Rabu, 29 Juli 2009

Hutan Bagi Masa Depan Indonesia

Opini
Hutan Bagi Masa Depan Indonesia
Rabu, 29 Juli 2009 - 09:49 wib TEXT SIZE : Ada kabar yang menggembirakan bagi anak cucu kita. Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berharap besar pada skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD) yang diputuskan dalam pertemuan COP (Conference of the Parties) Ke-15 di Copenhagen, Denmark.
Skema REDD sangat menguntungkan secara ekonomi karena dapat memberi suntikan dana dari negara-negara maju sebesar USD3,75 miliar atau lebih dari Rp33,75 triliun per tahun. Dengan skema ini akan lebih memungkinkan bagi Indonesia sebagai penyedia hutan penyerap karbon untuk memperoleh insentif dari negara-negara maju penghasil karbon yang berkewajiban menurunkan emisinya.
Bila implementasi COP Ke-15 bisa diberlakukan pada 2012, maka Indonesia masih memiliki waktu untuk mengoptimalkan keuntungan melalui perdagangan karbon dari skema REDD ini. REDD merupakan isu kompleks dan berkaitan erat dengan bervariasinya penyebab deforestasi, keterkaitan dengan kebijakan pembangunan nasional, hingga peluang pasar internasional terhadap hasil hutan.
Dalam kaitan ini kita dituntut bekerja keras mempertahankan keutuhan hutan dari perambahan, penebangan liar, kebakaran hutan, dan pembukaan hutan tanpa rencana. Ini menuntut kerja sama dari semua pihak. Departemen Kehutanan sedang menyusun peta jalan REDD yang terbagi dalam tiga fase.
Fase persiapan, yakni pada 2007 sebelum COP Ke-13, menyiapkan perangkat metodologi, strategi implementasi REDD, konsultasi, hingga penentuan kriteria pemilihan lokasi kegiatan pilot. Fase kedua, transisi, dilakukan pada 2008-2012, akan menguji metodologi dan strategi dari mekanisme berdasarkan pendanaan ke mekanisme pasar. Fase implementasi penuh pada 2012 akan diterapkan dengan tata cara berdasarkan kesepakatan yang diambil COP Ke-15 serta ketentuan di Indonesia sendiri.
Potensi Mahabesar
Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektare merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire. Hutan ini mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta pengimbang iklim global. Selain luas, ternyata hutan Indonesia menyimpan kekayaan lain, yaitu dalam tataran global keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua di dunia setelah Kolombia.
Inilah salah satu alasan lain sehingga keberadaannya harus dipertahankan. Selama tiga dekade terakhir sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan devisa negara, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Walau demikian, ternyata pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebihan dalam beberapa tahun terakhir ini dan besarnya perubahan kawasan hutan untuk kepentingan nonkehutanan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Laju kerusakan hutan selama 12 tahun (periode 1985-1987) untuk Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi mencapai rata-rata sebesar 2,83 juta hektare per tahun. Kerusakan ini termasuk kerusakan hutan akibat kebakaran hutan pada tahun 1997-1998 seluas 9,7 juta hektare.
Dengan laju deforestrasi sebesar itu, maka tercatat kondisi lahan kritis pada akhir tahun 2004 naik menjadi 59,2 juta hektare dan pendapatan devisa turun menjadi hanya sebesar USD13,24 miliar, atau terjadi penurunan sebesar 16,6%. Kerusakan hutan tersebut secara nyata telah mengakibatkan bencana bagi kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam aspek ekonomi, ekologi, sosial budaya, maupun moral, bahkan dampak negatifnya telah melampaui batas negara.
Kerugian finansial akibat kejahatan Kehutanan, khususnya praktek-praktek illegal logging dan peredaran kayu ilegal di Indonesia (Greenomic, 2004) diperkirakan Rp82 miliar per hari atau menurut Bank Dunia (2002) diperkirakan mencapai USD600 juta per tahun (sekitar empat kali anggaran tahunan sektor Kehutanan).
Kerugian ini bersumber antara lain dari tidak dipungutnya Provisi Sumber Daya Hutan, dana reboisasi dan pajak-pajak lainnya. Sumber daya hutan harus dimanfaatkan secara lestari dan dilestarikan secara bermanfaat, yaitu tetap harus mempertimbangkan kontribusi sektor kehutanan dalam upaya pembangunan ekonomi nasional jangka panjang di samping untuk tujuan pemulihan kualitas lingkungan.
Dengan pertimbangan seperti tersebut Departemen Kehutanan sudah menelurkan visi Kehutanan untuk Menjamin Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat. Visi tersebut dijabarkan dalam bentuk misi pembangunan kehutanan sebagai berikut. Pertama, menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.
Kedua, mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konversi, lindung dan produksi kayu, nonkayu, dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Ketiga, meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). Keempat, mendorong peran serta masyarakat. Kelima, menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Keenam, memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah.
Strategi Tembak
Untuk mencapai visi dan misi tersebut di atas Departemen Kehutanan telah berupaya menangani permasalahan di bidang kehutanan antara lain dengan menetapkan lima kebijakan prioritas yang meliputi pemberantasan pencurian dan perdagangan kayu ilegal, revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, dan pemantapan kawasan hutan.
Lima kebijakan prioritas tersebut dijabarkan dalam sasaran prioritas pencapaian visi jangka menengah Departemen Kehutanan (2005-2009) berikut ini. Pertama, pemberantasan pencurian kayu dan perdagangan kayu ilegal. Kedua, penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari antara lain dengan membangun minimal satu unit pengelolaan hutan di setiap provinsi. Ketiga, pembangunan hutan tanaman seluas lima juta hektare dan rehabilitasi hutan dan lahan seluas lima juta hektare.
Keempat, pembentukan 20 unit taman nasional mandiri/model. Kelima, peningkatan pendapatan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sebesar 30%. Keenam, pengukuhan kawasan hutan minimal 30% dari luas kawasan hutan yang ada.
Untuk menjamin tercapainya sasaran prioritas seperti yang telah ditetapkan, pembangunan kehutanan harus dilaksanakan dengan etika pembangunan yang menjamin keberlanjutan sistem fungsi sumber daya hutan, atas dasar pertimbangan keterkaitan dan ketergantungan antarsumber daya hutan, masyarakat secara luas dan komunitas yang mengelilinginya, secara akomodatif dan partisipatif.
Menyadari semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, maka Departemen Kehutanan akan berupaya memperbaiki kualitas hutan yang rusak. Adapun orientasi pemanfaatan hutan produksi akan dikendalikan sesuai dengan kemampuan daya dukung sumber daya hutan berlandaskan prinsip efisiensi peningkatan nilai tambah (added value) produk-produk kehutanan yang bernilai dan diterima pasar nasional dan internasional.
Di samping itu akan ditumbuhkembangkan pemanfaatan hasil hutan nonkayu dan jasa lingkungan. Semuanya akan dilaksanakan dalam kerangka kegiatan revitalisasi sektor kehutanan yang dimaksudkan untuk tidak merusak hutan alam, namun justru sebaliknya memanfaatkan hasil hutan alam secara hati-hati dan efisien.
Bentuknya bisa dengan memanfaatkan hasil hutan nonkayu dan jasa lingkungan serta membangun hutan tanaman, baik di hutan negara maupun lahan milik masyarakat secara besar-besaran. Seluruh rencana kegiatan tersebut akan dilakukan dengan penyusunan langkah-langkah strategis untuk membangkitkan industri kehutanan, melakukan evaluasi terhadap kebijakan soft landing jatah tebangan kayu, serta melakukan rekalkulasi sumber daya hutan untuk mengetahui potensinya.
Selain itu akan dilakukan perluasan hutan tanaman untuk mendukung penyediaan bahan baku, memfasilitasi peningkatan performance industri kehutanan, mengupayakan pelaksanaan pengelolaan hutan lestari pada sekurang-kurangnya 200 unit izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan alam dan IUPHHK hutan tanaman, mengupayakan peningkatan dan pengembangan produk bahan baku kayu dan jasa lingkungan serta mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak.
Dengan berbagai upaya tindak lanjut tersebut di atas keluaran yang diharapkan adalah peningkatan devisa negara yang signifikan dari pencapaian sekarang sekitar USD7-8 miliar per tahun dari kayu lapis dan gergajian; USD2,8 miliar dari kayu olahan serta US1,1 miliar dari furnitur dan sisanya kayu olahan lainnya.
Hal ini akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja baru, dibanding penyerapan tenaga kerja sektor kehutanan yang saat ini tercatat 3.092.470 orang. Pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal dan efisien, kelestarian sumber daya hutan dan ekosistem lingkungan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.(*) MS Kaban Menteri Kehutanan
(//mbs)

Tidak ada komentar: