Selasa, 28 Juli 2009

Sengketa Pemilu dalam DetikPemilu.com, Selasa 28 Juli 2009

Selasa, 28/07/2009 11:39 WIB

SBY Bantah Panggil Ketua MK Bahas Sengketa Pilpres
Anwar Khumaini - detikPemilu
Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membantah memanggil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD ke kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor terkait sengketa hasil pilpres. Isu tersebut ditengarai sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Isu bahwa Ketua MK bertemu dengan presiden membahas masalah sengketa Pilpres adalah berita bohong serta fitnah yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ujar Staf Khusus Presiden SBY Bidang Hukum Denny Indrayana dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Selasa (28/7/2009).

SBY, menurut Denny, sangat patuh terhadap konstitusi serta menghormati independensi MK. "Jadi, sengketa hasil Pilpres adalah persoalan hukum yang menjadi kewenangan konstitusional MK untuk memutuskannya secara bebas dan merdeka," imbuh Denny.

Namun secara pribadi, Denny berpendapat, permohonan dan bukti-bukti yang diajukan ke MK sangat lemah dan tidak akan mempengaruhi hasil pilpres yang telah ditetapkan oleh KPU.

"Saya sendiri berpendapat, permohonan dan bukti yang selama ini diberitakan sangat lemah untuk bisa menjadi kasus di MK. Atau pun mempengaruhi atau mengubah hasil Pilpres yang sudah ditetapkan oleh KPU," pungkas pria berkacamata tersebut.

Sebelumnya, diisukan Ketua MK Mahfud MD dipanggil SBY ke kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor pada Minggu (26/7/2009) lalu untuk membicarakan sengketa hasil Pilpres yang sedang diajukan oleh capres Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla.

Namun Ketua Mahfud MD membantah keras tuduhan tersebut. Mahfud berdalih, pada hari tersebut dia sedang berada di Padang untuk menghadiri pengukuhan rekannya menjadi profesor.
( anw / iy )

Selasa, 28/07/2009 11:55 WIB
Pulang Kampung
Pidato di Depan Rumah, JK Janji Tetap Kerja Untuk Bangsa
Gunawan Mashar - detikPemilu



Makassar - Capres Jusuf Kalla (JK) pulang kampung ke kediamannya di Makasar, Sulawesi Selatan. JK pun menyampaikan pidato di hadapan ribuan pendukungnya dan menyatakan tetap akan bekerja untuk bangsa.

"Hari ini saya kembali ke kampung halaman. Meskipun saya kalah secara nasional, tetapi saya menang di sini. Saya terus berharap ke depan bangsa ini makin maju dan saya akan selalu bersama kalian. Saya terharu dengan sambutan semua warga," ucap JK di atas panggung kecil yang memang sudah disiapkan di depan rumahnya di Jalan Haji Bau, Makasar, Sulsel (28/7/2009).

JK pun mengaku terharu atas penyambutan istimewa yang diberikan pendukungnya di kampung halamannya. Menurut JK, penyambutan tersebut yang kedua kalinya dia alami, dan keduanya sesudah ia menyelesaikan jabatannya di pemerintahan.

"Pertama waktu saya mengundurkan diri dari Menko Kesra (2004), dan kedua sekarang ini," papar JK yang mengenakan kemeja biru muda lengan pendek dan songkok khas Bugis ini.

JK pun mengatakan jika kekalahannya di Pilpres bukan akhir dari segalanya. Dia mengatakan akan tetap bekerja untuk bangsa. "Ini bukan akhir dari segalanya saya tetap bekerja untuk bangsa ini," pungkasnya.

( Rez / iy )

Selasa, 28/07/2009 12:17 WIB
Sengketa Hasil Pilpres
SBY: Setelah Ini Era Politik Akal Sehat
Luhur Hertanto - detikPemilu



Jakarta - Dinamika politik nasional masih terus bergejolak seiring proses hukum hasil Pilpres 2009 di MK. Di tengah hiruk pikuk sedang terjadi, sesungguhnya rakyat bisa menilai sendiri mana yang masuk akal dan tidak.

Demikian kata Presiden SBY di dalam pengantar rakor kabinet, Selasa (28/7/2009). Rakor berlangsung di Kantor Presiden, Jakarta.

"Rakyat sesungguhnya bisa mencerna dan menalar dengan baik, bahkan menilai mana yang logis dan tidak logis," kata SBY.

Di berkeyakinan setelah semua proses itu usai, maka berikutnya muncul era politik akal sehat. Sebab dalam sistem telah mewadahi segala keberatan dan protes dari pihak mana pun terhadap hasil pemulu.

"Karena itu biarkan saja semuanya berjalan karena sistem kita sudah mewadahi kalau ada protes dalam pemilu," sambung SBY.

Lebih lanjut Presiden mengingatkan jajaran pemerintah untuk tetap fokus pada pelaksanaan tugas kenegaraan hingga akhir periode jabatan kelak. Bagaimana pun pembangunan dan kegiatan pemerintahan harus tetap berjalan demi kepentingan rakyat.

"Saya punya keyakinan, apa pun dinamika poltik yang akan terjadi pasti ada settlement, pasti ada solusi terbaik. Ya nilai demokrasi, rule of law dan sekali lagi istilah saya politik akal sehat. Semuanya bisa dinalar, cerna dengan baik," pungkasnya.

( lh / nrl )
Selasa, 28/07/2009 12:49 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PDIP Punya Hitungan Sendiri Soal Putusan MA
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu



Video Terkait
Massa Mega-Pro Mulai Padati Stadion GBK
Foto Terkait
Layangan Mega-Prabowo Hiasi GBK Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki simulasi hitungan sendiri dalam hal menerapkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 15/2009. Hitungan PDIP ini berbeda jauh dengan hasil simulasi hitungan Centre For Electoral Threshold (CETRO).

Hasil simulasi hitungan PDIP terlihat lebih sedikit pergeseran kursinya dibanding simulasi hasil CETRO. Kalau simulasi CETRO menghasilkan pergeseran kursi sebanyak 60 buah, simulasi hitungan PDIP hanya sebanyak 25 kursi. Namun demikian, semua keputusan akhirnya berada di tangan KPU.

"Simulasi hitung-hitungan keputusan MA soal peraturan KPU itu kewenangan mutlak dari KPU. Tidak bisa serta merta simulasi hitungan CETRO itu benar, karena semua orang juga menghitung dengan penafsirannya, termasuk kami juga punya hitungan sendiri. Jadi biarkan KPU membuat peraturan soal hitungan itu," kata politisi PDIP Hasto Kristiyanto kepada detikcom, Selasa (28/7/2009).

Menurut caleg PDIP Dapil Jatim 7 ini, partai berlambang kepala banteng moncong putih ini mendukung penuh keputusan MA karena peraturan KPU dinilai bertentangan dengan UU 10/2008 tentang pemilu. Namun cara menghitung hasil putusan MA berbeda antara simulasi CETRO dan PDIP.

"Kalau hitungan kami hanya 25 kursi yang bergeser, sementara hitungan CETRO ada sekitar 60-an kursi. Karena itu kami meminta semua pihak untuk bersabar menunggu hasil peraturan KPU hasil revisi," paparnya.

Hasil simulasi PDIP berdasarkan putusan MA mencatat perolehan suara Partai Demokrat (PD) hanya naik 11 kursi dari hitungan KPU yang 149 kursi, Partai Golkar naik 9 kursi dari hitungan KPU yang 107 kursi, PDIP naik 5 kursi dari hitungan KPU yang 95 kursi, PKS kursinya tidak berkurang.

Sementara, PAN menjadi berkurang 7 kursi dari hitungan KPU yang 43 kursi, PPP berkurang 3 kursi dari hitungan KPU yang berjumlah 34 kursi. PKB berkurang 2 kursi dari hitungan KPU yang 28 kursi, Partai Gerindra berkurang 8 kursi dari hitungan KPU yang 26 kursi dan Partai Hanura yang berkurang 5 kursi dari hitungan KPU yang 18 kursi.

"Simulasi ini didasarkan pada prinsip keadilan dan fairness. Kami menghitung tetap sesuai dengan UU 10/2008 dan penafsiran putusan MA. Bahwa parpol yang memperoleh lebih dari 50 persen akan diikutsertakan dalam hitungan tahap kedua. Tentu yang dihitung perolehan suara secara proporsional, tidak otomatis partai yang memperoleh BPP langsung dapat kursi lagi ditahap kedua," paparnya.

Prinsipnya hampir sama dengan hitungan KPU semula, tetapi pintu masuknya kalau hitungan KPU kan langsung menganulir partai yang dapat BPP dan mengikutkan sisanya. Kalau kami, partai yang dapat BPP langsung ikut hitungan tahap kedua, tetapi tidak otomatis jadi. Dilihat proporsionalitas dan keadilannya," paparnya.

Untuk perbandingan hasil simulasi perhitungan CETRO, akibat putusan MA, 4 partai besar berpeluang mendapat bonus kursi kalau putusan MA dilaksanakan. Partai Demokrat (PD) yang seharusnya hanya mendapat 150 kursi (26,79 persen) akan meningkat menjadi 180 kursi (32,14 persen). Partai Golkar akan memperoleh 125 kursi (22,32 persen) dari perolehan sebelumnya yang hanya 107 kursi (19,11 persen).

PDIP yang pada awalnya hanya memperoleh 95 kursi (16,96 persen) akan meningkat menjadi 111 kursi (19,82 persen). Sedangkan PKB yang awalnya hanya memperoleh 27 kursi (4,82 persen) versi hitungan KPU akan mendapatkan berkah 2 kursi menjadi 29 kursi (5,18 persen).

Hal ini berbeda dengan yang dialami PKS yang turun 7 kursi dari hitungan semula 57 menjadi 50 kursi, PAN turun 15 kursi dari 43 kursi menjadi 28, PPP turun 16 kursi dari 37 menjadi 21 kursi, Gerindra turun 10 kursi dari 26, menjadi 16 kursi dan Hanura turun 12 kursi dari 18 menjadi 6.

( yid / nrl )
Selasa, 28/07/2009 12:50 WIB

Putusan MA Merusak Sistem Proporsional Pemilu
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) telah merusak sistem proporsional pemilu. Sebab perolehan kursi parpol tidak sebanding dengan perolehan suaranya.

"Putusan MA membuat hasil pemilu tidak sesuai dengan sistem proporsional yang kita anut. Di manapun, yang namanya sistem proporsional, perolehan kursi harus sebanding dengan perolehan suara," kata Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gumay dalam diskusi di Media Center KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Menurut Hadar, model penghitungan yang diterapkan KPU sudah cocok dengan sistem proporsional yang dianut Indonesia. Parpol yang memperoleh suara banyak relatif akan mendapatkan suara banyak. Selisih prosentasi perolehan suara dan kursi parpol juga tidak terlalu jauh.

Dengan putusan MA, maka proporsionalitas yang sudah tercipta itu akan
berantakan. Sebagai contoh, jika dengan penghitungan KPU, Partai Demokrat yang memperoleh suara 20,85 persen meraup kursi 150 atau 26,79 persen. Namun dengan putusan MA, perolehan kursi Demokrat melonjak menjadi 181 atau 32,32 persen. Prosentase kursinya jauh di atas prosentasi suaranya.

Contoh lain adalah Partai Hanura yang memperoleh suara 3,77 persen. Dengan
penghitungan KPU, partai ini akan mendapat 18 kursi atau 3,21 persen, sedangkan dengan putusan MA dia hanya akan mendapat 5 kursi atau 0,89 persen. Prosentase kursi ini jauh di bawah prosentase suara.

"Kalau putusan MA diterapkan akan terjadi malproporsionalitas," kata Hadar.

Selain itu putusan MA itu juga melanggar asas one man one vote one value.
Berdasarkan UUD, setiap warga negara yang memiliki hak pilih mempunyai 1 suara yang sama. Namun dengan putusan MA itu, ada suara yang dihitung 2 kali, yakni di tahap pertama dan kedua, sehingga asas one man one vote one value itu tidak lagi berlaku.

"Di sini akan terjadi double value," kata Hadar.

( sho / rdf )
Selasa, 28/07/2009 13:23 WIB
Sengketa Pilpres
Objek Perkara Sama, Sidang Gugatan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo Digabung
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggabungkan sidang gugatan pasangan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo terkait hasil Pilpres 2009. Hal ini karena yang menjadi objek perkara dua pasang calon tersebut sama.

"Perkaranya akan kita gabung, karena objek keduanya sama," kata Wakil Ketua MK Abdul Mukthie Fajar saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya, gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (28/7/2009).

Objek perkara tersebut, kata Mukthie, yakni terkait dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam tahapan Pilpres 2009 yang dinilai mempengaruhi hasil suara.

"Kalau saya baca permohonan, lebih banyak masalah-masalah DPT," ungkapnya.

Setelah berkas perkara diterima secara lengkap, lanjut Mukthie, MK juga akan mengirimkan surat kepada KPU selaku pihak tergugat dan pihak-pihakterkait yang lain seperti pasangan SBY-Boediono untuk menghadiri sidang.

Dalam sidang pertama yang akan dilangsungkan 4 Agustus 2009, MK akan mendengarkan pembacaan permohonan yang dilakukan secara marathon oleh JK-Wiranto dan Mega-Prabowo.

"Kemudian dilanjutkan pembuktian besoknya, dan 12 Agustus sudah kami putus," pungkasnya.

( lrn / nrl )

Selasa, 28/07/2009 13:32 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Putusan MA Pengaruhi Pembahasan RUU Susduk DPR
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan KPU mengenai penghitungan tahap kedua dinilai menghambat pembahasan RUU susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini disebabkan karena beberapa parpol mengalami penurunan jumlah kursi jika putusan MA ini dilaksanakan.

"Apabila KPU mengikuti keputusan MA dengan mengulang penghitungan tahap kedua maka akan mengurangi jumlah kursi beberapa partai di DPR, bagaimana mungkin membentuk fraksi," ujar anggota Pansus RUU Susduk dari FKB, Saifullah Ma'sum. dalam rapat Pansus RUU Susduk di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Ma'ksum pun berseloroh, apabila jumlah anggota fraksi terlampau sedikit menjadi unik, jumlah kelengkapan fraksi melebihi jumlah anggota fraksi bersangkutan. "Kami usulkan untuk dilobi ulang, masa jumlah kelengkapan lebih banyak dari jumlah anggota fraksi, " imbuh Ma'sum.

Berpandangan sama, anggota Pansus dari Fraksi PKS, Untung Wahono. Untung mengkritisi salah satu pasal dalam RUU Susduk yang mencantumkan pasal partai yang lolos Parliamentary Threshold bisa membuat fraksi. Menurut Untung, beberapa parpol yang hanya mendapat sedikit kursi tidak
mungkin membentuk fraksi.

"Misalnya dari 18 kemudian turun cuma mendapat 6 kursi apakah mungkin membuat fraksi, mohon dibahas lebih lanjut," ujar Untung.
( van / yid )
Selasa, 28/07/2009 14:01 WIB

Desak KPU Laksanakan Putusan MA, PDIP Bantah Tinggalkan Gerindra
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Sekretaris FPDIP Ganjar Pranowo membantah sikap kerasnya mendukung putusan MA soal pembatalan peraturan KPU karena ingin meninggalkan Partai Gerindra. Tuntutannya itu semata-mata karena didasarkan pada sikap taat hukum dan menghormati putusan lembaga hukum.

"Lihat amar putusannya terlebih dahulu. Ini bukan soal tinggal-meninggalkan Gerindra loh. Apapun keputusan pengadilan harus dilaksanakan," ujar Ganjar saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Ganjar meminta KPU menunjukkan sikap negarawannya dengan cara taat hukum. KPU diminta segera melaksanakan putusan MA. Mengenai detail putusan MA, Ganjar meminta KPU menelaah lebih dalam.

"KPU seharusnya melaksanakan putusan MA, tinggal dipahami bagaimana amarnya, apakah berlaku surut atau tidak," pinta Ganjar.

Ganjar mengeluhkan beberapa hakin MA yang justru menyerahkan pelaksanaan putusan MA kepada KPU. Hal ini memberi kesan KPU boleh tidak melaksanakannya.

"Saya heran kok ada hakim MA menyerahkan kepada KPU mau dilaksanakan atau tidak. Mau jadi apa negeri ini apabila putusan pengadilan boleh tidak dilaksanakan," tegasnya.

( van / yid )
Selasa, 28/07/2009 14:05 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Hanura Desak Putusan MA Dieksaminasi & Hakim Diperiksa KY
Reza Yunanto - detikPemilu



Jakarta - Partai Hanura mempersoalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU soal perhitungan kursi DPR tahap kedua. Hanura mendesak putusan itu dieksaminasi dan hakim yang memutus diperiksa oleh Komisi Yudisial (KY).

"Putusan gugatan judicial review (uji material) oleh MA perlu segera dieksaminasi oleh Ketua Muda MA Bidang Pengawasan dan hakimnya perlu diperiksa oleh Komisi Yudisial," ujar Juru Bicara Partai Hanura Soehandojo dalam surat elektroniknya kepada detikcom, Selasa (28/7/2009).

Dia pun menguraikan alasan kenapa putusan MA atas gugatan Zaenal Maarif itu perlu dieksaminasi. Menurutnya ada dua gugatan uji materil yang diajukan ke MA terhadap hal yang sama, dengan hakim yang sama dan dalam waktu yang tidak terlalu lama namun putusannya berbeda.

"Putusan ini sangat kontroversial dan menggelikan karena untuk pemohon pertama ditolak, sedang pemohon kedua yang kebetulan caleg dari partai pemenang dan berkuasa dikabulkan," kritik salah satu jubir JK-Wiranto ini.

Perkara yang dimaksud Soehandojo adalah gugatan Hasto Kristiyanto, dan gugatan Zaenal Maarif. Gugatan Hasto ditolak sepenuhnya, sementara gugatan Zaenal dikabulkan sepenuhnya.

Soehandojo mengatakan putusan MA merupakan preseden buruk bagi citra peradilan di Indonesia karena putusan uji materil tersebut telah melampaui kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurut UU Pemilu adalah otoritas MK yang seharusnya menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum.

Hanura menolak putusan MA tersebut dan akan mengajukan gugatan. Jika putusan itu diterapkan KPU, Hanura berpotensi kehilangan suara hingga 12 kursi dari perolehan sebelumnya 18 kursi.

"Jangan nodai pesta demokrasi ini dengan cara-cara terselubung yang merampas hak politik dari partai yang mungkin dianggap duri di dalam melanggengkan kekuasaannya," tandas mantan Kapuspenkum Kejagung ini.

( Rez / iy )

Selasa, 28/07/2009 14:34 WIB
Isu Mahfud Menghadap SBY
Wakil Ketua MK: 6 Tahun Kami Pertaruhkan Independensi & Kredibilitas
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Abdul Mukthie Fajar membantah kabar Ketua MK Mafhud MD telah menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya, Cikeas, Bogor. Menurut Mukthie, sejak Kamis 23 Juli lalu Mahfud MD tidak berada di Jakarta.

"Pak ketua dari hari Kamis tidak ada di Jakarta. Beliau ada di Padang, langsung menuju Jogja kemudian ke Surabaya. Baru besok akan kembali ke Jakarta. Jadi tidak mungkin karena tidak ada di tempat," kata Mukthie saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya, Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).
.
Sebelumnya, diisukan Mahfud MD dipanggil SBY ke kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor pada Minggu (26/7/2009) lalu untuk membicarakan sengketa hasil Pilpres yang sedang diajukan oleh capres Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla.

Mukthie menegaskan, MK tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun. Oleh karenanya, ia mengingatkan, apapun usaha pihak-pihak yang berniat mempengaruhi MK, akanlah sia-sia.

"6 Tahun kami sudah mempertaruhkan independensi. Kami mempertaruhkan kredibiltas kami. Percuma saja perngaruhi MK denga cara apapun. Tidak ada yang ditakuti MK baik tekanan dan sebagainya," tegasnya.
( lrn / anw )

Selasa, 28/07/2009 14:48 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
MK Tolak Berkomentar Soal Putusan MA
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Mahkamah Kosntitusi (MK) menolak berkomentar soal putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan penghitungan kursi tahap dua. Alasannya, sesama lembaga peradilan dilarang saling memberikan penilaian.

"Kami sama-sama lembaga peradilan, sama-sama lembaga peradilan tidak boleh menilai lembaga lain," kata Wakil Ketua MK Abdul Mukthie Fajar saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (28/7/2009).

Seperti diberitakan, berbagai kalangan dan ahli menilai putusan MA atas ujimateri peraturan KPU nomor 15 Tahun 2009 itu telah mengambil lahan MK sebagai penentu sengketa hasil pemilu.

"Kami tidak akan menanggapi, yang diajukan ke MA pengajuan material, kami tidak akan menilai isi putusannya," tegasnya.

Dia menambahkan, seandainya MK sudah memiliki wewenang untuk menerima constitutional complain, tentu komplain pihak yang dirugikan atas putusan MA tersebut bisa diadukan ke MK.

"Itu bisa, kalau terjadi di Jerman," kata Mukthie seraya mengatakan MK belum mempunyai wewenang constitutional complain.

Saat ditanya apakah permohonan uji materi peraturan KPU ke MA sudah tepat, Mukhtie pun enggan berkomentar. "Saya sih punya alasan akademis, namun takutnya tidak bisa dibedakan antara saya yang seorang akademisi dan wakil ketua MK," katanya.

Seperti diketahui, sejumlah pihak dan ahli juga mempermasalahkan kewenangan MA dalam menguji produk hukum setingkat peraturan KPU. Alasannya, peraturan KPU tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. ( lrn / yid )

Selasa, 28/07/2009 15:08 WIB

Jika Jadi Ketum Golkar, Yuddy Janjikan Menang Pemilu 2014
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Sebagai salah satu kandidat Ketua Umum Golkar, Yuddy Chrisnandi mengusung konsep Catur Sukses Golkar 2009-2014. Apabila terpilih nanti, Yuddy menjanjikan Golkar akan memenangkan kembali pemilu 2014.

"Kami siap merebut kembali kemenangan Golkar pada Pemilu 2014 sebagai partai terkuat dan mempersiapkan kader terbaiknya memenangkan Pilpres 2014," ujar Yuddy, kepada detikcom, Selasa (28/7/2009).

Yuddy kemudian menyampaikan programnya lima tahun ke depan jika terpilih nanti. Yuddy punya jurus jitu yang diyakininya bisa membawa Golkar lebih baik dari sekarang.

"Saya akan mengusung Catur Sukses Golongan Karya 2009-2014 yaitu sukses konsolidasi (2010), sukses pilkada (2010-2013), sukses Pileg dan Sukses Pilpres 2014," ujar Yuddy.

Yuddy menyampaikan visi misinya. Setidaknya Yuddy menyebutkan banyak hal yang harus diperbaiki dalam tubuh Golkar.

"Kami bertekad mengembalikan harkat, martabat, kehormatan dan jatidiri Partai Golkar. Sebagai partai perjuangan yang berideologi Pancasila yang mengedepankan kesetiakawanan sosial," imbuh Yuddy, bersemangat.

( van / anw )

Selasa, 28/07/2009 15:22 WIB
Gugatan Pilpres
JK Masih Tunggu Keputusan MK Selama 10 Hari
Muhammad Nur Abdurrahman - detikPemilu



Jakarta - Sengketa pilpres 2009 masih terus berlanjut. Wakil Presiden Jusuf Kalla menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) selama 10 hari. JK optimistis gugatannya belum tentu kalah.

"Jadi belum kalah, sebelum ada keputusan MK yang masih ada 10 hari lagi," kata JK dalam seminar Peran Media dalam Membangung Entrepreneurship di Gedung Graha Pena, Makassar, Selasa (28/7/2009).

JK menganggap lebih baik menyelesaikan masalah pilpres 2009 sekarang daripada mengeluh di kemudian hari dan selalu curiga terhadap pemilu.

"Kita tidak ingin demokrasi yag dipaksakan. Jadi lebih baik mengeluh sekarang daripada mengeluh di kemudian hari. Lebih baik mempermasalahkan di MK daripada mengeluh di kemudian hari," ungkapnya.

Menurut JK, tidak masalah kalau gugatannya terhadap Pilpres 2009 di MK ditolak. Yang terpenting masalah pilpres bisa dijelaskan dan diselesaikan MK sekarang.

"Tapi lebih baik di-clear-kan di MK dahulu. Apa pun hasilnya. Jangan penuh kecurigaan terhadap pemilu. Lebih baik memperkarakannya di MK daripada mengeluh di kemudian hari. Tidak ada masalah kalau ditolak," ujarnya.

( guSelasa, 28/07/2009 15:33 WIB
RUU Susduk DPR
Ganjar Usul Anggota Fraksi Bisa Rangkap Jabatan
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Ketua Pansus RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD Ganjar Pranowo punya jurus jitu agar parpol dengan kursi minim tetap bisa memiliki fraksi. Caranya dengan mendobel jabatan sebagai anggota komisi dan kelengkapan dewan.

"Kalau dia lebih sedikit dengan alat kelengkapan dewan, konsekwensi logisnya mendobel. Di Tata tertib DPR harus diatur boleh dobel atau tidak. Kalau tidak ya selesai," Ganjar di sela-sela rapat pansus RUU Susduk di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Menurut Politisi PDIP ini, seandainya empat partai koalisi besar yaitu PDIP, Golkar, Hanura, dan Gerindra membentuk fraksi di DPR akan bisa menjadikan kekuatan yang signifikan dalam pengambilan suara parlemen.

"Belum tentu yang lolos Parliamentary Treshold (PT) buat fraksi sendiri. Bisa jadi kita PDIP, Gerindra, Golkar, dan Hanura membuat fraksi sendiri, dahsyat itu," papar alumnus UGM ini.

Sebelumnya anggota Pansus RUU Susduk dari FKB Saifullah Ma'sum mengungkapkan keraguannya soal pembentukan fraksi partai yang lolos PT pasca putusan MA soal peraturan KPU. Ma'sum meragukan parpol dengan kursi DPR sedikit bisa membentuk fraksi sendiri.

( van / yid )
Selasa, 28/07/2009 15:45 WIB

Istana: Tak Ada Alasan Apa Pun untuk Minta Pembatalan Hasil Pilpres
Anwar Khumaini - detikPemilu



Jakarta - Pasangan Mega-Prabowo lewat kuasa hukumnya meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan hasil Pilpres 2009. Permintaan ini dianggap kubu SBY mengada-ada. Tidak ada alasan apa pun untuk membatalkan hasil Pilpres 2009.

"Tidak ada alasan hukum apa pun untuk meminta pembatalan hasil Pilpres atau pun menyatakan hasil Pilpres tidak sah," ujar Staf Khusus SBY bidang Hukum, Denny Indrayana dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Selasa (28/7/2009).

Dalam UU Pilpres, menurut Denny, sama sekali tidak dikenal konsep pembatalan hasil Pilpres. Karena menurut Denny, yang bisa diajukan adalah hal-hal yang mempengaruhi Pilpres.

"Terlebih, pengajuan sengketa di MK hanya dibatasi untuk sengketa hasil yang mempengaruhi pemenang Pilpres, tetapi tidak dapat dan tidak boleh disalahgunakan menjadi forum pembatalan Pilpres," jelas dosen hukum tata negara UGM ini.

Denny menambahkan, alasan pembatalan hasil Pilpres lantaran DPT bermasalah cuma merupakan opini saja, yang belum tentu bisa diuji kebenarannya.

"Alasan persoalan DPT mempengaruhi perolehan suara Pilpres lebih merupakan opini dan asumsi yang seharusnya tidak dapat dijadikan bukti untuk membatalkan penetapan hasil pilpres KPU di hadapan sidang MK," tegas Denny.
( anw / iwd )

Selasa, 28/07/2009 15:46 WIB
Selesaikan Putusan MA
KPU Disarankan Duduk Bersama MA, MK, & DPR Bahas Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) sungguh telah membawa implikasi hukum dan politik yang luar biasa pelik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang paling berkepentingan disarankan berkoordinasi dengan MA, MK, dan DPR untuk membahas putusan ini.

"KPU harus duduk bareng MA, MK, DPR untuk membahas ini," kata mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof HAS Natabaya dalam diskusi di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Menurut Natabaya, putusan MA yang mengabulkan judicial review (JR) yang diajukan Caleg Partai Demokrat Zaenal Ma'arif Cs diwarnai keanehan. Sebab, sebelumnya MA telah membuat norma hukum ketika memutus JR yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto dengan materi hukum yang sama, namun keputusan berbeda.

"MA telah membuat norma hukum ketika menolak judicial review Hasto Kristiyanto dengan mengatakan peraturan KPU No 15/2009 itu merupakan pelakansanaan amanat UU yang memerintahkan aturan lebih lanjut menyangkut pasal 204 diatur oleh peraturan KPU," kata Natabaya.

Natabaya mengatakan, seharusnya MA konsisten dengan norma hukum yang dibuatnya Karena itu adalah aneh ketika pada JR berikutnya yang dilakukan Zaenal Ma'arif, MA memutus secara berbeda.

Natabaya menambahkan, meskipun seandainya Komisi Yudisial (KY) nantinya menganggap hakim yang memutuskan putusan MA tersebut melanggar kode etik, namun putusannya sendiri tetap berlaku. Sebab yang bisa dihakimi oleh KY adalah hakimnya, bukan putusannya. "Tidak ada satu lembaga pun yang bisa menilai putusan MA," kata Natabaya.

( sho / yid )

Selasa, 28/07/2009 15:47 WIB

Kejagung Siap Bela KPU Hadapi Sengketa Pilpres
Irwan Nugroho - detikPemilu



Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan siap membela Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menghadapi gugatan terkait hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

"JPN (Jaksa Pengacara Negara) selalu siap," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung Edwin Pamimpin Situmorang saat dihubungi wartawan, Selasa (28/7/2009).

Namun, kata Edwin, hingga saat ini KPU belum menyerahkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejagung. Belum tentu pula, menurutnya, KPU nantinya meminta bantuan Kejagung.

Mengenai personel jaksa yang disiapkan untuk membekingi KPU tersebut, Edwin belum mau menjelaskan.

"Ya tunggu saja SKK dari KPU. Karena belum tentu KPU minta dari Kejaksaan," pungkasnya.

Seperti diketahui, pasangan capres-cawapres Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto menggugat hasil pilpres yang menurut mereka penuh kecurangan dan pelanggaran. Mereka mengajukan permohonan pembatalan Keputusan KPU Nomor 365/KPTS/KPU/2009 tentang penetapan penghitungan suara dan pengumuman hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

( irw / nrl )

Selasa, 28/07/2009 15:56 WIB

Tim Jenderal Naga Bonar Mengadu ke Komnas HAM
Mega Putra Ratya - detikPemilu



Jakarta - Tim Pasangan Dedy Mizwar-Saurip Kadi Mengutamakan Rakyat (Desa Merak) mendesak Komnas HAM untuk membantu menyelesaikan pelanggaran HAM pada Pemilu 2009. Pasangan ini menilai Pemilu 2009 gagal dan perlu ada pemilu ulang.

"Kami sudah menggugat ke MK mengenai syarat pencapresan 20-25 persen suara sah. Ini yang tidak tercantum dalam UUD 1945. Ini melanggar HAM," ujar Koordinator Desa Merak, Justiani saat mengadu ke Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Menurut Justiani, akibat syarat pencapresan tersebut semua kecurangan bermulai. Termasuk soal IT KPU.

"Di sini ada pembodohan publik, karena menggunakan sms, tidak beda dengan ramalan Mama Lauren ketik reg spasi, padahal IT KPU kan dananya triliun. Tetapi data tidak dimutakhirkan juga," jelasnya.

Sementara itu ahli hukum tata negara, Usep Rana Wijaya mengatakan perlu revolusi. SBY sudah tidak lagi menjalankan Pancasila.

"Kita pimpin rakyat untuk melakukan revolusi, saat ini yang ditakuti SBY adalah rakyat. SBY berdosa karena tidak melaksanakan Pancasila. Kita akan datangkan perwakilan PBB ke Indonesia untuk mengetahui mengapa Indonesia akan melakukan revolusi," jelas Usep.

Rombongan Desa Merak ini diterima oleh komisioner Komnas HAM, Nurcholis. Komnas HAM pun berjanji menindaklanjuti laporan ini.

"Kita pelajari masukan dari teman-teman Desa Merak. Kita harapkan DPR dan MK juga memainkan perannya. Kami akan memberikan rekomendasi untuk bahan bagi lembaga-lembaga lain," ujar Nurcholis.

( rdf / iy )
Selasa, 28/07/2009 16:01 WIB

Desak KPU Laksanakan Putusan MA, PDIP Bantah Tinggalkan Gerindra
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Sekretaris FPDIP Ganjar Pranowo membantah sikap kerasnya mendukung putusan MA soal pembatalan peraturan KPU karena ingin meninggalkan Partai Gerindra. Tuntutannya itu semata-mata karena didasarkan pada sikap taat hukum dan menghormati putusan lembaga hukum.

"Lihat amar putusannya terlebih dahulu. Ini bukan soal tinggal-meninggalkan Gerindra loh. Apapun keputusan pengadilan harus dilaksanakan," ujar Ganjar saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Ganjar meminta KPU menunjukkan sikap negarawannya dengan cara taat hukum. KPU diminta segera melaksanakan putusan MA. Mengenai detail putusan MA, Ganjar meminta KPU menelaah lebih dalam.

"KPU seharusnya melaksanakan putusan MA, tinggal dipahami bagaimana amarnya, apakah berlaku surut atau tidak," pinta Ganjar.

Ganjar mengeluhkan beberapa hakin MA yang justru menyerahkan pelaksanaan putusan MA kepada KPU. Hal ini memberi kesan KPU boleh tidak melaksanakannya.

"Saya heran kok ada hakim MA menyerahkan kepada KPU mau dilaksanakan atau tidak. Mau jadi apa negeri ini apabila putusan pengadilan boleh tidak dilaksanakan," tegasnya.

( van / yid )

Selasa, 28/07/2009 16:18 WIB

Beda Sikap Soal Putusan MA, PDIP-Gerindra Tetap Solid
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Meski berbeda pendapat soal putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan penghitungan kursi tahap dua, hubungan antara PDIP dan Partai Gerindra tetap baik-baik saja. Kedua partai pengusung Mega-Prabowo ini pun tetap pada komitmennya untuk terus berada di barisan koalisi.

"Nggak ada (pengaruh ke koalisi). Itu hal yang berbeda, kalau pemilu legislatif kan kita masing-masing," kata Wakil Ketua Umum Gerindra yang juga Sekretaris Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Mega-Prabowo, Fadli Zon.

Hal itu dikatakan Fadli di sela-sela pendaftaran gugatan hasil Pilpres 2009 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Sebelumnya, Sekjen PDIP yang juga penasihat TKN Mega-Prabowo, Pramono Anung pernah mengatakan, KPU harus tunduk dan patuh kepada putusan MA yang besifat final dan mengikat. "KPU tidak boleh menafsirkan apa-apa," kata Pram.

Gerindra, kata Fadli, tetap akan menempuh upaya hukum atas putusan MA yang dinilai kontroversial itu. "Kita belum tahu (upaya hukumnya), masih kami pelajari. Yang jelas kami akan tempuh jalur hukum," pungkasnya.

Jika akhirnya KPU melaksanakan putusan MA tersebut, maka menurut simulasi hitungan Center for Electoral Reform (Cetro), Gerindra diperkirakan akan kehilangan 16 kursi dari 26 kursi. perolehan final Gerindra hanya akan menjadi 10 kursi. Sedangkan PDIP akan ketambahan 16 kursi dari jumlah awal yang hanya 95 kursi menjadi 111 kursi.

( lrn / yid )

Selasa, 28/07/2009 16:27 WIB
Diduga Terima Dana Asing
Tim SBY: Semua dari Perusahaan Nasional
Luhur Hertanto - detikPemilu



Jakarta - Tim SBY membantah adanya aliran dana dari perusahaan asing dalam rekening kampanye mereka. Semua donasi ada catatannya dan mudah untuk memberikan bukti sanggahan.

"Itu tidak benar sama sekali," Hatta Rajasa, Ketua Tim SBY-Boediono, Selasa (28/4/2009) di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Dia menegaskan semua donasi yang datang dari perusahaan, semuanya adalah dari perusahaan dalam negeri. Semua transaksi donasi pun selalu dicatat dan pihaknya siap sewaktu-waktu menyampaikan bukti-bukti yang dibutuhkan di muka hukum.

"Semua yang membantu adalah perusahaan nasional, tidak ada kaitannya dengan asing. Gampang sekali kita membuktikannya," ujar Hatta.

Pihak di dalam laporan hasil penelusurannya ICW menduga adanya aliran dana asing di rekening kampanye tim SBY-Boediono. Dana asing itu menurut mereka berasal dari dua perusahaan multinasional yang berbasis di AS.

( lh / anw )

Selasa, 28/07/2009 16:28 WIB

Rebut Ketum Golkar, Ical Merasa Tidak Ada Pesaing Kuat
Luhur Hertanto - detikPemilu



Jakarta - Aburizal Bakrie dan Surya Paloh disebut-sebut sebagai calon kuat ketua umum DPP Partai Golkar. Namun, Aburizal alias Ical, pengusaha papan atas yang kini menjadi Menko Kesra, merasa memiliki peluang sangat besar. Bahkan dia merasa tidak ada pesaing kuat melawan dirinya.

"Nggak ada," kata Ical singkat saat ditanya wartawan tentang pesaing kuat dirinya sebagai calon pengganti Jusuf Kalla (JK), di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Ical mengaku dirinya sudah mengantongi dukungan resmi sebanyak 448 dari 515 DPD tingkat II yang ada. Namun dia juga mengaku bisa saja pada saat pemilihan ketua umum nanti, komitmen dukungan itu bisa berubah.

"Sudah 448 dari 515 kalau berdasar surat resmi. Tapi bisa saja keadaan berubah pada saat Munas nanti," ujar Ical.

Munas Golkar akan berlangsung dalam waktu dekat pada tahun ini. JK sudah memberikan sinyal tidak akan mencalonkan lagi. Hingga saat ini, hanya Ical dan Surya yang disebut-sebut sebagai tokoh yang akan bertarung memperebutkan ketua umum Golkar, meski Yuddy Chrisnandi juga berhasrat ikut meramaikan bursa ketua umum.

( lhSelasa, 28/07/2009 16:46 WIB

Komnas HAM Akan Panggil KPU Terkait Dugaan Pelanggaran HAM
Mega Putra Ratya - detikPemilu



Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pelanggaran HAM terkait kekisruhan yang terjadi pada Pemilu 2009. Komnas HAM berencana akan memanggil KPU.

"Kami menduga KPU melakukan pelanggaran HAM. Sebagai pelaksana seharusnya KPU dapat memastikan dan menjamin warga negara mendapatkan haknya dalam memilih," kata penanggung jawab Monitoring Pemilu Komnas HAM Nur Kholis.

Hal itu disampaikannya usai menerima laporan dari sejumlah massa yang menamakan diri Dedi Saurip Mengutamakan Rakyat (Desa Merak) terkait kekisruhan Pemilu 2009 di Gedung Komnas HAM, Jl Latuharhary, Jakarta (27/7/2009).

Nur Kholis mengatakan data Komnas HAM sementara menunjukan bahwa ada jutaan masyarakat yang memiliki hak pilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. akan berencana memanggil KPU untuk meminta keterangan terkait hak

"Ya kalau kita minta keterangan kita panggil. Makanya kita selesaikan rekomendasi kira-kira minggu depan. Kalau kurang-kurang apakah memang KPU yang harus bertanggung jawab ya KPU kita panggil," imbuhnya.

Komnas HAM juga akan memberi rekomendasi yang akan disampaikan ke presiden dan lembaga terkait tentang temuan temuan pelanggaran yang diduga melanggar HAM selama Pilpres. Dalam pemilu legislatif lalu Komnas sudah menyampaikan rekomendasi pelanggaran HAM kepada presiden.

"Di antaranya kami meminta presiden untuk meminta maaf kepada masyarakat yang hal pilihnya tidak terpenuhi, melakukan tindakan konstitusional dan KPU untuk melakukan perubahan yang cepat soal
DPT," kata Nur Kholis. "Komnas HAM berencana memanggil KPU untuk meminta keterangan terkait temuan-temuan yang diduga melanggar HAM," pungkasnya. ( mpr / anw )
/ asy )

Selasa, 28/07/2009 16:54 WIB
RUU Susduk DPR
FKB Usul Syarat Pembentukan Fraksi Diubah
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penghitungan tahap dua membuat pembahasan RUU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi rumit. Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) mengusulkan syarat pembentukan fraksi yang semula berdasar lolos Parliamentary Treshold (PT) diubah.

"Kami mengusulkan agar syarat pembentukan fraksi yang semula berdasar PT diganti dengan ambang batas," kata anggota Pansus RUU Susduk dari FKB Saifullah Ma'sum dalam pandangan mini fraksi FKB di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu (28/7/2009).

Ma'sum menilai anggota dewan tidak bekerja maksimal apabila dipaksakan anggota fraksi merangkap tugas sebagai anggota perangkat dewan lainnya, "Keputusan KPU untuk melaksakan putusan MA akan mempengaruhi kursi anggota DPR. Jumlah kursi yang terlalu sedikit akan mengganggu kinerja aggota DPR dalam fraksi yang hanya memiliki sedikit anggota," kata Ma'sum.

Ma'sum khawatir dengan kemungkinan terburuk, anggota DPR lebih sedikit dari anggota kelengkapan fraksi DPR. "Dikhawatirkan apabila ada jumlah kursi yang terlalu sedikit dalam fraksi.
Terutama yang lebih kecil dari anggota kelengkapan dewan," ujar Ma'sum.

"Dengan merubah syarat ini maka setiap komponen fraksi dapat melaksanakan tugas tanpa terbebani tugas lainnya," pungkasnya.

( van / yid )
Selasa, 28/07/2009 16:57 WIB

Jelang Munas Golkar, Yuddy Ikut JK Pulang Kampung
Muhammad Nur Abdurrahman - detikPemilu



Jakarta - Meskipun pelaksaan Musyawarah Nasional Golkar baru dilaksanakan pada bulan Desember 2009, para kandidat sudah mulai menyusun strategi. Seperti Yuddy Chrisnandi misalnya, yang memilih mendekat dengan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla yang sebentar lagi lengser.

Yuddy ikut bersama JK yang pulang kampung di Makassar. Yuddy yang ditemui detikcom dalam rombongan JK di Kalla Tower, Makassar, mengakui dengan mengikuti JK ia bisa mengambil manfaat untuk kesuksesannya ketika maju dalam pemilihan Ketua Umum Golkar nanti. Salah satu di antara manfaat yang dimaksud Yuddy adalah membangun komunikasi politik dengan ketua DPD I Golkar Sulsel, Ilham Arif Sirajuddin.

Yuddy menganggap bahwa orang-orang di Golkar di Sulsel masih solid. "Saya percaya bahwa kader Golkar di Sulsel, masih Sami'na wa Atha'na pada pimpinan mereka," ujar Yuddy.

Ia tidak menampik soal perlunya dana operasional yang besar untuk maju dalam
pencalonan Ketua Umum Golkar. Namun, Yuddy masih berharap moralitas sosial bisa menjadi aset terbaiknya untuk memajukan Golkar.

"Memang uang itu penting, tapi yang lebih penting adalah gagasan kita, yakni gagasan untuk mengembalikan kejayaan Golkar," ungkap Yuddy.

Setelah membentuk tim sukses Kebangkitan Partai Golkar, Yuddy merasa optimis bisa menduduki kursi ketua umum Golkar yang juga diincar oleh Aburizal Bakrie dan Surya Paloh. Yuddy mengaku dukungan pada dirinya semakin hari semakin banyak, di antaranya adalah dukungan dari 5 DPD I dan 50 DPD II Golkar dari beberapa propinsi yang ia tidak mau sebutkan namanya.

( mna / rdf )
Selasa, 28/07/2009 17:03 WIB

Prioritaskan Gugatan Pilpres di MK, KPU Sementara Abaikan Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu



Video Terkait
Tim Mega-Pro Daftarkan Gugatan Hasil Pilpres ke MK
Foto Terkait
Tim Mega-Prabowo Datangi MK Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk sementara belum akan membahas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan penghitungan kursi tahap kedua. KPU saat ini masih fokus menghadapi gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sampai dengan saat ini, KPU sedang menyusun jadwal untuk melakukan pleno karena KPU juga sedang menghadapi gugatan di MK soal hasil sengketa Pilpres. Jadi kita akan memprioritaskan persiapan dan pemantapan menghadapi gugatan di MK, baru kemudian kita akan jadwalkan membahas putusan MA," kata anggota KPU Andi Nurpati di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Andi menjelaskan, salah satu hal yang akan dibahas KPU adalah mengenai
kewenangan MA memutus judicial review Peraturan KPU. Selain itu, kata dia, akan dibahas bagaimana sifat putusan MA jika membawa pengaruh terhadap hasil pemilu. Sebab dalam UU Pemilu jelas dikatakan sengketa hasil pemilu adalah kewenangan MK.

"Di MA bukan perselisihan hasil, tetapi mengenai judicial review mengenai
peraturan KPU. Bahwa peraturan itu dampaknya kepada mekanisme dan tata
cara yang berbuntut kepada penghitungan kursi dan penentuan caleg terpilih, ini yang kemudian KPU perlu mempelajari lebih jauh karena terkait dengan hasil," papar Andi.

Masih menyangkut sifat putusan MA ini, KPU juga akan mengkaji apakah putusan tersebut berlaku surut atau tidak. Sebab yang terjadi adalah semua tahapan Pileg sudah selesai, mulai dari penetapan perolehan suara, penetapan kursi, hingga penetapan caleg terpilih, baru kemudian putusan MA keluar.

Jika berlaku surut maka putusan itu akan berpengaruh terhadap hasil, jika tidak berarti juga tidak berpengaruh. "Kalau di UU MK, kami sudah tahu persis putusan MK berlaku sejak diucapkan. MA kalau sama berarti tidak berlaku surut. Kami sedang cari UU dan peraturan MA-nya," kata Andi.

( sho / aan )
Selasa, 28/07/2009 17:37 WIB

SBY-Boediono Terima Sumbangan Kampanye Rp 332 M, Bantah Dari Asing
Muhammad Taufiqqurahman - detikPemilu



Jakarta - Jumlah seluruh penerimaan kampanye SBY-Boediono baik dari kelompok perorangan dan perusahaan mencapai Rp 332.770.456 miliar. Tim Kampanye SBY-Boediono membantah menerima sumbangan dari asing.

Demikian penjelasan Wakil Ketua Tim Kampanye SBY-Boediono, Djoko Suyanto dan Wakil Bendahara Tim Kampanye SBY-Boediono, Boy Tohir dalam jumpa pers di Bravo Media Center (BMC), Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/7/2009).

Djoko menegaskan seluruh perusahaan penyumbang kampanye SBY adalah perusahaan nasional. "Sumbangan dana kampanye SBY-Boediono di mana beberapa media menyebutkan ada sumbagan dari pihak asing, tidak benar," kata Djoko.

Djoko juga menjelaskan, tiga perusahaan yang disebut-sebut sebagai perusahaan asing penyumbang dana kampanye SBY-Boediono, yakni PP North Star Pacific Investment, PT North Star Pacific Capital, dan PT Poly Filatex adalah perusahaan nasional bukan perusahaan asing.

"Kedua perusahaan North Star adalah perusahaan dalam negeri dan kepemilikannya adalah warga Indonesia. Baik direksinya maupun produknya," papar mantan Panglima TNI ini.

Boy Tohir juga membantah anggapan dua perusahaan yang memberi sumbangan yakni PT North Star Pacific Investment dan PT North Star Pacific Capital memiliki direksi yang sama. Menurutnya kedua perusahaan itu berbeda, meskipun memiliki alamat yang sama.

"Walaupun memiliki addres yang sama tetapi perusahaan-perusahaan itu tidak memiliki direksi yang sama dan NPWP-nya juga berbeda," terang Boy.

Boy pun bersedia merinci besarnya sumbangan yang diberikan tiga perusahaan yang dituding sebagai perusahaan asing itu. Menurutnya PT North Star Pacific Investment menyumbang Rp 1 miliar, PT North Star Pacific Capital juga R 1 miliar, dan PT Poly Filatex Rp 1,550 miliar.

"Jumlah seluruh penerimaan kampanye SBY-Boediono Rp 332.770.456 miliar, baik dari kelompok perorangan dan perusahaan," tutup Boy.

Sebelumnya ICW menduga adanya aliran dana asing di rekening kampanye tim SBY-Boediono. Dana asing itu disinyalir berasal dari dua perusahaan multinasional yang berbasis di AS.

( Rez / iy )

Selasa, 28/07/2009 21:04 WIB

Komnas HAM: Ratusan Tahanan di LP Tak Bisa Menggunakan Hak Pilih
Mega Putra Ratya - detikPemilu



Jakarta - Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan sejumlah permasalahan terkait penyelenggaraan Pemilu Presiden 8 Juli lalu. Salah satunya, ratusan tahanan yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan(LP) dan Rumah Tahanan (Rutan) tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Kami menemukan ratusan tahanan yang tidak punya KTP sehingga tidak bisa memilih seharusnya bisa dengan mengunakan identitas yang sah saja," ujar anggota Tim Pemantau Pilpres Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue.

Hal itu disampaikannya usai menerima laporan dari sejumlah massa yang menamakan diri Dedi Mizwar-Saurip Kadi Mengutamakan Rakyat (Desa Merak) di Gedung Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2009).

Syafruddin mengatakan, kepala rutan sudah mengirim surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta secara resmi untuk membolehkan penggunaan identitas yang sah. Menurut kepala LP identitas yang sah itu adalah surat penetapan mereka sebagai sebagai tahanan.

"Salah satu yang saya temui langsung adalah di LP Balikpapan. Sekitar 122 tahanan, LP 65 orang rutan 57 orang," kata Syafruddin.

Menurut Syafruddin ada kesalahan dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya pemilih dapat menggunakan KTP, paspor ditambah identitas yang jelas.

"Ada kemungkinan di LP dan Rutan di seluruh Indonesia tidak jauh berbeda halnya dengan di Balikpapan," jelasnya.

Ketika ditanya mengenai tindakan apa yang dilakukan oleh Komnas HAM jika KPU ternyata melanggar HAM, Syafruddin mengatakan tidak memiliki kewenangan untuk menindak.

"Komnas secara langsung tidak punya kewenangan. Kita tidak bisa melakukan tindakan," tutupnya.

( mpr / nwk )
Selasa, 28/07/2009 21:30 WIB

Nilai Timbulkan Kasta, Golkar Minta Pimpinan MPR Dikurangi
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Fraksi Partai Golkar (FPG) menyampaikan keinginannya agar pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula lima orang dikurangi menjadi tiga orang. Pertimbangannya, semakin banyak pimpinan seolah ada kasta di DPR.

"Ini seolah ada kasta antara anggota dengan pimpinan MPR, mereka dapat sekretariat sendiri, dapat fasilitas lebih dari anggota lain," ujar anggota DPR dari FPG, Darul Siska, menyampaikan pandangannya dalam rapat Pansus RUU Susduk di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7/2009).

Darul menyampaikan keinginannya agar jumlah pimpinan MPR disesuaikan dengan
fungsinya. Tidak terlalu banyak namun dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya.

"Kita maunya pimpinan MPR dengan tugas dan fungsinya seperti sekarang tiga cukup, lima kebanyakan, dua dari DPR satu dari DPD," imbuh Darul.

Terlebih dari itu, Darul merasa prihatin karena sebagian pimpinan menggunakan fasilitas untuk kepentingan diluar fungsi tugas sebagai pimpinan DPR.

"Mereka kadang memanfaatkan untuk keperluan di luar tugas sebagai anggota DPR," ujar Darul.

Mengenai tindak lanjut internal FPG, Darul menyampaikan, akan melanjutkan penyampaian gagasan ini dalam paripurna DPR pada tanggal 3 Agustus nanti.
"Kita menunggu sikap dalam Golkar saja, apabila dibiarkan begini namanya tidak obyektif," tegasnya.

( van / nwk )

Selasa, 28/07/2009 22:15 WIB

KPK Siap Klarifikasi Kekayaan Pasangan Capres-Cawapres Terpilih
Moksa Hutasoit - detikPemilu


(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap melakukan klarifikasi harta kekayaan capres-cawapres terpilih. Hal itu dapat saja dilakukan jika ada permintaan dari masyarakat.

"Kalau ada informasi masyarakat yang memerlukan klarifikasi, ya kita klarifikasi," kata Direktur Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK Muhammad Sigit di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (28/7/2008).

Proses klarifikasi itu dapat dilakukan setelah ada penetapan pasangan capres dan cawapres sebagai pasangan terpilih.

"Nanti kepada yang menang, kita proses pengumuman LHKPN-nya," tambahnya.

KPK memang telah melakukan klarifikasi harta kekayaan pada saat pencalonan presiden dan wakil presiden. Namun klarifikasi ulang masih dimungkinkan setelah penetapan.

"Ada perbedaan waktu, ada perubahan kekayaan yang mungkin signifikan. Kita minta untuk melakukan penyesuaian," jelasnya.

Klarifikasi setelah penetapan itu bisa didasarkan pada aturan dalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang menyatakan penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaan pada awal menjabat.

( mok / nwk )

Tidak ada komentar: