menurut Rusdi, KPU telah memberi hak kepada parpol itu untuk mengikuti penghitungan di tahap kedua. Padahal
sebenarnya parpol itu tidak berhak ikut karena sejatinya tidak memiliki sisa suara.

Dalam permohonannya itu Rusdi mengatakan KPU masih terjebak dengan aturan yang ada di UU Nomor 12/2003 tentang Pemilu. Dalam Pasal 106 huruf b UU tersebut dikatakan, jika suara parpol di penghitungan tahap pertama lebih kecil dari angka BPP, maka suara itu akan dikategorikan sebagai sisa suara dan diikutkan dalam penghitungan tahap ketiga.

Padahal UU Nomor 12/2003 itu telah dinyatakan batal dengan berlakunya UU Nomor 10/2008. Karena itu KPU dianggap telah berpedoman pada UU yang sudah kadaluwarsa.

Pendapat Rusdi itu diamini oleh Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji material Rusdi. Karena itulah MA memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut Peraturan KPU No 15/2009 pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b.

Hakim agung yang memutus perkara ini sama dengan yang memutus uji materi yang diajukan Zainal Ma'arif, yakni Ketua MA sebagai Ketua Majelis dengan anggota Imam Soebechi dan Marina Sidabutar.


Implikasi

Implikasi dari putusan MA ini, parpol yang di penghitungan tahap pertama tidak mendapatkan kursi secara otomatis tidak bisa diikutkan dalam penghitungan tahap kedua. Itu artinya selamanya mereka tidak akan mendapatkan kursi.

Dengan perubahan cara menghitung ini, bisa dipastikan ratusan atau bahkan ribuan kursi DPRD kabupaten/kota bakal ganti majikan.

Jumlah kursi untuk DPRD kabupaten/kota berkisar antara 20-50 kursi. Dengan
jumlah kabupaten/kota yang mencapai angka 471, bisa dibayangkan berapa kursi yang akan mengalami pergeseran pemilik.

Namun ada yang perlu diperhatikan di sini. Dalam amar putusannya, MA tidak memerintahkan KPUD merevisi SK penetapan caleg di kabupaten/kota.

Ini lain dengan Putusan MA No 15P/HUM/2009 yang memerintahkan KPU merevisi SK No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009. Karena itu masih menjadi tanda tanya apakah KPUD kabupaten/kota di seluruh Indonesia harus mengubah perolehan kursi DPRD yang telah mereka tetapkan atau tidak.

( sho / nwk ) Rabu, 29/07/2009 08:46 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Jimly Minta KPU Segera Laksanakan Putusan MA
Amanda Ferdina - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penetapan perolehan kursi tahap dua masih menyisakan polemik. Ketua Dewan Kehormatan KPU, Jimly Asshiddiqie, meminta agar KPU segera mengeksekusinya meski bila dalam prakteknya nanti terdapat perbedaan tafsir dari maksud MA.

Berikut petikan wawancara Jimly Asshiddiqie dengan detikcom, Rabu (29/7/2009) :

Bagaimana Andamelihat putusan MA yang membatalkan penetapan perolehan kursi tahap dua ini?

Pertama, pokoknya putusan pengadilan harus dihormati saja. Putusan itu mengikat untuk dilaksanakan dan KPU harus melakukan keputusan atas putusan itu. Jangan terlalu lama nanti menimbulkan kebingungan.

Yang kedua, pengadilan dan lembaga apa saja apa pun yang mengambil keputusan, mereka membuat keputusan itu untuk publik. Maka ketika sudah diputuskan, itu milik publik. Dia tidak boleh ikut campur bagaimana putusan itu dilaksanakan. Apalagi sampai debat di media, membela diri, dan lainnya itu melanggar kode etik.

Putusan itu milik umum, bukan milik MA, bukan milik Ketua MA, atau ketua majelis yang memutusnya. Jadi sekarang berpulang kepada lembaga pelaksana (KPU).

Mungkin saja dalam pelaksanaan KPU itu terjadi perbedaan apa yang dipikirkan MA dan KPU. Sebab putusan itu ada pada teks, orang hanya bisa lihat teksnya. Orang yang menafsirkan teks bisa saja tak sama dengan pikiran yang memutusnya. Orang kan lihat teksnya, bukan pikiran hakimnya. Ada kemungkinan ada perbedaan apa yang dipikirkan MA dengan apa yang dilaksanakan KPU. Sementara putusan MA umum, KPU akan membuatnya dengan rinci.

Nah, kalau KPU sudah melaksanakan dan ada pihak yang tidak puas, itu beda perkara. Nanti bisa ada upaya hukum lagi. Jadi intinya KPU bikin keputusan, supaya ada kepastian. Dalam kepastian itu bisa ada keadilan.

Jadi yang terpenting KPU laksanakan saja putusan MA dulu ya?

Ya, kalau nanti diprotes orang, itu nanti beda lagi. Substansinya serahkan saja ke KPU. Jadi kalau KPU diperintahkan untuk mencabut pasal-pasal tertentu, maka cabut saja dan buat peraturan baru. Jangan membuat pernyataan seolah-olah tidak menerima, tidak bisa begitu. Pejabat publik beda dengan warga biasa. Mereka tidak bisa bicara apa saja, harus laksanakan putusan itu. Walaupun pelaksanaannya bisa saja berbeda ya.

Ada prediksi putusan ini menyebabkan 60 kursi DPR akan berubah kepemilikan?

Itu terserah kepada KPU menilainya. Yang jelas harus dibedakan persoalan norma dengan kursi. Kalau kursi itu berkaitan dengan sengketa hasil pemilu, kalau norma itu judicial review. Meski perubahan norma mempengaruhi cara menghitung, tapi itu perkara berbeda.

Putusan MA itu bukan berkaitan dengan jumlah suara yang menjadi substansi perkara, tapi substansi perkara berkaitan dengan norma yang berkaitan dengan UU. KPU harus memahami dengan tepat, putusan MA mana yang intinya mengubah dalam norma hukum. Walaupun ada akibat, harus dibedakan. Sebab akibat dan substansi itu beda. Jadi biar mereka rundingkan. Mereka sudah konsultasi kepada saya, tapi saya tidak bisa ikut campur ke internal mereka.

Pihak KPU sudah meminta saran kepada Anda?

Semua perwakilan partai sudah datang ke saya. Saya dikeroyok ini. Saya sendiri sudah dikasih bahan-bahan (persoalannya), dikasih bahan resminya. Menurut saya, ini tidak sulit. Bisa diselesaikan. Saya rasa walaupun ada ribut-ribut, tapi ini bisa diselesaikan. ( amd / nrl )
Rabu, 29/07/2009 10:44 WIB

SBY Tak Izinkan Ibas Masuk Bursa Calon Ketua DPR
Amanda Ferdina - detikPemilu


Jakarta - Partai Demokrat (PD) sebagai partai pemenang pemilu tengah merumuskan siapa calon Ketua DPR yang akan diajukannya. Putra Ketua Dewan Pembina PD SBY, Edhie Baskoro (Ibas) ternyata tidak masuk ke dalam bursa calon jabatan bergengsi tersebut.

"Oh nggak (Ibas tidak muncul dalam bursa ketua DPR). Bapak (SBY) dan ibu ini betul-betul dalam mendidik keluarga, termasuk anaknya. Beliau sangat menghormati jenjang karir," ujar Ketua Departemen Politik DPP PD Ruhut Sitompul saat dihubungi detikcom Rabu (29/7/2009).

Ibas lolos menjadi anggota DPR dari Dapil Jatim VII. Meski berhasil lolos menjadi anggota DPR, jenjang karir Ibas dinilai masih kurang.

Ruhut membenarkan jika selama ini memang sudah ada beberapa nama calon ketua DPR yang beredar. Akan tetapi, keputusan siapakah ketua DPR versi pilihan PD ini akan diserahkan ke ketua dewan pembina dan pimpinan umum partai.

"Ada beberapa nama beredar, seperti Taufik Effendi, Hayono Isman, Syarif Hasan, dan beberapa nama lainnya. Tapi semua kita serahkan ke Pak SBY, karena kan beliau founding father atau ketua Dewan Pembina partai dan juga kita serahkan ke Hadi Utomo sebagai ketua umum," jelas Ruhut.

( amd / iy )
Rabu, 29/07/2009 11:10 WIB
Kursi DPRD Tahap 2 Dibatalkan
PKB Masih Pelajari Putusan MA
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) soal pembatalan peraturan KPU tentang penetapan caleg terpilih anggota DPRD dinilai bakal menimbulkan persoalan baru. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belum mengambil sikap untuk mendukung atau menolak, karena masih akan mempelajari putusan MA tersebut dengan cermat.

"Kita masih mempelajari, nanti setelah kita paham betul, kita akan sampaikan sikap kita," kata Sekjen DPP PKB Lukman Edy kepada detikcom, Rabu (29/7/2009).

Menurut politisi yang ditunjuk sebagai Menteri PDT ini, jika putusan MA tentang DPRD ini diberlakukan, dipastikan akan memunculkan kegaduhan politik baru di masyarakat. Hal ini disebabkan karena ratusan bahkan ribuan kursi DPRD seluruh Indonesia akan berganti pemilik.

"Bisa dibayangkan kalau orang yang sudah ditetapkan jadi anggota DPRD, sudah syukuran, sudah nyumbang warga kalau yang punya janji, tiba-tiba dibatalkan. Apa yang terjadi," paparnya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, KPU dan KPUD diminta cermat dan waspada menyikapi putusan MA yang dinilai menimbulkan persoalan baru. MA pun diminta menjelaskan alasan-alasan putusannya karena cenderung tertutup.

"KPU harus ekstra hati-hati soal ini. Jangan sampai membuat blunder baru yang membikin kegaduhan politik makin tak terkendali, karena sampai ke daerah-daerah. MA juga harus menjelaskan kenapa putusan yang keluar sejak tanggal 18 Juni, baru diterima publik sekarang," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) juga membuat putusan Nomor 16P/HUM/2009 tentang pembatalan peraturan KPU soal penetapan caleg terpilih DPRD tahap kedua. Jika putusan ini diterapkan sekarang, ratusan bahkan ribuan kursi DPRD kabupaten/kota terancam ganti pemilik.

Dalam permohonannya tertanggal 2 Juni itu, Rusdi mempermasalahkan penghitungan kursi DPRD Kabupaten/Kota tahap kedua. Aturan yang dipermasalahkan Rusdi tercantum dalam pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang Pedoman Teknis Penetapan Kursi dan Caleg.

( yid / nrl )
Rabu, 29/07/2009 11:20 WIB
Nasib Parpol Koalisi PD
Golkar: Mereka Belum Beruntung
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Partai Golkar menilai partai-partai yang ikut mengusung SBY sebagai presiden kurang beruntung. Belum jelasnya jatah menteri apalagi putusan MA yang mengurangi kursi di DPR semakin menenggelamkan partai-partai kelas menengah tersebut.

"Belum beruntung saja, belum rejekinya. Kondisi apa pun termasuk seperti sekarang ini harus mereka terima," ujar Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Poempida Hidayatulloh, saat berbincang dengan detikcom melalui telepon, Rabu (29/7/2009).

Menurut Poempida, tidak ada yang pasti dalam dunia politik. Sebagai politisi, seharusnya petinggi parpol siap dengan segala kemungkinan, termasuk saat dalam posisi 'terjatuh' seperti sekarang ini.

"Dalam berpolitik harus siap dengan segala kemungkinan. Kalau dulu partai koalisi PD sangat bahagia ya karena politik seperti seni antara kepastian dan ketidakpastian," ujar Poempida.

Poempida menyadari beratnya petinggi parpol menyikapi SBY yang menggunakan lagi sebagian menteri periode lalu. Namun menurut Poempida hal itu bagian dari dinamika politik.

"Kemudian tidak dipilih sebagai menteri ya harus diterima," ujar Poempida.

Mengenai menurunnya kursi DPR sebagian parpol koalisi PD akibat putusan MA, Poempida balik mensyukuri 'nasib' Golkar.

"Golkar masih beruntung, setidaknya kita mendapat tambahan kursi DPR. Itu harus kita pertahankan secara politik," tegasnya.

( van / nik )
Rabu, 29/07/2009 11:49 WIB

KPU Telah Temukan Celah Hukum Sikapi Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku telah menemukan celah hukum dalam menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA). Namun KPU masih belum bersedia membeberkan celah yang dimaksud.

"Kita sudah menemukan celah-celah, namun saya tidak bisa sampaikan celahnya seperti apa," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2009).

Celah yang dimaksud KPU adalah untuk menyikapi 5 putusan MA yang berkaitan dengan KPU. Tiga dari 5 putusan itu adalah yang akhir-akhir ini menjadi perdebatan hangat, yakni judicial review yang diajukan Hasto Kristiyanto, judicial review yang diajukan Zainal Ma'arif, dan judicial review yang diajukan caleg DPRD Kabupaten Malang, Rusdi.

Dengan celah hukum ini, KPU bisa jadi tidak harus mengubah perolehan kursi parpol. "Kami sedang melakukan pendalaman. Beri kami waktu sehingga kami bisa betul-betul mengambil keputusan yang terbaik dan tepat," pinta Putu.

Selain itu KPU juga akan menemui MA untuk membahas putusan tersebut. "Kalau bisa minggu ini (ketemu)," kata Putu.

( sho / nrl )
Rabu, 29/07/2009 11:54 WIB
Pulang Kampung ke Makassar
JK Nyekar ke Makam Orang Tua
Gunawan Mashar - detikPemilu


Makassar - Capres Jusuf Kalla (JK) pulang kampung ke Makassar selama 2 hari. JK menyempatkan diri mengunjungi makam kedua orangtuanya.

JK yang didampingi istrinya Mufidah Kalla tiba di makam orangtuanya, Haji Kalla dan Hajah Athirah Kalla di Pekuburan Islam, Bontoala, Makassar, Rabu (29/7/2009) pukul 12.00 Wita.

3 Putra dan putri JK pun ikut serta yakni Solihin Kalla, Musywirah Kalla dan Muhlisah Kalla. Turut hadir, Yuddy Chrisnandy dan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin.

JK yang mengenakan baju batik langsung menabur bunga dan menyiramkan air. JK lalu berdoa sekitar 20 menit dan meninggalkan lokasi.

JK selanjutnya menunaikan salat di Masjid Raya Makassar, yang terletak dekat dengan kediaman orang tuanya di Jalan Andalas, Makassar.

Sebelum nyekar, JK mengundang wartawan lokal untuk sarapan pagi bersama di kediamannya, Jalan Haji Bau, Makassar.

JK juga sempat mengunjungi Trans Kalla yang dibuat semacam Disneyland, di dekat Pantai Losari. Trans Kalla ini akan diresmikan September 2009. JK tampak menjajal berbagai permainan.

( aan / iy )
Rabu, 29/07/2009 12:04 WIB

KPU: UU Pilpres Tidak Mengenal Pemilu Ulang
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Tim Mega-Prabowo meminta hasil pilpres dibatalkan dan diselenggarakan pemilu ulang. Menurut KPU, UU Pilpres tidak mengenal adanya pemilu ulang.

"Semua kita bawa ke aturan main saja. UU tidak mengenal namanya pemilu ulang, yang ada hanya pemungutan suara ulang di tingkat TPS," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2009).

Meski begitu, kata Putu, KPU tidak phobia dengan pemungutan suara ulang. Jika memang Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang, KPU siap menjalankannya.

Mengenai tudingan tim Mega-Prabowo yang menyebut pilpres di 25 provinsi bermasalah dan adanya 28 juta suara yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, KPU menyerahkannya ke MK untuk memutuskannya. KPU sendiri telah menyiapkan tim jaksa pengacara negara (JPN) ditambah tim pengacara dari KPUD untuk menghadapi gugatan di MK.

"Apa betul ada 28 juta, kita hormati legal standing yang diajukan. Kita bertemu nanti di MK," kata Putu.

Putu menambahkan, KPU siap menghadapi semua sengketa di MK. "Amat sangat siap," ucapnya yakin.

( sho / nrl )
Rabu, 29/07/2009 12:19 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan MA
KPU Akan Temui MA Untuk Klarifikasi
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku telah menemukan celah hukum dalam menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA). Agar bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik dan lancar, KPU berencana menemui pimpinan MA untuk membahas soal putusan itu.

"Kami sedang melakukan pendalaman. Beri kami waktu sehingga kami bisa betul-betul mengambil keputusan yang terbaik dan tepat. Kalau bisa minggu ini (ketemu)," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2009).

Celah yang dimaksud KPU adalah untuk menyikapi 5 putusan MA yang berkaitan dengan KPU. Tiga dari 5 putusan itu adalah yang akhir-akhir ini menjadi perdebatan hangat, yakni judicial review yang diajukan Hasto Kristiyanto, judicial review yang diajukan Zainal Ma'arif, dan judicial review yang diajukan caleg DPRD Kabupaten Malang, Rusdi.

Seperti diketahui, ribut-ribut kursi tidak hanya terjadi di DPR, tetapi juga DPRD kabupaten/kota. Jika gonjang-ganjing kursi DPR disebabkan putusan MA Nomor 15P/HUM/2009, kekisruhan kursi DPRD kabupaten/kota disebabkan putusan MA Nomor 16P/HUM/2009.

Sementara itu, anggota KPU lainnya Endang Sulastri menilai, akibat putusan MA ini, ratusan atau bahkan ribuan kursi di DPRD kabupaten/kota bisa ganti pemilik. Sebab putusan MA mengubah tata cara penghitungan kursi DPRD di tahap kedua.

"Putusan MA itu kan membuat parpol yang bisa ikut di penghitungan tahap kedua di DPRD kabupaten/kota hanya parpol yang mendapat suara di tahap pertama," Endang Sulastri.

( sho / yid )
Rabu, 29/07/2009 12:28 WIB
Kursi Tahap Dua Dibatalkan
Harifin Bantah MA Lebihi Kewenangan
Aprizal Rahmatullah - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) disebut-sebut telah melebihi kewenangannya dengan membatalkan penghitungan kursi tahap dua. Namun hal itu dibantah keras oleh Ketua MA Harifin A Tumpa.

"Yang diputus itu hanya putusan KPU yang bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Tidak ada itu melebihi kewenangan," kata Harifin.

Hal itu disampaikan Harifin usah melantik pejabat baru di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Sebelumnya diberitakan, MA telah memutuskan lima putusan terkait Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tiga dari lima putusan itu menjadi buah bibir akhir-akhir ini karena mempengaruhi perolehan kursi sejumlah parpol di parlemen.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid bahkan dengan tegas meminta KPU mengabaikan putusan MA tersebut. Menurutnya, MA tidak berhak menguji peraturan apalagi berkaitan dengan sengketa pemilu.

( ken / iy )
Rabu, 29/07/2009 12:47 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
KPU Bisa Siasati Putusan MA dengan Mengulur Waktu
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Kebuntuan hukum yang dihadapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyikapi putusan Mahkamah Agung (MA) tampaknya mulai menemukan titik terang. Secara teoritis, KPU bisa mengakali putusan MA itu dengan cara mengulur waktu.

"Bisa saja KPU mengulur waktu, karena memang tidak mungkin KPU melaksanakan putusan MA itu dengan mengubah caleg," kata pengamat hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mukhtar saat dihubungi, Rabu (28/7/2009).

Celah hukum dari putusan MA ini ada di Peraturan MA Nomor 1/2004 tentang Hak Uji Materiil. Dalam pasal 8 ayat (2) UU tersebut dikatakan, dalam hal 90 hari sejak putusan MA dikirim ke Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan tersebut, ternyata pejabat yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, demi hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak memiliki kekuatan hukum.

Artinya, KPU memiliki waktu 90 hari untuk menjalankan putusan MA terhitung sejak putusan itu dikirim ke KPU. Mengingat salinan putusan baru dikirim MA tanggal 22 Juli, maka 90 hari kemudian adalah 20 Oktober. Padahal pelantikan anggota DPR adalah 1 Oktober, sedangkan pelantikan anggota DPRD dilakukan sebelum anggota DPR.

Jika KPU melaksanakan putusan MA itu setelah pelantikan anggota DPR, KPU masih punya waktu 20 hari sebelum deadline. Dan jika putusan MA itu dilaksanakan setelah pelantikan, maka KPU tidak perlu repot-repot mengubah perolehan kursi caleg DPR maupun DPRD.

Namun Zainal mengingatkan, akan ada risiko yang harus dihadapi jika KPU menggunakan cara itu untuk mengakali putusan MA. Sebab KPU bisa dituding melanggar UU dengan tidak melaksanakan perintah MA.

"Bahayanya ke depan, KPU bisa dituduh tidak melaksanakan UU. Dan KPU bisa digugat," kata Zainal.

KPU bisa saja beralasan telah melaksanakan putusan MA karena tidak melampuai 90 hari. Namun secara substansi, itu sama artinya KPU telah melawan MA dalam menafsirkan aturan tentang penetapan kursi dan caleg yang ada dalam UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu.

"Saya tidak mengatakan penafsiran MA itulah yang benar. Tapi jika KPU tidak mengubah caleg, artinya KPU tidak melaksanakan UU sesuai penafsiran MA. Dan itu adalah perbuatan melawan hukum," kata Zainal.

Seperti diketahui, putusan MA Nomor 15P/HUM/2009 yang mengubah perolehan kursi DPR diputus tanggal 18 Juni, namun baru dikirim ke pemohon (Zainal Ma'arif) dan termohon (KPU) tanggal 22 Juli. Putusan Nomor 16/HUM/2009 yang mengubah perolehan kursi DPRD kabupaten/kota juga diputus 18 Juni, namun baru dikirim 22 Juli.

( sho / yid )
Rabu, 29/07/2009 12:50 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Ketua MA: KPU Langgar Hukum Bila Abaikan Putusan
Aprizal Rahmatullah - detikPemilu


Jakarta - MA memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut Peraturan KPU No 15/2009 pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b tentang penghitungan sisa suara tahap kedua. Menurut MA, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka KPU dianggap telah melanggar hukum.

"Kalau diabaikan ia (KPU) melanggar hukum, orang yang merasa dirugikan bisa menggugat," ujar Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2009).

Menurut Harifin, putusan yang dikeluarkan oleh MA tidaklah menyebutkan batal demi hukum, sehingga putusan yang dikeluarkan tersebut dianggap sah. Terkait kewenangan MA atas putusan yang telah dikeluarkan tersebut, Harifin mengatakan MA tidak punya kepentingan agar KPU mau melaksanakan putusan tersebut.

"MA tidak punya kepentingan mau dilaksanakan atau tidak," terang Arifin.

Harifin menambahkan, tidak ada sanksi apabila KPU tidak mau melaksanakan keputusan tersebut. Hanya ada kewajiban saja bagi KPU. Meski demikian, pihak yang mengajukan permohonan untuk dilakukan judicial review terhadap peraturan KPU tersebut bisa protes.

"Tapi mungkin orang yang mengajukan (Zaenal Ma'arif dkk) akan mempertanyakan kenapa tidak dilaksanakan," pungkasnya.

( ddt / nrl )
Rabu, 29/07/2009 13:04 WIB
Polemik Putusan MA
MK Bisa Buka Kembali Sengketa Hasil Pileg
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu


Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membuka kembali sengketa hasil Pemilu Legislatif meski masa persidangan atasnya sudah ditutup. Alasannya, setiap penetapan hasil pemilu harus disertai dengan kesempatan pengujian atas penetapan tersebut.

"MK hadir sebagai mengawal hasil penetapan hasil oleh KPU. Secara prinsip hasil pemilu harus diuji apakah sesuai UUD atau tidak," kata pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin.

Hal tersebut disampaikan Irman dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi Putusan MA' di kantor Charta Politika, Jl Cipaku, Jaksel, Rabu (29/7/2009). Hadir juga dalam diskusi Direktur Charta Politika Bima Arya Sugiharto, Direktur Cetro Hadar Nafis Gumay, caleg PAN Viva Yoga Mauladi dan caled Golkar Indra J Piliang.

Seperti diketahui, putusan MA No 15 P/HUM/2009 tentang pembatalan penghitungan kursi DPR tahap dua akan berimbas pada pentepan perolehan kursi baru oleh KPU.

Irman menjelaskan, tidak ada kata kadaluwarsa untuk gugatan sengeketa hasil jika ada penetapan baru, meski sesuai ketentuan dalam UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, MK menutup pendaftaran gugatan setelah 3x24 jam sejak KPU menetapkan hasil.

"Kalau penyelenggara pemilunya sewenang-wenang dan menetapkan beberapa kali gimana? Sengketa itu terbuka dengan sendirinya. 10 Kali penetapan, itu 10 kali juga harus ada kesempatan menggugat hasil," jelasnya.

Sementara itu, mengenai permintaan beberapa pihak agar KPU mengabaikan putusan MA, Irman menilai hal tersebut sebagai hal yang keliru.

"Ketika kita sepakat negara hukum, putusan pengadilan harus tetap dilaksanakan. Kalau tidak hancur republik ini," pungkasnya.

Irman menjelaskan, dalam hukum ada prinsip Res Judicata Proveri Tate Habeteur, bahwa segala putusan lembaga peradilan adalah benar.

"Meski secara akademis tidak disetujui, namun putusan MA itu harus dianggap benar. Tidak boleh diabaikan," tandasnya.
( lrn / nrl )
abu, 29/07/2009 12:53 WIB

Wakil Ketua Komisi II DPR Nilai Putusan MA Kaya Muatan Politik
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR, Sayuti Ashyatri, mengungkapkan putusan MA yang berdampak pembatalan caleg DPR dan DPRD terpilih penuh nuansa politik. MA dinilai memanfaatkan celah ketidaksempurnaan UU No 10/2008 untuk membatalkan sejumlah pasal dalam Peraturan KPU No 15/2009.

"Putusan MA itu lebih kaya muatan politisnya sebenarnya. Memanfaatkan celah yang kurang tegas dalam Undang-Undang 10 Tahun 2008," ujar Sayuti, saat ditemui detikcom di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Sayuti mengakui putusan MA memang tepat secara tekstual. Namun, MA melupakan bahwa perhitungan kursi secara kontekstual jelas menggunakan sistem proporsional.

"Keputusan MA tidak bisa dibenarkan, hanya kebetulan tepat secara teks namun tidak kontekstual. Perhitungan yang diputuskan MA melupakan asas proporsional," kata Sayuti.

Mengenai imbas terhadap pergantian sejumlah kursi di tingkat dasar (DPRD), menurut sayuti menjadi konsekuensi dari putusan MA ditingkat DPR.

"Imbas kepada DPRD jelas karena yang diputuskan MA pada intinya kepada penetapan kursi anggota legislatif, di dalamnya kan ada DPRD," imbuhnya.

Menurut Sayuti, MA sangat jeli melihat celah kecil yang memungkinkan pembatalan sejumlah pasal dalam peraturan KPU No 15/2009. Hal ini menurut Sayuti, perlu jadi bahan instrospeksi DPR.

"Tidak bisa dikatakan merugikan, setidaknya jadi pelajaran bagi DPR untuk lebih teliti dalam menyusun Undang-Undang. Sehingga tidak dipolitisir seperti ini," pungkas Sayuti menyesalkan.

( van / irw )
Rabu, 29/07/2009 13:31 WIB

Wakil Ketua MPR: Masalah Pemilu Satu Pintu, Percayakan MK
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Wakil Ketua MPR AM Fatwa berharap partai politik menyerahkan penyelesaian sengketa pemilu akibat putusan Mahkamah Agung (MA) kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK, menurut Fatwa, sebagai satu-satunya pintu penyelesaian sengketa pemilu.

"Menurut saya ini konflik pemilu, harus diselesaikan oleh MK, satu pintu saja. Masing-masing parpol sebaiknya menyerahkan saja kepada MK," ujar Fatwa, saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Namun Fatwa menanggapi positif putusan MA. Dengan cara ini, semua kalangan menjadi terpacu menyempurnakan perhitungan kursi DPR.

"Putusan MA hanya sebagai pemicu tapi ujungnya tetap putusan MK. Kekacauan putusan MA akan terselesaikan sendirinya dengan putusan MK," beber Fatwa.

Usulan untuk duduk bersama antara MK, MA, KPU, dan Bawaslu, menurut Fatwa tidak menyelesaikan masalah. Menurutnya, semuanya hanya akan mempertahankan pendapatnya saja.

"Kalau masing-masing bersitegang tidak akan bisa mencapai putusan yang arif. Saya pikir dengan ajakan ketua MK harusnya menyelesaikan masalah secara hukum," imbuh Fatwa.

"Jangan dilupakan keputusan MK itu final dan mengikat," tegasnya.

( van / irw )
Rabu, 29/07/2009 13:54 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
DPR Minta KPU Segera Putuskan Sikap
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Ketua DPR Agung Laksono meminta KPU segera mengambil sikap atas perkara putusan MA yang membatalkan peraturan penetapan caleg tahap kedua. Jika dibiarkan berlarut-larut dikhawatirkan akan mengakibatkan kekosongan hukum lembaga politik dan mengganggu pelantikan presiden.

"Paling baik dalam hal Pileg, kita serahkan pada KPU bisa mengambil langkah politik tetapi tetap berdasar hukum, tidak boleh dilabrak. Apabila dibiarkan berlarut-larut, bisa menunda pelantikan anggota DPR dan presiden," kata Agung kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Menurut Agung, langkah politik yang bisa dilakukan oleh KPU adalah membahas bersama dengan lembaga negara terkait seperti MA, MK dan DPR. "Langkah politik dengan cara pertemuan KPU dengan MA, MK dan berkomunikasi dengan DPR, tidak bisa dibiarkan seperti ini," paparnya.

Agung meminta semua pihak bersabar dengan langkah KPU. Jangan sampai KPU diintervensi dan ditekan sehingga membuat keputusannya menjadi salah lagi.

"Jangan ditekan-tekan KPU, biar KPU menyelesaikan melalui jalur hukum. Agenda nasional tidak boleh tertunda, tidak boleh ada kekosongan lembaga politik di negeri ini. Masalah ini harus segera terselesaikan," pungkasnya.

( yid / iy )
Rabu, 29/07/2009 14:00 WIB

Agung: Belum Ada Tawaran Jadi Menteri
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Nama Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono disebut-sebut ditawari menjadi menteri kabinet SBY. Namun Agung menyangkalnya.

"Saya tidak tahu itu. Belum ada tawaran karena semuanya tergantung beliau (SBY). Hak prerogatif itu melekat pada beliau," kata Agung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Agung mengaku belum bisa menjawab apakah dirinya siap atau tidak jika ditawari menjadi menteri. "Saya belum diminta sehingga belum bisa memberikan jawaban," ujar dia.

Dikatakan dia, dukungan Partai Golkar bagi pemerintahan ke depan nanti tergantung pimpinan Golkar baru hasil Munas.

"Pandangan saya sudah pas Golkar menjadi partai yang obyektif proporsional. Jadi kalau pun berkoalisi tidak berarti membabi buta," kata dia.

Ketika ditanya berapa jumlah menteri yang diminta, Agung lagi-lagi menolak membeberkannya. "Kalau jumlahnya, saya belum bisa memberi komentar, itu wewenang presiden," kata pria yang juga Ketua DPR ini.

Apa untungnya SBY koalisi dengan Golkar? "Menyadari bahwa keinginan pemerintah mendapat dukungan di parlemen sangat wajar. Bagaimana pun pemerintah perlu dukungan di parlemen untuk memutuskan kebijakan," jawab dia.

( aan / iy )
Rabu, 29/07/2009 14:11 WIB

Tim Kampanye SBY-Boediono Penuhi Panggilan Bawaslu
Aprizal Rahmatullah - detikPemilu


Jakarta - Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono memenuhi panggilan Bawaslu. Tim pasangan pemenang pemilu ini diwakili oleh wakil ketua tim kampanye, Djoko Suyanto didampingi bendahara Boy Tohir.

"Saya hanya dipanggil saja, tidak tahu pemanggilan untuk apa," ujar Djoko Suyanto saat tiba di kantor Bawaslu pukul 13.45 WIB, Rabu (29/7/2009).

Mantan Panglima TNI ini pun enggan berkomentar banyak soal pemanggilan yang dilakukan Bawaslu. "Nanti ya," ujarnya singkat.

Informasi yang beredar, pemanggilan Bawaslu ini terkait adanya penerimaan sumbangan asing dalam kampanye SBY-Boediono. Sebelumnya Indonesian Corruption Watch (ICW) melaporkan adanya dugaan penggunaan dana asing yang masuk dalam dana kampanye SBY-Boediono. Jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 8,5 miliar.

( rdf / iy )
Rabu, 29/07/2009 14:37 WIB

Putusan MA Ciptakan Sistem Distrik Terselubung
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan penghitungan kursi DPR tahap dua berimbas pada pengabaian sistem proporsional yang dianut Pemilu di Indonesia. Alasannya, pola penghitungan yang diperintahkan MA ke KPU memungkinkan penghitungan double terhadap suara di satu sisi dan penghangusan suara secara signifikan di sisi lain.

"Ini namaya sistem distrik yang teselubung," kata Direktur Charta Politika Bima Arya Sughiarto dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi Putusan MA' di kantor Charta Politika, Jl Cipaku, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2009).

Hadir juga dalam diskusi pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin, Direktur Cetro Hadar Nafis Gumay, caleg PAN Viva Yoga Mauladi dan caled Golkar Indra J Piliang.

Seperti diketahui, sistem distrik menganut adagium 'the winner takes all', yang berarti kursi dalam sebuah distrik (dapil) diraih seluruhnya oleh partai pemenang di distrik tersebut. Suara-suara partai yang kalah akan
hangus dengan sendirinya.

Sementara dalam sistem proporsional, suara partai yang kalah masih bisa dikonversikan lewat sebuah kursi perwakilan di parlemen. "Sistem distrik itu terlalu liberal," tukas Arya.

Menurut Arya, seandainya Indonesia ingin menuju ke sistem distrik, hendaklah itu tejadi secara alamiah dan bukan lewat sebuah putusan suatu lembaga.

"Biarlah prosesnya alamiah lewat PT (Parliamentary Treshold) yang terus naik (tiap pemilu), bukan dipaksa lewat lembaga negara. Apalagi ini diputus setelah hasil pemilu ditetapkan," tuturnya.

"Kita butuh penyederhanaan sistem kepartaian, tapi tidak dengan cara seperti ini," pungkasnya.

Tidak Etis

Sementara itu Hadar Gumay menilai, partai-partai besar yang diuntungkan oleh putusan MA, seperti Partai Demokrat, PDIP dan Golkar, sebenarnya sudah mengerti semangat yang diusung saat pembuatan UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. Bahwa yang dimaksud dalam pasal 205 ayat 4 UU tersebut adalah 'sisa suara', bukan 'suara' (saja), sepeti yang termaktub dalam UU.

Namun, kata dia, partai-partai tersebut malah mendukung putusan MA karena diuntungkan dengan ketambahan kursi secara signifikan.

"PDIP, Demokrat, Golkar tahu persis maknanya apa. Tapi ini sangat tidak etis, saya kecewa dengan partai-partai ini. Mereka sebenarnya tahu," keluh Hadar.

Seperti diketahui dalam pasal 205 ayat 4 tertulis: Dalam hal masih
terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang memperoleh 'suara' sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR.


Frase 'suara' (saja) dalam UU tersebut telah dijadikan celah bagi pemohon uji materi untuk menghitung kembali 'suara' yang sudah dihitung pada tahap pertama, dan bukan 'sisa suara' yang dimaksud KPU dalam Peraturan KPU No 15/2009.

"Peraturan KPU tidak ada cacatnya, itu sesuai UU. Jika demikian, prinsip one man, one vote, one value jadi diabaikan," cetus Hadar.

( lrn / irw )
Rabu, 29/07/2009 14:40 WIB

PD: Susunan Kabinet Hak Prerogatif SBY
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Kasak-kusuk siapa yang akan menduduki kursi menteri di kabinet baru oleh SBY makin ramai, termasuk berapa jatah Menteri bagi parpol anggota koalisi. Namun Partai Demokrat (PD) menegaskan penyusunan kabinet hak prerogatif SBY sebagai presiden terpilih.

"Tentu saja ada tawaran dari mana-mana dan itu biasa saja. Tetapi Presiden yang menentukan karena itu hak prerogratifnya," ujar Ketua DPP PD M Jafar Hafsah kepada detikcom di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Jafar pun mengingatkan bahwa hak prerogratif capres untuk menentukan siap-siapa yang akan menjadi Menterinya, sudah dijelaskan sebelumnya kepada partai-partai anggota koalisi.

Menurut Jafar, poin itu termasuk hal-hal yang sudah disepakati dengan partai-partai koalisi itu jika SBY memenangkan pilpres

"Jadi waktu itu disepakati bagaimana memenangkan SBY, kemudian berkoalisi di legislatif, dan juga berkoalisi di eksekutif yakni pemerintahan," beber pria yang disebut-sebut bakal menjadi Menteri Pertanian ini.

Jafar mengatakan, siapapun yang diusulkan jadi Menteri boleh-boleh saja. Apakah itu kalangan profesional maupun dari parpol. Namun, Jafar menegaskan keputusan akhir ada di tangan SBY dan juga Boediono sebagai presiden dan wapres.

"Keputusannya di tangan beliau (SBY)," tandasnya.
( Rez / ken )
Rabu, 29/07/2009 15:09 WIB
Imbas Putusan MA
Posisi Tawar PKS, PPP, PAN Terhadap SBY Berkurang
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) tekait pembatalan penghitungan kursi DPR tahap kedua akan mengurangi perolehan kursi partai-partai pendukung SBY-Boediono, seperti PKS, PAN, PPP. Oleh karenanya, posisi tawar ketiga partai itu dalam koalisi di pemerintahan nantinya juga akan berkurang.

"Posisi tawar partai-partai itu terhadap Yudhoyono akan berkurang. (Posisi Tawar) Demokrat justru semakin kuat," kata Direktur Charta Politika Bima Arya Sughiarto dalam diskusi bertajuk 'Kontroversi Putusan MA' di kantor Charta Politika, Jl Cipaku, Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2009).

Hadir juga dalam diskusi pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin, Direktur Cetro Hadar Nafis Gumay, caleg PAN Viva Yoga Mauladi dan caled Golkar Indra J Piliang.

Seperti diketahui, akibat putusan MA tersebut, kursi Partai Demokrat diperkirakan akan bertambaj sekitar 30-an kursi. Menurut Arya, bertambahnya kursi Demokrat di parlemen juga bisa menambahkan keyakinan dan membuka peluang bagi SBY untuk menempatkan sebagian besar profesional dalam kabinet.

"Bisa saja menaikkan posisi tawar dalam membentuk zaken kabinet (kabinet ahli/profesional)," pungkasnya.

Viva Yoga berharap putusan MA ini bukanlah sebuah skenario besar untuk
'mematikan' partai-partai yang berideologikan Islam.

"Mudah-mudahan bukan grand disain. Ini rawan!" cetusnya.

Tak Mengerti Sistem

Sementara itu Hadar Gumay menilai, putusan MA yang kontroversial tersebut
juga disebabkan oleh ketidakpahaman hakim agung terhadap sistem pemilu
secara keseluruhan.

"Hakim MA nggak ngerti pemilu seperti apa. Bagaimana sistem pemilu ini,"
ujarnya.

Putusan MA, lanjut Hadar, juga akan memicu kemungkinan-kemungkinan lain. Ia
mencontohkan, jika dalam suatu dapil terdapat 5 kursi yang diperebutkan, dan
akhirnya hanya 2 parpol yang memenuhi 100 persen BPP, maka dalam hitungan
tahap dua, jika seluruh suara kedua parpol dihitung lagi, parpol mana yang
akan mendapatkan sisa 3 (ganjil) kursi.

"Bagaimana membawa 3 kursi ini untuk 2 partai. MA ini stop dulu deh, kalau
ada gugatan," pungkas Hadar kesal. ( lrn / irw )
Rabu, 29/07/2009 15:11 WIB
Dampak Putusan MA
KPU Khawatirkan Unjuk Rasa Ribuan Caleg di Daerah
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) merasa harus berhati-hati menyikapi putusan MA yang mengubah perolehan kursi di DPR dan DPRD. Sebab putusan tersebut terlalu besar risiko politiknya. Di daerah, tidak tertutup kemungkinan ribuan caleg yang dirugikan melakukan unjuk rasa.

"Bisa dibayangkan pihak-pihak yang dirugikan di 471 kabupaten akan demo habis-habisan tiap hari," kata anggota KPU I Gusti Putu Artha di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (28/7/2009).

Putu mengatakan, KPU harus mengambil langkah yang aman baik deri segi hukum maupun politik. Dari segi hukum, KPU tidak boleh mengambil tindakan yang bertentangan secara yuridis. Dari segi politik, langkah KPU jangan sampai menimbulkan gonjang-ganjing yang lebih besar.

Untuk keperluan itu, KPU harus mengkaji putusan MA itu dari banyak aspek. KPU juga harus mensinkronkannya dengan peraturan-peraturan lain seperti putusan MK, UU MA, peraturan MA, putusan MA yang lain, UU Pemilu, dan lain-lain.

"Kesimpulannya apa nanti nunggu rapat pleno," kata Putu.

( sho / yid )
Rabu, 29/07/2009 15:29 WIB
Survei LSI
65,4 Persen Responden Tak Setuju Pilpres 2009 Penuh Kecurangan
Ken Yunita - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Pasangan Jusuf Kalla (JK)-Wiranto dan Megawati-Prabowo menilai pelaksanaan Pilpres 2009 banyak masalah dan banyak kecurangan. Namun hal itu tidak tampak pada hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI). Survei menyebut, 65,4 persen responden menyatakan Pilpres 2009 berlangsung sangat bebas dan jurdil.

Demikian hasil survei LSI yang dikirimkan kepada detikcom, Rabu (29/7/2009). Survei dilakukan antara tanggal 18 Juli hingga 24 Juli.

"Sementara 21 persen responden menyatakan Pilpres bebas dan jurdil dengan sedikit masalah, 8,8 persen responden menyatakan Pilpres jurdil dengan banyak masalah, dan 1,2 persen tidak jurdil sama sekali dan 3,4 persen responden menyatakan tidak tahu," kata peneliti senior LSI Burhanuddin Muhtadi.

Burhanuddin mengatakan, survei diikuti oleh 1.270 responden yang tersebar di 33 provinsi seluruh Indonesia. Margin of error dari survei berskala nasional ini kurang lebih 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengambilan sampling dilakukan dengan sistem multistage random. Metode yang dipakai adalah wawancara tatap muka.

Burhanuddin menegaskan, survei LSI bukanlan untuk melegitimasi kekurangan proses Pilpres.
LSI melakukan survei ini atas nama hukum dan atas biaya sendiri.

"Kita persilakan mereka yang menuding Pilpres tidak jurdil untuk membuktikan tuduhan mereka, kita lihat apakah nanti MK dan publik 'membeli' argumen mereka atau tidak," kata Burhanuddin.

( ken / iy )
Rabu, 29/07/2009 16:51 WIB

FPKS Minta Track Record Ketua DPR Harus Bagus
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq mendukung pimpinan DPR dipegang oleh partai pemenang pemilu legislatif. Namun Mahfudz berharap sang pimpinan DPR yang akan mengganti posisi Agung Laksono itu diisi orang yang memiliki trac record bagus dalam kepemimpinan.

"Kami setuju ketua DPR dari partai pemenang pemilu, siapapun orangnya yang penting kuat untuk memimpin reformasi di DPR. Soal nama boleh dikenal tapi kalau kita punya trac record baiknya tentu lebih bagus," ujar Mahfud.

Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog kenegaraan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Mahfud menilai DPR perlu direformasi agar citranya yang saat ini terpuruk kembali mendapatkan kepercayaan rakyat secara utuh. Citra DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dijaga kebersihannya.

"Sekalipun bertugas sebagai corong tapi kami harap memiliki kompetensi membuat citra DPR baik dimata masyarakat," harap Mahfudz.

Mengenai isu Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN), Taufiq Effendy sebagai kandidat terkuat ketua DPR 2009-2014, Mahfud tidak mau berkomentar. Mahfud menyerahkan semuanya kepada Partai Demokrat (PD). "Mau Pak Taufiq Effendi mau pak siapa itu menjadi kewenangan PD," tegasnya.

( van / yid )
Rabu, 29/07/2009 16:54 WIB

Tim Mega-Prabowo Melengkapi Berkas Gugatan dan Bukti ke MK
Mega Putra Ratya - detikPemilu


Jakarta - Tim Kampanye Mega-Prabowo melengkapi berkas gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim ini juga menambah bukti yang telah dikumpulkan dari 33 provinsi.

"Kita hadir bukan hanya untuk melengkapi berkas tapi kami juga menambah
bukti-bukti. Dua dokumen bukti tambahan menjadi P 54 yaitu temuan
pelanggaran mencakup 33 provinsi," kata Ketua Tim Advokasi Mega-Prabowo,
Arteria Dahlan, saat dihubungi detikcom, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Arteria mengatakan penggabungan perkara Mega-Prabowo dan JK-Win tidak akan menjadi masalah. Menurut dia, tim Mega-Prabowo sepenuhnya akan menyerahkan proses penanganan perkara Pilpres kepada MK.

"Kita hormati betul dan kami yakin betul pemeriksaan Mahkamah seperti pada Pileg kemarin yang dicari adalah pembuktian materiil atau pembenaran materiil," kata Arteria.

Dalam gugatan tersebut, Arteria bersama timnya merasa yakin MK akan
memberikan keputusan yang terbaik untuk pihaknya. MK berencana akan
menggabungkan dua perkara yang diajukan Tim Mega-Prabowo dan Tim JK-Wiranto tersebut menjadi satu perkara.

"Optimisme ini kita lihat MK tidak sekadar mencari pembuktian kuantitatif tapi juga kualitatif. Jika digabungkan, yang kami pikirkan MK tidak perlu repot menghadirkan lagi pihak-pihak yang berperkara," kata dia.

Tim Kampanye Mega-Prabowo mengklaim bahwa ada 28 juta suaranya yang hilang. Inilah hasil temuan bahwa ada 28 Juta suara yang digelembungkan ke pasangan SBY-Boediono.

Sumut 2.715.639
Sumbar 1.281.834
Sumsel 884.032
Bengulu 224.331
Lampung 1.682.398
DKI Jakarta 473.390
Jabar 8.620.693
Banten 1.850.397
Jateng 4.902.374
DIY 579.646
Jatim 1.831.573
NTB 722.388
NTT 179.006
Kalteng 4.784
Kaltim 398.548
Kalsel 439.846
Sulut 125.595
Sulteng 111.688
Sulsel 445.600
Sulbar 100.800
Sultra 121.587
Gorontalo 107.989
Maluku 179.967
Papua 560.785
Papua Barat 113.764
Total suara: 28.658.634

Rabu, 29/07/2009 17:02 WIB
Imbas Keputusan MA
Partai Kecil Terancam Kehilangan Kursi di DPRD Bali
Gede Suardana - detikPemilu


Jakarta - Pemilik kursi di DPRD Bali bakal berubah pemilik jika putusan MA dijalankan KPU. Partai politik yang terkena imbas kehilangan kursi adalah partai-partai kecil yang mendapatkan kursi di DPRD Bali tetapi perolehannya tidak mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP).

Partai-partai yang akan kehilangan kursi itu antara lain, Pakar Pangan, Hanura, PKPB, PNI Marhaenisme yang masing-masing meraih satu kursi dan Partai Gerinda yang mendapatkan dua kursi. Saat ini, kursi di DPRD Bali berjumlah 55 buah, yang diisi oleh PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, Pakar Pangan, Hanura, Gerindra, PNI Marhaenisme, dan PKPB.

Ketua KPUD Bali Ketut Lanang Sukawati Perbawa masih tidak mau memprediksi partai yang bakal kehilangan kursi di DPRD Bali, Kabupaten/Kota maupun DPR-RI setelah keputusan MA tersebut. Hal ini disebabkan karena dia tidak mau menimbulkan masalah baru sebelum KPU pusat memutuskan sikapnya.

"Kita belum menghitung karena masih menunggu keputusan dari KPU Pusat," kata Ketut Lanang kepada detikcom via telepon, Rabu (29/7/2009).

Hal yang sama juga akan berlaku jika keputusan MA tersebut diberlakukan pada DPRD Kabupaten/Kota. Sementara itu, pasca keputusan MA, Partai Gerindra Bali terancam kehilangan satu buah kursi di DPR RI. Kursi partai ini akan berganti majikan dari PDIP.

Saat ini, komposisi kursi DPR RI untuk provinsi Bali berjumlah 9 buah. Dari 9 kursi itu PDIP masih mendominasi dengan perolehan 4 kursi, disusul Partai Golkar dan Demokrat masing-masing 2 kursi serta Partai Gerindra 1 kursi.

( gds / yid )

Rabu, 29/07/2009 17:09 WIB

KPU Riau Nilai Keputusan MA Tidak Berlaku Surut
Chaidir Anwar Tanjung - detikPemilu


Pekanbaru - KPUD Riau meyakini Keputusan Mahkamah Agung (MA) No 16 p/HUM/2009 itu, tidak berlaku surut. Dengan demikian, posisi perolehan kursi anggota dewan di daerah tidak akan berubah.

Penegasan itu disampaikan Ketua KPUD Riau, R Sofyan Samad kepada wartawan, Rabu (29/07/2009) di Kantor KPUD Riau, Jl Gajah Mada, Pekanbaru. Kendati demikian, Sofyan mengakui keputusan itu bisa saja menimbulkan kericuhan antara kelompok pro dan kontra khususnya bagi kalangan politisi.

"Atas putusan itu kita belum mengambil kebijakan apapun. Kita masih hati-hati untuk menyikapi keputusan tersebut. Mungkin langkah awal kita juga akan berkoordinasi terlebih dahulu kepada KPU Pusat," kata Sofyan.

Kendati belum sikap resmi atas putusan MA itu, Sofyan tetap yakin bahwa keputusan MA yang kini menimbulkan pro dan kontra itu tidak akan berlaku surut. Dengan demikian, KPUD Riau merasa keputusan MA tidak akan merubah tentang hasil penghitungan suara yang telah mereka tetapkan sebelumnya.

"Ada titik terang dalam keputusan MA itu, bahwa keputusan itu tidak berlaku surut," kata Sofyan.

Dengan tidak berlaku surut dan tidak membatalkan keputusan KPU tentang hasil pemilihan umum tersebut, maka keputusan MA dengan sendiri bagi KPUD Riau hanya berlaku untuk pemilu mendatang.

"Tentunya keputusan MA tersebut nantinya tidak diubah lagi oleh anggota dewan yang baru. Karena kita tahu legislatif memiliki hak untuk itu," terangnya.

( cha / djo )
Rabu, 29/07/2009 17:11 WIB

FPKS: Putusan MK & MA Saling Menafikan
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq mengungkapkan, putusan MK dan MA yang membatalkan penghitungan kursi DPR/DPRD hasil pemilu legislatif saling tubrukan. KPU diminta segera melaksanakan putusan MK yang jelas terbit lebih awal.

"Menurut saya putusan MA dan MK saling menafikan. KPU sebaiknya mendahulukan putusan MK karena selain lebih dahulu, konsekuensi pidananya jelas," ujar Mahfudz.

Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog kenegaraan bertajuk "Kabinet Baru: Hak Prerogatif Vs Tuntutan Parpol" di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Seperti diketahui, baru-baru ini MA mengeluarkan keputusan yang memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut Peraturan KPU No 15/2009 pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b tentang penghitungan sisa suara tahap kedua. Sebelumnya, MK juga telah membatalkan penghitungan suara tahap ketiga yang ditetapkan KPU.

Menurut Mahfudz, KPU lebih baik melaksanakan putusan MK dimana jelas
diputuskan lebih awal dan memiliki substansi yang jelas sesuai dengan asas
proporsional.

"Kalau KPU memaksakan melaksanakan putusan MA, maka sulit untuk melaksanakan putusan MA. Putusan MA tidak memungkinkan perhitungan tahap ketiga," saran Mahfudz.

Terlebih, menurut Mahfud, secara kedudukan dalam peradilan konstitusi, MK
lebih utama. MK juga memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu.

"Kalau derajat, MK punya wewenang menangani gugatan hasil pemilu, berbeda
dengan MA. Namun kenapa putusan MA mempengaruhi pemilu," imbuh Mahfudz.

Mahfud berharap KPU tetap independen dalam kondisi sulit seperti sekarang
ini.

"KPU bisa mengambil keputusan secara independen terpengaruh dihadapkan
dilema putusan yang saling bertabrakan," pungkasnya.

( van / irw )
Rabu, 29/07/2009 17:37 WIB
Dicecar 25 Pertanyaan
Tim SBY-Boediono Akui Terima Rp 3 M dari BTPN
Aprizal Rahmatullah - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Badan Pengawasan Pemilu memanggil tim kampanye nasional Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono terkait dugaan penerimaan dana asing untuk kampanye. Djoko Suyanto, yang mewakili SBY-Boediono mengaku dicecar 25 pertanyaan.

Namun tidak banyak komentar yang disampaikan Djoko usai menjawab 25 pertanyaan dari Bawaslu. Wakil Ketua Timnas SBY-Boediono itu juga enggan berkomentar soal tudingan ICW mengenai dugaan penerimaan dana asing tersebut.

"Soal ICW, itu sudah masuk substansi nanti akan dibahas Bawaslu," kata mantan Panglima TNI itu di kantor Bawaslu, eks Gedung PBB, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2009).

Sementara itu anggota Bawaslu Wirdiyaningsih mengatakan, pihaknya telah menanyakan soal kebenaran penerimaan dana dari Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN). Diduga, bank tersebut milik asing.

"Kami tanyakan apakah mereka benar menerima dari bank itu, dan mereka mengakui menerima Rp 3 miliar," kata Wirdiyaningsih.

Wirdyaningsih juga menanyakan apakah Timnas SBY-Boediono mengetahui bahwa hampir 95 persen saham BTPN dimiliki oleh asing. "Dan mereka bilang, tidak tahu," katanya.

Setelah pemeriksaan ini, Bawaslu akan mengkaji semua keterangan yang diperoleh. "Kita akan minta keterangan ahli mengenai perdebatan soal dana asing dalam perusahaan pasar modal," ujar Wirdiyaningsih.

( ken / iy )
Rabu, 29/07/2009 18:16 WIB

Tetap Ada Kontrak Kinerja bagi Calon Menteri Baru
Luhur Hertanto - detikPemilu


Jakarta - Meski koalisi pendukungnya terdiri dari 24 parpol, kabinet pemerintahan SBY-Boedino mendatang tidak melulu beranggotakan kader dari partai politik (parpol). Tetap ada sejumlah pos kementrian yang sesuai dengan kebutuhannya akan diisi oleh kalangan profesional.

"Tentu saja kabinet harus profesional dan akan ada orang-orang profesional yangmengisi kabinet," kata Ketua DPP PD Andi Mallarangeng, di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Mengenai bagaimana bentuk kabinet, jumlah anggota dan komposisi perbandingan antara kalangan profesional dengan, sepenuhnya menjadi kewenangan SBY selaku Capres RI terpilih untuk 2009-2014. Dia memastikan pada waktunya kelak SBY akan memulai proses rekrutmen calon anggota kabinet dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat.

"SBY sudah 5 tahun jadi presiden, sudah tahu apa yang dibutuhkan kabinet
pemerintahan baru nantinya. Yaitu yang kuat, profesional, kerjanya cekatan dan lainnya," imbuh Mallarangeng.

Namun ada yang sudah pasti diberlakukan kepada para anggota kabinet baru
nanti. Mereka tetap akan diikat oleh sebuah kontrak kinerja sama seperti
kabinet 2004-2009. Tokoh yang menyanggupi memenuhi target kinerja dan
konsekuensi yang tertera dalam kontrak itu, maka akan ditetapkan sebagai
menteri.

"Insya Allah akan ada semacam kontrak kinerja. Bagi yang bersedia masuk kabinet (profesional dan kader parpol) harus tandatangan itu dulu kalau mereka sepakat, kalau tidak sepakat ya minta maaf," jelas Mallarangeng.
( lh / anw )
Rabu, 29/07/2009 18:24 WIB

SBY Disarankan Rampingkan Kabinet
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Jakarta - Pengamat politik Universitas Indonesia, Adrinov Chaniago, menyarankan SBY mengurangi jumlah menterinya. Proporsionalitas dengan jumlah yang tepat dapat memaksimalkan kinerja pemerintahan SBY.

"Apabila ingin pemerintahan lebih efektif, kabinet SBY harus lebih ramping dari 34 menjadi 27 saja," ujar Adrinov, dalam dialog kenegaraan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Mengenai persentasenya, menurut Adrinov, SBY sebaiknya menggunakan 30 persen menteri dari parpol saja. Kalangan profesional dibutuhkan untuk mengoptimalkan terobosan dalam kabinet.

"Dengan rumus 30 persen sudah aman, Demokrat dengan perolehan kursi di atas 25 persen di parlemen, ditambah 30 persen jatah menteri parpol koalisi sudah cukup untuk mengantisipasi tekanan politik," kata Adrinov.

Selebihnya, menurut Adrinov, SBY dapat menempatkan orang dari parpol koalisi di sejumlah posisi penting diluar kabinet.

"Kompensasi bisa diisi di pos lain seperti duta besar atau apa, bukan harus di menteri," imbuh Adrinov.

Mengenai sosok menteri yang cocok untuk SBY, menurut Adrinov, adalah sosok menteri yang tegas dalam mengambil keputusan. Hal ini penting untuk
mengaimbangi SBY yang bertipe pemikir.

"SBY butuh menteri eksekutor, sehingga SBY dapat segera merealisasikan pertimbangannya dalam kebijakan," kata Adrinov.

Menurutnya, hingga hari ini hanya beberapa menteri bertipe eksekutor, itu pun belum sempurna. "Sri Mulyani hampir bisa dikatakan eksekutor, tapi kita
butuh menteri eksekutor di bagian birokrasi seperti pemberdayaan aparatur negara, koperasi, dan menteri dalam negeri," tegasnya.

( van / anw )
Rabu, 29/07/2009 18:37 WIB

Sikapi Putusan MA, KPUD Jateng Tunggu Petunjuk Pusat
Triono Wahyu Sudibyo - detikPemilu


Semarang - Putusan MA 16P/HUM/2009 berimplikasi secara nasional. KPUD Jateng hanya bisa menunggu petunjuk dari KPU Pusat.

Anggota KPUD Jateng, Nuswantoro Dwiwarno mengatakan, meski putusan MA dinilai bisa mengubah peta kursi DPRD se-Jateng, KPUD tak bisa serta merta mengambil langkah cepat, misalnya menghitung ulang perolehan suara.

"Kami hanya bisa menunggu keputusan KPU," katanya melalui telepon kepada detikcom, Rabu (29/7/2009) petang.

Nuswantoro memastikan KPU akan mengeluarkan keputusan sebagai respon keluarnya putusan MA tersebut. KPUD di daerah siap menerjemahkannya.

"Kalau keputusan KPU sudah turun, kami segera koordinasi dengan KPUD se-Jateng dan menjalankan keputusan itu," paparnya.

Nuswantoro mengaku di internal KPUD, putusan MA belum sempat dibahas mendalam. Pasalnya, sebagian personel KPUD Jateng mengikuti beragam kegiatan pasca pilpres.

Hari ini, KPUD Kudus menerima penghargaan Muri di kantornya, Jl Veteran Semarang. Mereka dianggap mempunyai posko sadar pemilu terbanyak se-Indonesia, yakni 132 buah.

Penghargaan diserahkan ke KPUD oleh Manajer Muri, Paulus Pangka. Hadir dalam acara itu KPUD Jateng dan KPUD se-karesidenan Pati.
( try / djo )
Rabu, 29/07/2009 18:40 WIB

Tim SBY: Hari Gini Pemilu Ulang?
Luhur Hertanto - detikPemilu


Jakarta - Pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto menolak mengakui hasil Pilpres 2009 yang KPU tetapkan. Mereka bahkan mendorong wacana agar digelar pilpres ulang dengan alasan adanya cacat pada pilpres 8 Juli 2009.

Bagaimana tanggapan tim SBY-Boediono?

"Pemilu ulang? Hari Giniii...? Hahaha..." tanggap Ketua DPP PD Andi Mallarangeng, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Dia mengakui kepastian hasil Pilpres 2009 masih harus menunggu putusan MK atas gugatan yang diajukan oleh Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Boleh jadi akan ada koreksi terhadap perolehan suara yang diperoleh masing-masing kontestan, namun Mallarangeng yakin perubahan itu tidak signifikan hingga merubah posisi urutan pemenang Pilpres 2009.

Keyakinannya ini berdasar pada hasil pendalaman atas alasan dugaan mark-up suara yang tim JK-Wiranto dan Mega-Prabowo ajukan. Berbagai bukti itu dia nilai hanya kasus kejanggalan pelaksanaan yang sekedar dicari-cari dan bahkan ada peluang hasil putusan MK nanti malah membuat perolehan suara SBY-Boediono bertambah.

Terkait proses hukum di MK, tim SBY-Boediono menegaskan statusnya sebagai pihak terkait dan menjadi tergugat adalah KPU. Meski demikian mereka sudah siap dengan bukti hasil penghitungan suara di berbagai daerah yang dipermasalahkan.

"Buktinya saya lihat, ah...dicari-cari. Tapi silahkan, kita hormati kawan-kawan itu. Tapi rasa-rasanya kok gak beda jauh, jangan-jangan bisa naik tuh suaranya SBY-Boediono bisa naik," ujar Mallarangeng.

( lh / rdf )
Rabu, 29/07/2009 18:40 WIB

Tim SBY: Hari Gini Pemilu Ulang?
Luhur Hertanto - detikPemilu


Jakarta - Pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto menolak mengakui hasil Pilpres 2009 yang KPU tetapkan. Mereka bahkan mendorong wacana agar digelar pilpres ulang dengan alasan adanya cacat pada pilpres 8 Juli 2009.

Bagaimana tanggapan tim SBY-Boediono?

"Pemilu ulang? Hari Giniii...? Hahaha..." tanggap Ketua DPP PD Andi Mallarangeng, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Dia mengakui kepastian hasil Pilpres 2009 masih harus menunggu putusan MK atas gugatan yang diajukan oleh Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Boleh jadi akan ada koreksi terhadap perolehan suara yang diperoleh masing-masing kontestan, namun Mallarangeng yakin perubahan itu tidak signifikan hingga merubah posisi urutan pemenang Pilpres 2009.

Keyakinannya ini berdasar pada hasil pendalaman atas alasan dugaan mark-up suara yang tim JK-Wiranto dan Mega-Prabowo ajukan. Berbagai bukti itu dia nilai hanya kasus kejanggalan pelaksanaan yang sekedar dicari-cari dan bahkan ada peluang hasil putusan MK nanti malah membuat perolehan suara SBY-Boediono bertambah.

Terkait proses hukum di MK, tim SBY-Boediono menegaskan statusnya sebagai pihak terkait dan menjadi tergugat adalah KPU. Meski demikian mereka sudah siap dengan bukti hasil penghitungan suara di berbagai daerah yang dipermasalahkan.

"Buktinya saya lihat, ah...dicari-cari. Tapi silahkan, kita hormati kawan-kawan itu. Tapi rasa-rasanya kok gak beda jauh, jangan-jangan bisa naik tuh suaranya SBY-Boediono bisa naik," ujar Mallarangeng.

( lh / rdf )
Rabu, 29/07/2009 19:12 WIB

Sikapi Putusan MA, Ketum PAN, PPP dan PKS Bertemu Malam Ini
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu


Jakarta - PAN, PPP dan PKS sudah bulat betul dalam menyikapi putusan MA yang membatalkan peraturan KPU mengenai pasal penetapan caleg terpilih tahap kedua. 3 pimpinan PAN, PPP dan PKS berencana bertemu malam ini di kantor DPP PAN, Jl Warung Buncit. Agenda yang dibicarakan antara lain menyusun strategi bersama dalam menyikapi dan menolak putusan MA tersebut.

"Malam ini jam setengah delapan rencananya Mas Tris, Pak Tifatul dan Pak Suryadharma Ali akan bertemu di Rumah PAN. Agendanya membahas soal putusan MA," kata salah satu fungsionaris DPP PAN yang tidak mau disebutkan namanya kepada detikcom, Rabu, (29/7/2009).

Menurut salah satu ketua DPP PAN itu, pertemuan malam ini selain untuk menyikapi putusan MA nomor 15 tentang DPR, rencananya juga untuk membahas putusan MA nomor 14 dan 16 yang juga membatalkan peraturan KPU tentang penetapan caleg DPRD I dan II tahap kedua.

"Pertemuan malam ini juga akan membahas secara komprehensif putusan MA yang sampai membatalkan kursi DPRD. Ini membahayakan kalau sampai dilaksanakan sekarang," paparnya.

Rencananya jika pertemuan malam ini menemukan titik temu, 3 parpol akan melakukan aksi bersama untuk menuntut agar putusan MA tidak direalisasikan saat ini. Hal ini untuk menghindari terjadinya kegaduhan politik yang tidak diinginkan.

"Kalau disepakati, mungkin 3 parpol akan menggelar aksi bersama, entah bentuknya seperti apa. Kalau kemarin kan melaporkan hakim MA ke KY dan datang ke KPU untuk memberi dukungan. Kalau kesepakatan malam ini, saya belum tahu," pungkasnya.

Untuk diketahui, jika putusan MA tentang pembatalan model penghitungan caleg terpilih tahap kedua dilaksanakan KPU sekarang, 3 partai ini yang akan mengalami nasib paling buruk. Selain 3 partai ini, Partai Gerindra dan Hanura juga mengalami nasib yang sama, yaitu berkurangnya jumlah kursi yang diperoleh karena diambil oleh partai besar seperti PDIP, Golkar dan Partai Demokrat.

( yid / asy )
Rabu, 29/07/2009 19:13 WIB

Sutanto dan Gita Diisukan Masuk Bursa Calon Menteri ESDM
M. Rizal Maslan - detikPemilu


Jakarta - Dua orang pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan masuk bursa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam jajaran kabinet SBY-Boediono mendatang. Keduanya adalah Komisaris Utama Pertamina, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto dan anggota Komisaris Pertamina, Gita Irawan Wirjawan.

Kabar tersebut diperoleh kalangan wartawan dari orang dekat SBY yang enggan disebutkan namanya.

"Itu kan jabatan politik, jadi boleh-boleh saja," kata anggota Dewan Pakar DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, saat dikonfirmasi terkait kabar ini oleh wartawan di Jakarta, Rabu, (29/7/2009).

Sutan mengaku dirinya belum tahu tentang berita itu. Namun, menurut Sutan, SBY dipastikan akan memilih orang yang memiliki pengalaman di bidangnya.

"Seperti pada 2004 silam, SBY menekankan akan menempatkan orang yang berpengalaman di posisi menteri teknis," jelasnya.

Menurut sumber tersebut, Sutanto yang mantan Kapolri ini memang dikenal dekat dengan SBY, terutama sama-sama lulusan terbaik di Akabri angkatan 1973. Sutanto pun sempat menjadi tim sukses SBY-Boediono dalam Pilpres 2009 ini.

Sementara, Gita Wirjawan adalah sosok profesional di bidang financial dan menjabat sebagai Komisaris di Pertamina. Selain itu, Gita juga memiliki sejumlah usaha di bidang migas, seperti PT Ancora International, konsultan di perusahaan finance investment GP Morgan dan perusahaan private equity investment GoldmanSach.

Sedangkan, anggota Komisi XI DPR dari FPAN Dradjad Wibowo menambahkan, Sutantomemiliki relefansi dengan melihat kemampuan di bidang keamanan, bukan hanya dari teknis bidang energi.

"Sebab, bidang ini tidak sekadar urusan tambang, tapi juga terkait urusan keamanan," ungkapnya.

Terkait minimnya pengalaman Sutanto di bidang teknis energi, diakui Drajat, karena bari beberap bulan menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. "Kalau Sutanto cepat belajar, bukan tidak mungkin dia menguasai bidang itu," ujar pengamat ekonomi ini.

Mengenai figur Gita Wirjawan justru menurut penilaian Drajat sangat kecil kemungkinannya untuk didudukan sebagai Menteri ESDM.

"Aneh kalau dia. Kelayakannya kurang. Background-nya lebih ke finance, jadi lucu saja kalau dia yang maju," tandasnya.
( zal / rdf )

Tidak ada komentar: