Senin, 27 Juli 2009

Berita Seputar Pemilu Pilpres, Golkar, SBY, JK-WIN, Mega-Prabo dalam Detik.com Hari Kamis, 23 Juli 2009

Kamis, 23/07/2009 00:55 WIB
Peraturan KPU Digugat
Penghitungan Tahap Kedua Versi KPU Dibatalkan MA
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu



Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memenangkan permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh beberapa caleg DPR RI dari Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif Cs terhadap peraturan KPU Nomor 15/2009, khususnya pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Pasal-pasal dalam peraturan KPU ini dinilai bertentangan dengan UU No 10/2008 pasal 205 ayat 4.

Karena itulah MA meminta agar KPU membatalkan pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan KPU tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua. Selain itu, KPU juga diharuskan merevisi keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi pileg.

Demikianlah bunyi petikan putusan MA dalam perkara gugatan Zaenal Ma'arif CS yang diterima detikcom, Rabu malam (22/7/2009) sebagaimana yang ditandatangani Panitera Muda MA Ashadi SH. Sidang perkara ini diketuai oleh Ahmad Sukardja dengan didampingi para hakim anggota antara lain Imam Soebechi dan Marina Sidabutar.

Dalam putusan MA ini, KPU juga diminta untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi parpol serta pemilu anggota DPR dalam pileg 9 April lalu. Keputusan ini ditetapkan oleh majelis hakim pada Kamis, 18 Juli dalam sidang terbuka di MA.

Untuk diketahui, pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) peraturan KPU No 15/2009 berisi tentang pedoman teknis penetapan dan pengumpulan hasil pemilu, tatacara penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota.

Caleg-caleg PD yang menggugat selain Zaenal Ma'arif antara lain, Yosef B Badoeda (Caleg Dapil NTT I), M. Utomo A Karim (Caleg Dapil VII Jatim), dan Mirda Rasyid (Caleg Dapil I lampung). Para caleg ini menilai peraturan KPU tentang pasal-pasal tersebut di atas dinilai merugikan dirinya dan bertentangan dengan UU Pemilu 10/2008. ( yid / mok )

Kamis, 23/07/2009 08:55 WIB
Peraturan KPU Dibatalkan
Putusan MA Dinilai Kontroversial
Mega Putra Ratya - detikPemilu



Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memenangkan permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh Zaenal Ma'arif terhadap peraturan KPU Nomor 15/2009 pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Putusan ini dinilai kontroversial karena tidak semestinya perubahan peraturan dilakukan setelah ada hasil pemilu yang sudah diselenggarakan.

"Semestinya tidak bisa dilakukan karena hasil pemilu sudah ditetapkan.
Artinya sudah ditetapkan sesuai aturan undang-undang, kalau kemudian ada pihak lain membatalkan aturan seharusnya sebelum ditetapkan," ujar Direktur Eksekutif Cetro Hadar Nafis Gumay kepada detikcom, Kamis (23/7/2009).

Hadar mengatakan perubahan peraturan tersebut terjadi karena ada pihak yang tidak puas terhadap hasil pemilu. Perubahan hasil pemilu hanya bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ada yang nggak beres dari putusan ini, kenapa mau diubah, karena hasil pemilu mengecewakan dia. Hasil pemilu hanya bisa diubah oleh MK," kata Hadar.

Putusan ini, menurut Hadar, akan berdampak pada perubahan hasil pemilu. Meskipun peraturan tersebut dapat diubah tetapi tidak bisa langsung diterapkan.

"Sekarang menurut saya ubah saja peraturannya tapi untuk pemilu yang berikutnya. Tidak bisa diterapkan, nanti akan menimbulakan gugatan lagi dari caleg yang sudah terpilih," paparnya.

Untuk diketahui, pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat (1) dan (3) peraturan KPU No 15/2009 berisi tentang pedoman teknis penetapan dan pengumpulan hasil pemilu, tata cara penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota.

Gugatan ini diajukan oleh Zaenal Maarif, caleg Partai Demokrat. Zaenal menilai peraturan KPU tentang pasal-pasal tersebut di atas merugikan dirinya dan bertentangan dengan UU No 10/2008 pasal 205 ayat 4.
( mpr / nrl )
Kamis, 23/07/2009 09:40 WIB

Pengamanan KPU Makin Ketat, Jalan Imam Bonjol Ditutup
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Pengamanan di Kantor KPU semakin diperketat. Bahkan Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, menuju arah Bundaran HI ditutup. Penutupan ini terkait dengan rekapitulasi nasional hasil pilpres yang dilangsungkan di KPU.

Pantauan detikcom, Kamis (23/7/2009), semua kendaraan yang hendak mengarah ke Bundaran HI dari Imam Bonjol diarahkan ke Menteng. Di perempatan dekat Kantor KPU dipasang rambu penyetop jalan yang mengarah ke HI.

Beberapa petugas polisi tampak berjaga-jaga. Orang-orang yang berkepentingan masuk ke Kantor KPU harus menjalani pemeriksaan sebelum diperbolehkan melewati pembatas polisi. Ini menambah jumlah pos pemeriksaan yang harus dilewati untuk masuk ke gedung KPU.

Sejak kemarin pengamanan KPU memang diperketat. Setiap orang yang hendak masuk diharuskan memakai ID. Mereka juga harus menjalani pemeriksaan tas sebanyak 3 kali, yakni di pintu masuk melewati kawat berduri, pintu gerbang, dan pintu masuk gedung. Pengamanan hari ini semakin diperketat dengan penutupan Jalan Imam Bonjol.

Rekapitulasi nasional hasil pilpres digelar 22-24 Juli. Sedangkan penetapan calon terpilih dijadwalkan 27 Juli. Kemarin KPU telah menyelesaikan rekapitulasi di 12 provinsi.
( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 09:57 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
KPU Belum Berani Komentar Soal Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu



Foto Terkait
Rekapitulasi Suara, KPU Dijaga Ketat Jakarta - KPU belum berani berkomentar soal putusan MA yang membatalkan penghitungan kursi tahap kedua. KPU akan menunggu pleno terlebih dulu sebelum berkomentar untuk menghindari keributan.

"Saya belum berani komentar. Kita nunggu pleno dulu daripada ribut," kata anggota KPU yang juga Ketua Pokja Penetapan Kursi, I Gusti Putu Arhta, sambil berlalu di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

MA mengabulkan judicial review Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang penetapan kursi dan caleg terpilih yang diajukan oleh caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif dan kawan-kawan. Dengan putusan MA ini, maka semua caleg terpilih yang ditetapkan berdasarkan penghitungan tahap kedua harus ditinjau ulang.

Dalam peraturan KPU pasal 23, penghitungan tahap kedua dilakukan dengan patokan 50 persen bilangan pembagi pemilih (BPP). Suara parpol yang belum memperoleh kursi di tahap pertama dan suara sisa parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama akan diikutkan dalam penghitungan kursi menggunakan angka 50 persen BPP.

Yang dipersoalkan dalam judicial review itu adalah aturan bahwa parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama hanya bisa mengikutsertakan sisa suaranya di tahap kedua. Menurut pemohon, seharusnya semua suara parpol itu diikutkan, bukan hanya sisanya.

Sebab aturan yang ada di UU 10/2008 tentang Pemilu pasal 205 ayat (4) menyebutkan bahwa parpol yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP otomatis diikutkan dalam penghitungan tahap kedua.

Dengan demikian, misalnya ada parpol yang memperoleh suara 140 persen BPP, maka parpol itu juga akan diikutkan ke penghitungan tahap kedua. Bekal suara parpol itu di penghitungan tahap kedua adalah 140 persen, meskipun yang 100 persen sudah terkonversi menjadi kursi di tahap pertama dan tinggal sisa 40 persen.

Pendapat pemohon itu diamini oleh MA. Karenanya MA mengeluarkan putusan No 15/0/HUM/2009 yang diambil pada 18 Juni 2009. Dalam putusannya itu MA menyebut bahwa peraturan KPU yang mengatur penghitungan di tahap kedua itu tidak sah karena bertentangan dengan UU Pemilu, dan karenanya pasal yang bersangkutan, harus dicabut.

MA juga memerintahkan KPU merevisi Keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Parpol. KPU juga diharuskan menunda pelaksanaan Keputusan
No 259 tersebut.

( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 10:20 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
KPU Tak Diundang Sidang MA & Belum Terima Salinan Putusan
Shohib Masykur - detikPemilu



Video Terkait
KPU Gelar Rekap Nasional Pilpres, Penjagaan Diperketat
Foto Terkait
Rekapitulasi Nasional Hasil Pilpres Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak diundang dalam sidang putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penghitungan kursi di tahap kedua. KPU juga belum menerima salinan putusan itu.

"Saya nggak pernah hadir, mungkin biro hukum yang diundang," kata anggota KPU yang juga Ketua Pokja Penetapan Kursi, I Gusti Putu Artha, di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Putu mengaku sampai saat ini KPU belum menerima salinan putusan MA tersebut. Terkait sidang judicial review (JR) yang diajukan oleh caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif itu, Putu mengaku tahu sekedarnya saja.

"Saya memang pernah dengar kalau ada (JR) itu," kata Putu.

Putu menambahkan, sampai sekarang pihaknya belum menerima salinan putusan MA. "Belum terima," tambahnya.

MA mengabulkan judicial review Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang penetapan kursi dan caleg terpilih yang diajukan oleh caleg Partai Demokrat Zainal Ma'arif dan kawan-kawan. Dengan putusan MA ini, maka semua caleg terpilih yang ditetapkan berdasarkan penghitungan tahap kedua harus ditinjau ulang.

Dalam peraturan KPU pasal 23, penghitungan tahap kedua dilakukan dengan patokan 50 persen bilangan pembagi pemilih (BPP). Suara parpol yang belum memperoleh kursi di tahap pertama dan suara sisa parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama akan diikutkan dalam penghitungan kursi menggunakan angka 50 persen BPP.

Yang dipersoalkan dalam judicial review itu adalah aturan bahwa parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama hanya bisa mengikutsertakan sisa
suaranya di tahap kedua. Menurut pemohon, seharusnya semua suara parpol itu diikutkan, bukan hanya sisanya.

Sebab aturan yang ada di UU 10/2008 tentang Pemilu pasal 205 ayat (4) menyebutkan bahwa parpol yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP otomatis diikutkan dalam penghitungan tahap kedua.

Dengan demikian, misalnya ada parpol yang memperoleh suara 140 persen BPP, maka parpol itu juga akan diikutkan ke penghitungan tahap kedua. Bekal suara parpol itu di penghitungan tahap kedua adalah 140 persen, meskipun yang 100 persen sudah terkonversi menjadi kursi di tahap pertama dan tinggal sisa 40 persen.

Pendapat pemohon itu diamini oleh MA. Karenanya MA mengeluarkan putusan No 15/0/HUM/2009 yang diambil pada 18 Juni 2009. Dalam putusannya itu MA menyebut bahwa peraturan KPU yang mengatur penghitungan di tahap kedua itu tidak sah karena bertentangan dengan UU Pemilu, dan karenanya pasal yang bersangkutan, harus dicabut.

MA juga memerintahkan KPU merevisi Keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Parpol. KPU juga diharuskan menunda pelaksanaan keputusan No 259 tersebut. ( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 10:48 WIB
Kabinet SBY
Hidayat: Kita Tunggu Saja Nanti
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


foto: dok.detikcom
Foto Terkait
Rakornas PD Digelar Jakarta - Anggota Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera, merangkap Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, enggan mengatakan kesiapannya menjadi menteri SBY. Hidayat memilih menunggu kepastian dari SBY.

"Terlalu dini untuk mengatakan siap atau tidak siap. Kita tunggu saja nanti," ujar Hidayat, saat dikonfirmasi wartawan mengenai kemajuan tawaran kabinet SBY, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Menurut Hidayat, dirinya dan semua kandidat menteri SBY hingga saat ini masih menunggu hasil perhitungan resmi KPU. Setelah dipastikan kemenangan SBY tentu saja nasib Hidayat semakin jelas.

"Saya dan semua mengetahui bahwa semua mengenai kabinet menunggu hasil Pilpres," kata Hidayat yang tampak rapi mengenakan setelan jas hitam dan berpeci ini.

Terakhir, Hidayat menyerahkan semua keputusan kepada SBY, mau diambil atau tidak sebagai menteri. "Secara prinsip kita serahkan semuanya kepada Pak SBY, apabila menang nanti," pungkasnya.

( van / nik )
Kamis, 23/07/2009 11:15 WIB
Rekapitulasi di KPU
Jl Imam Bonjol Ditutup Total
Shohib Masykur - detikPemilu



Foto Terkait
Rekapitulasi Suara, KPU Dijaga Ketat Jakarta - Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, ditutup total. Hal ini terkait dengan rekapitulasi nasional hasil pilpres yang berlangsung di Kantor KPU.

Pantauan detikcom, Kamis (23/7/2009) pukul 10.45 WIB, baik jalur dari KPU menuju Bundaran HI maupun sebaliknya tertutup untuk umum. Kawat berduri yang sebelumnya dipasang di trotoar digeser ke jalur hijau pemisah 2 lajur jalan.

Pengamanan juga diperketat. Puluhan polisi tampak berjaga-jaga di sepanjang Jalan Imam Bonjol dekat Kantor KPU. Setiap orang yang akan masuk ke kantor KPU diperiksa dengan ketat.

Bagi mereka yang hendak ke Jl Sudirman, bila datang dari Jl Diponegoro, dipersilakan belok kiri menuju Jl HR Rasuna Said, putar ke Jl Latuharhari, Jl Sultan Agung, Dukuh Bawah, lalu Jl Sudirman. Mereka yang berasal dari Jl Sudirman/JL HM Thamrin, juga dipersilakan melewati jalur alternatif.

( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 11:28 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Kursi PD Melonjak, Partai Menengah Menyusut
Shohib Masykur - detikPemilu



Video Terkait
KPU Gelar Rekap Nasional Pilpres, Penjagaan Diperketat
Foto Terkait
Rekapitulasi Nasional Hasil Pilpres Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang yang membatalkan penghitungan kursi di tahap kedua berdampak luar biasa pada suara Partai Demokrat (PD). Dengan penghitungan model MA, jumlah kursi PD akan melonjak tajam, sedangkan kursi partai-partai menengah akan berkurang drastis.

"Demokrat akan mendapat kursi lebih banyak lagi. Selain itu PDIP dan Golkar juga diuntungkan," kata peneliti Center for Electoral Reform (Cetro) Fahmi Ismail saat dihubungi, Kamis (23/7/2009).

Kursi parpol menengah akan berkurang karena kebanyakan parpol menengah memperoleh kursi di tahap kedua. Berdasarkan peraturan KPU, di penghitungan kedua ini partai yang telah memperoleh kursi di tahap pertama, yang mana kebanyakan adalah parpol besar, hanya berhak menyertakan sisa suaranya saja. Hal ini memberi peluang bagi parpol menengah untuk bersaing dengan parpol besar.

Sedangkan menurut MA, parpol besar berhak menyertakan semua suaranya di tahap kedua, termasuk suara yang telah terkonversi menjadi kursi di tahap pertama. Logikanya, jika di tahap pertama yang menggunakan 100 persen BPP saja parpol-parpol besar itu memperoleh suara, apalagi di tahap kedua yang hanya memerlukan 50 persen BPP.

Dengan sistem ini, maka parpol besar yang memperoleh kursi di tahap satu secara otomatis akan dapat kursi di tahap kedua sepanjang masih ada sisa kursi. Dengan demikian parpol menengah semakin tersingkir oleh parpol besar di penghitungan tahap kedua karena suara mereka kalah jauh dari parpol besar.

"Ini malah jadi nggak proporsional. Di mana-mana, suara yang sudah terkonversi menjadi kursi tidak bisa lagi diikutkan dalam penghitungan," kata Ismail.

Menurut dia, aturan KPU mengenai penghitungan KPU sudah benar. Persoalan yang dikemukakan dalam judicial review (JR) di MA itu bukan tidak pernah dibahas. Sebelumnya KPU bersama Komisi II DPR telah membahasnya.

"Waktu itu disepakati bagi parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama hanya sisa suaranya yang diikutkan di tahap kedua," kata Ismail.

Namun waktu itu juga muncul pernyataan bahwa aturan di UU Pemilu sendiri mengandung kelemahan. Dalam pasal 205 ayat (4) hanya dikatakan bahwa pada penghitungan di tahap kedua kursi diberikan pada parpol yang memperoleh suara di atas 50 persen.

Dalam pasal itu tidak diatur bahwa untuk parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama, suara yang dihitung adalah suara sisa yang belum terkonversi. Sehingga dengan demikian terjadi multipenafsiran terhadap aturan tersebut.

( sho / nik )

Kamis, 23/07/2009 11:29 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Putusan MA Secara Tak Langsung Hilangkan Penghitungan Tahap Ketiga
Shohib Masykur - detikPemilu



Foto Terkait
Rekapitulasi Nasional Hasil Pilpres Jakarta - Selain berimplikasi luar biasa secara politik, putusan MA yang membatalkan peraturan KPU tentang penetapan kursi di tahap kedua juga berimplikasi pada teknis. Dengan model yang dimaui MA, maka penghitungan kursi di tahap ketiga menjadi tidak ada karena kursi pasti akan habis di bagi di tahap kedua.

"Penghitungan tahap ketiga menjadi tidak ada. Kursi akan habis di tahap kedua," kata peneliti Center for Electoral Reform (Cetro) Fahmi Ismail saat dihubungi, Kamis (23/7/2009).

Menurut Ismail, jika parpol yang telah memperoleh kursi di tahap pertama bisa membawa semua suaranya untuk diikutkan ke tahap kedua, maka pasti parpol tersebut akan mendapatkan kursi lagi. Ditambah parpol yang belum mendapatkan kursi di tahap pertama, maka dipastikan kursi akan habis di tahap kedua.

Karena itu menurut Fahmi penghitungan yang benar adalah cara penghitungan KPU. Parpol yang telah mendapat kursi di tahap pertama hanya bisa mengikutsertakan sisa suaranya saja di tahap kedua.

"Di mana-mana, suara yang sudah terkonversi menjadi kursi tidak bisa lagi diikutkan dalam penghitungan," kata Ismail.
( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 11:36 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Diputus 18 Juni, Kenapa Putusan MA Baru Diumumkan Sekarang?
Shohib Masykur - detikPemilu



Foto Terkait
Rakornas PD Digelar Jakarta - Selain mengejutkan, putusan MA yang membatalkan peraturan KPU tentang penghitungan kursi di tahap kedua juga mengherankan. Sebab putusan yang dibuat tanggal 18 Juni itu baru diumumkan ke publik sekarang.

"Herannya kenapa baru sekarang (diumumkan)?" kata peneliti Center for Electoral Reform (Cetro) Fahmi Ismail saat dihubungi, Kamis (23/7/2009).

Menurut Fahmi, tidak selayaknya peraturan KPU diubah setelah caleg terpilih ditetapkan. "Tidak etis mengubah-ubah peraturan di saat hasil pemilu sudah diketahui. Kalau ingin diubah seharusnya pada saat peraturan ini belum digunakan," kata Ismail.

Ismail menambahkan, boleh saja KPU mengubah peraturan berdasarkan putusan MA itu. Namun peraturan itu hendaknya digunakan untuk periode berikutnya, bukan sekarang.

"Boleh saja peraturan itu diubah, tapi digunakan untuk periode berikutnya," ujarnya.

Putusan MA itu diambil dalam rapat permusyawaratan MA tanggal 18 Juni 2009. Dalam salinan putusan disebutkan, putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga.

MA sendiri mengirimkan salinan putusan itu ke pemohon, Zainal Maarif, tanggal 22 Juli dan ditembuskan ke KPU. Namun hingga saat ini KPU mengaku belum menerima salinan tersebut.
( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 11:47 WIB

Ratusan Pendemo Desak Mega-JK Terima Hasil Pilpres
Ari Saputra - detikPemilu



Jakarta - 2 Boneka Mega-JK diusung ramai-ramai. Boneka itu diarak keliling Bundaran HI diiringi yel-yel tuntutan. Boneka itu merupakan simbol desakan Mega-JK agar menerima hasil pilpres.

"Hormati pilpres, hargai pilihan rakyat dan menerima hasil pemilu," kata salah satu koordinator aksi, Alfian, di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Aksi yang dimulai pukul 11.15 WIB tersebut berlangsung damai. Puluhan pendemo membawa poster dan spanduk. Sementara puluhan yang lain ikut dalam rombongan massa berjalan mengitari bundaran tersebut.

"Mega jadilah negarawan sejati, JK jadilah guru bangsa," imbuh Alfian.

Akibat demo ini, arus lalu-lintas dari Sudirman menuju Thamrin sedikit tersendat. Tetapi mulai lancar kembali saat pendemo naik ke bundaran dan tidak menggunakan bahu jalan untuk berdemo.
( Ari / nrl )

Kamis, 23/07/2009 12:11 WIB
Gara-gara DPT
Saksi Mega-Prabowo dan JK-Wiranto Tak Hadiri Rekapitulasi Pilpres
Shohib Masykur - detikPemilu


foto: dok.detikcom
Video Terkait
KPU Gelar Rekap Nasional Pilpres, Penjagaan Diperketat
Foto Terkait
Rekapitulasi Suara, KPU Dijaga Ketat Jakarta - Saksi pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto tidak menghadiri rekapitulasi nasional hasil Pilpres di hari kedua. Mereka mempermasalahkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang digunakan KPU.

"Kita tak mau melanggar UU. DPT yang digunakan KPU ditetapkan tanggal 6 Juli. Padahal dalam UU 42/2008 dikatakan DPT paling lambat ditetapkan 30 hari sebelum Pilpres," kata saksi Mega-Prabowo, Arif Wibowo, di depan Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, 23/7/2009).

Menurut Arif, pihaknya baru tahu bahwa KPU menetapkan DPT tanggal 6 Juli ketika rekapitulasi nasional dimulai Rabu (22/7/2009) kemarin. KPU tidak mengumumkan ke publik bahwa mereka menetapkan DPT hanya 2 hari sebelum Pilpres digelar.

Karena alasan itu, Arif memutuskan tidak mengikuti rekapitulasi hingga selesai. "Kita tidak mau melakukan dosa politik berjamaah," kata Arif.

Hal yang sama dilakukan saksi JK-Wiranto, Chaeruman Harahap. Bedanya, Chaeruman sempat masuk ke ruang rapat namun lantas keluar lagi alias walkout .

"DPT-nya bermasalah. Datanya berbeda dengan yang kami terima. DPT-nya tidak bisa diaudit," kata Chaeruman.

Karena itu Chaeruman memutuskan untuk tidak lagi mengikuti rekapitulasi hingga selesai. Dia juga tidak mau menandatangani berita acara rekapitulasi. Alhasil, hanya saksi dari SBY-Boediono, Didik Mukrianti, yang masih mengikuti rekapitulasi. ( sho / nik )

Kamis, 23/07/2009 13:01 WIB

Zaenal Minta KPU Laksanakan Putusan MA
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan cara menghitung tahap kedua ala KPU merupakan putusan hukum yang bersifat mengikat. KPU diminta melaksanakan putusan itu dengan sebaik-baiknya.

"KPU harus mengikuti dong. Bagaimana hukum akan tegak kalau tidak diikuti. Kita semua harus taat hukum. Malu kita pada masyarakat kalau tidak taat hukum," kata pengugat KPU dari caleg Partai Demokrat (PD), Zaenal Ma'arif kepada detikcom, Kamis (23/7/2009).

Menurut mantan wakil ketua DPR ini, keputusan MA sudah sesuai dengan semangat dan amanat UU Pemilu Nomor 10/2009. Karena itu KPU diminta menunda semua keputusan yang lama terkait penetapan caleg terpilih tahap kedua.

"Kalau putusannya begitu, ya KPU harus melaksanakan. Ini kan merespon semangat teman-teman DPR saat itu, PKB yang suaranya hampir 2 kali lipat dengan PAN tapi kursinya malah kalah. Ini kan tidak rasional," paparnya.

Terkait waktu dikeluarkannya putusan ini yang molor dati tanggal putusan itu diambil, Zaenal menilai hal itu semata-mata karena alasan teknis. Mantan politisi PBR ini menolak tudingan bahwa keputusan MA itu karena terkait dengan kemenangan SBY dalam Pilpres 8 Juli lalu.

"Itu beda, lain hal. SBY menang karena memang sosoknya SBY. Sementara ini terkait soal hukum. Tidak benar ada tudingan seperti itu," bantahnya.

Bagaimana perasaan anda dengan keputusan MA ini, bukankan ini otomatis menjadikan anda sebagai anggota DPR periode 2009-2014, Zaenal menjawab singkat," Tentu saya bersyukur pada Allah, MA telah membuat keputusan yang tepat. Kami tentu hormat dan mengapresiasi yang tinggi atas putusan MA ini," pungkasnya.
( yid / iy )

Kamis, 23/07/2009 13:08 WIB

Seperti Titanic, Golkar Terancam Jadi Legenda
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Jakarta - Golkar diibaratkan seperti Titanic, kapal megah masa lampau yang menabrak gumpalan karang. Salah memilih pemimpin, Golkar bersiap karam menjadi legenda.

"Golkar ibarat Titanic, menabrak karang. Karam atau tidaknya tergantung bagaimana ke depan. Menjadi legenda negeri dongeng atau menjadi partai modern di masa depan," ujar Juru Bicara Partai Golkar, Indra J Piliang.

Indra mengatakan itu dalam seminar politik bertajuk 'Kepemimpinan Partai Golkar Antara Legenda dan Masa depan' di Gedung DPR, senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Hengkangnya sejumlah petinggi Golkar ke pangkuan SBY, menurut Indra, menjadi penyebabnya. Indra mengeluhkan partainya yang terlalu mudah dibeli.

"Penumpang kelas satunya pada pindah, banyak sekali pengurus dan petinggi Golkar berpindah ke Partai Demokrat (PD). Banyak pengurus cepat punya uang, cepat kaya, punya rumah, dan mobil. Partai ini terlalu mudah untuk dibeli, diijonkan," keluh Indra.

Indra menyayangkan banyak sekali kebijakan Golkar masa lalu yang tidak lagi diterapkan selama JK menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

"Kenapa Golkar tidak bergerak di kelompencapir, PKK seperti dulu lagi. Padahal infrastruktur Golkar itu paling bagus tapi sebagian sudah menjadi kandang ayam," ungkap Indra.

Golkar, menurut Indra, membutuhkan revolusi organisasi. Pemimpin yang paham berorganisasi tidak hanya mengandalkan harta dan kekuasaan semata.

"Hanya punya modal tetapi tidak punya basis massa. Pemimpin Golkar harus punya visi ke depan, pergaulannya luas, tidak hanya punya uang saja," pungkasnya. ( van / nik )

Kamis, 23/07/2009 13:10 WIB

Saksi Mega-JK Tak Hadir, Rekapitulasi Jalan Terus & Tetap Disahkan
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Meski saksi dari pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto tak hadir, namun rekapitulasi nasional tetap dilanjutkan. KPU juga akan tetap mensahkan rekap meski tanpa kehadiran saksi.

"Rekap tidak akan berhenti sebelum selesai. Urusan lain akan kita bahas setelah rekap," kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Hafiz menyayangkan 2 pasangan tidak menghadiri rekapitulasi. Dia berharap mereka tetap menghadiri rekap dan urusan soal DPT bisa dibicarakan belakangan.

Meski tanpa saksi 2 pasangan, kata Hafiz, rekap tetap akan legitimate. "Jangankan cuma saksi, anggota KPU nggak tanda tangan juga tetap legitimate, yang tanda tangan sekjen," tegas Hafiz.

Saksi Mega-Prabowo dan JK-Wiranto tidak menghadiri rekap karena mempermasalahkan DPT. Mereka beranggapan KPU melanggar hukum dengan menetapkan DPT 2 hari sebelum pilpres, yakni 6 Juli. Padahal di UU Pilpres diatur KPU harus menetapkan DPT selambat-lambatnya 30 hari sebelum pilpres. Terlebih DPT itu baru dibuka pada waktu rekap dimulai kemarin.

Saksi Mega-Prabowo tidak hadir sejak rekap hari kedua dimulai pagi tadi. Sedangkan saksi JK-Wiranto keluar di tengah jalan atau walkout karena tidak terima dengan DPT yang berbeda dengan DPT yang mereka peroleh dari KPU 7 Juli lalu.

( sho / nrl )
Kamis, 23/07/2009 13:28 WIB

JK-Wiranto Kalah Gara-gara Telat Setor Uang Saksi Pilpres
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Video Terkait
JK Nyontreng Beserta Keluarganya
Foto Terkait
JK-Mega Mencontreng Jakarta - Terlambatnya pengiriman uang upah saksi Pilpres disebutkan sebagai kesalahan paling fatal Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto. Karena "umpan" telat, JK-Wiranto pun minim suara.

"Uang saksi baru datang sehari sebelum pencontrengan, beberapa daerah malah terlambat. Itu yang paling dampak, karena paling tidak saksi itu dan keluarganya bisa tidak memilih JK-Wiranto," ujar Juru Bicara Partai Golkar, Indra Piliang.

Hal itu disampaikan Indra dalam seminar politik bertajuk 'Kepemimpinan Partai Golkar Antara Legenda dan Masa Depan' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Indra menyayangkan kinerja Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto, yang tidak segera mengedarkan surat pencairan uang saksi.

"Kesalahan itu yang paling fatal dari Tim Kampanye Nasional. Padahal surat edaran resmi ada dua, satu dari Golkar, satu dari Hanura menjadi Rp 200 ribu," keluh Indra.

Lebih dari itu, banyak tim kampanye di daerah yang kecewa gagal menjadi anggota DPRD. Alhasil mereka melalaikan tugasnya mensukseskan JK-Wiranto.

"Ketua DPD yang dipercaya membagikan uang saksi adalah mereka yang kalah dalam Pemilu Legislatif. Logikanya mereka menjadi malas, beberapa mengaku tidak punya ATM," beber Indra.

Indra kemudian membandingkan mulusnya pengiriman uang saksi pasangan capres SBY-Boediono. SBY bahkan punya divisi khusus untuk mengurus masalah perut ini.

"SBY-Boediono punya Soeripto, Ketua Divisi Khusus Saksi, semua tepat waktu," pungkasnya dengan nada kecewa. ( van / nik )

Kamis, 23/07/2009 13:38 WIB

Saksi SBY-Boediono Terima DPT Sejak Lama
Shohib Masykur - detikPemilu



Video Terkait
KPU Gelar Rekap Nasional Pilpres, Penjagaan Diperketat
Foto Terkait
Rekapitulasi Suara, KPU Dijaga Ketat Jakarta - Saksi dari pasangan SBY-Boediono telah menerima Daftar Pemilih Tetap (DPT) termutakhir sejak lama, mendahului saksi pasangan capres yang lain.

"Kita pro aktif mencari, sudah dapat dari dulu. Tapi tanggal berapa saya lupa," ujar saksi dari SBY-Boediono, Didik Mukriyanto, di sela-sela rekap nasional hasil Pilpres di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Saksi Mega-Prabowo dan JK-Wiranto menolak menghadiri rekap karena menganggap KPU telah melanggar UU dengan menetapkan DPT pada 6 Juli 2009. Mereka baru tahu KPU menetapkan DPT versi termutakhir itu ketika rekap dimulai Rabu (22/7/2009). Tak hanya mereka, Bawaslu juga baru tahu DPT baru itu kemarin.

Didik menghargai sikap politik saksi pasangan lain. Namun dirinya menegaskan akan tetap mengikuti rekap hingga akhir.

"Kita percaya apa yang dilakukan KPU sudah sesuai rule of the game ," kata Didik. ( shoKamis, 23/07/2009 14:05 WIB

LIRA: Golkar Jangan Lacurkan Diri Minta Jatah Kabinet
M. Rizal Maslan - detikPemilu



Foto Terkait
Rekapitulasi Nasional Hasil Pilpres Jakarta - Partai Golongan Karya (Golkar) diminta untuk tidak melacurkan diri dengan meminta jatah kursi di kabinet yang baru. Sebaiknya, Golkar melakukan konsolidasi dan berada di luar sistem.

"Saya rasa cukup fair jika Golkar tahu diri untuk mengambil sikap berada di luar sistem dan tidak perlu merengek-rengek meminta jatah kursi dalam kabinet SBY-Boediono," kata Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jusuf Rizal, dalam rilisnya yang diterima detikcom di Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Menurut Rizal, Golkar sebenarnya tidak memiliki peran yang signifikan dalam memberikan dukungan kepada SBY, baik di Pilpres 2004 atau Pilpres 2009. Dia mencontohkan, pada Pilpres 2004, Golkar justru mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid dan sekarang mendukung Jusuf Kalla-Wiranto.

"Jadi aneh, jika kemudian Golkar ngotot minta jatah kursi, apa pun alasannya. Padahal tidak pernah berkeinginan memperjuangkan kemenangan SBY-Boediono," jelas pria yang menjabat Presiden Direktur Center Relawan SBY-Boediono ini.

Namun, lanjut Rizal, kursi di kabinet merupakan keputusan SBY-Boediono. Penyusunan kabinet ini pun perlu dicermati oleh SBY agar dalam roda pemerintahan periode 2009-2014 bisa berjalan maksimal.

"Kalau memang ada figur-figur dari Partai Golkar yang dinilai memiliki kemampuan, SBY boleh saja mengakomodir. Tetapi bukan merupakan representasi dari Partai Golkar, melainkan lebih kepada kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Rizal juga berharap SBY bisa mengakomodir kaum muda yang profesional guna memperkuat pemerintahannya. Oleh karenanya, untuk periode 2009-2014 SBY diminta untuk memberikan kesempatan pada kaum muda.

"SBY-Boediono harus dapat mempersiapkan kader-kader muda untuk memimpin Republik Indonesia," tandasnya lagi. ( zal / nik )

/ nik )
Kamis, 23/07/2009 14:22 WIB

Yudi Latief: Golongan Tua Golkar Tak Punya Reputasi
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Siapa tokoh Golongan Karya (Golkar) yang akan menggantikan Jusuf Kalla (JK) sebagai Ketua Umum? Masih belum jelas. Namun dinilai, saat ini tidak ada tokoh tua Golkar yang memiliki nama baik di masyarakat untuk memperbaiki citra partai itu.

"Golongan tua di Golkar siapa yang punya reputasi, hampir semua ga punya reputasi. Barisan tua-tua itu kalau jadi pemimpin jangan berharap citra positif partai naik apalagi jadi presiden," ujar Pengamat Politik dari Reform Institute, Yudi Latief.

Hal ini disampaikan Yudi dalam Seminar Politik bertajuk "Kepemimpinan Partai Golkar Antara Legenda Dan Masa depan", di Gedung DPR, senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Yudi pun mengungkapkan 'kelemahan-kelemahan' sejumlah petinggi golkar yang masuk bursa Ketua Umum Golkar. Setidaknya ada dua nama yang disebutnya 'kurang bermutu.

"Aburizal bermasalah di Lapindo Brantas, Agung Laksono banyak citra buruknya saat menjadi ketua DPR," kata Yudi.

Menurut Yudi, Golkar butuh pemimpin baru yang membangkitkan Golkar seperti kejayaan masa lampau. "Paling tidak harus ada penyegaran itu, jangan sampai Golkar terus menjadi ban serepnya PD," imbuh Yudi.

Senada dengan Yudi, pengamat politik dari LIPI, Lili Romli, juga menyarankan reformasi kepemimpinan di tubuh Golkar. Posisi Golkar diibaratkan Lili, sudah jatuh tertimpa tangga.

"Pemimpin Golkar pragmatis, harus ada pemimpin dari pemodal menuju pemimpin yang memperhatikan kepentingan sipil," ujar Lili.

Sayangnya sekalipun Golkar punya segudang talenta muda, Lili meragukan kaum muda akan berkuasa di Golkar.

"Saya tidak pesimis Mas Yudi tapi agak berat melawan tokoh senior tersebut Apakah yang menang gagasan atau uang," katanya. ( van / ken )

Kamis, 23/07/2009 14:26 WIB

Jika Capres Tak Tandatangani Berita Acara, Pilpres Tetap Legal
Andi Saputra - detikPemilu



Video Terkait
KPU Gelar Rekap Nasional Pilpres, Penjagaan Diperketat
Foto Terkait
Rekapitulasi Nasional Hasil Pilpres Jakarta - Jika ada capres yang menolak menandatangani berita acara pemilu dinilai tidak akan mempengaruhi keabsahan Pilpres 2009. Tandatangan capres bisa diwakili oleh saksi yang hadir pada saat pembacaan berita acara.

"Ini tak mengurangi legalitas Pilpres sesuai dengan Pasal 155 (3) UU Pemilu. Tapi kalau legitimasi politik, itu soal lain," kata mantan anggota KPU, Mulyana W Kusuma dalam jumpa pers Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Pasar Festival, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, (23/7/2009).

Mulyana menyarankan capres yang tidak sepakat dengan hasil Pilpres, bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika merunut UU, maka hasil akhir Pilpres dapat diputuskan MK pada 10 Agustus mendatang.

Sekjen KIPP Muchtar Sindang menambahkan, jika ada dugaan pelanggaran aturan main dalam dua pemilu, harus tetap disikapi dengan berpijak pada aturan perundang-undangan dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Yang terpenting, KPU harus menjaga azas independensi dan netralitas dalam menjalankan peran sebagai penyelenggara pemilu," kata Muchtar di tempat yang sama.

( asp / nik )

Kamis, 23/07/2009 14:26 WIB

Peringati Harlah Ke 11, PKB Gelar Syukuran Sederhana
Didi Syafirdi - detikPemilu



Jakarta - Hari lahir suatu partai biasanya dirayakan dengan besar-besaran. Tidak demikian dengan PKB. Partai yang berdiri bersamaan dengan reformasi mahasiswa 1998 ini memilih marayakan HUT ke 11 dengan penuh kesederhanaan dan kesahajaan.

Pantauan detikcom, peringatan harlah PKB ini hanya dilakukan dengan menggelar doa bersama dan potong tumpeng di Kantor DPP PKB, Jl Sukabumi, Menteng, Jakarta, Kamis (23/7/2009). Hadir dalam acara ini ketua umum PKB Muhaimin Iskandar, Sekjen PKB, Lukman Edy, Jajaran pengurus DPP PKB serta pengurus DPW PKB se-Indonesia.

Selain para petinggi dan elit PKB, para kiai juga ikut hadir dalam acara ini. Mereka ikut berdoa untuk keselamatan dan kejayaan bangsa serta PKB dalam pemilu 2014. Rencananya nanti malam PKB akan mengelar doa bersama lagi dan pembacaan manaqib di kantor DPP PKB.

Dalam sambutanya setelah potong tumpeng, Muhaimin berharap Pemilu 2014 kepercayaan rakyat kepada PKB akan kembali pulih. Hal ini disebabkan karena hanya PKB lah partai yang selama ini mendorong berkembangnya Islam yang toleran dan menghargai perbedaan.

"11 tahun sudah PKB melalui perjuangan politik baik melalauai legislatif di DPR, maupun eksekutif. Mudah-mudahan 11 tahun ini bisa menjadi lebih baik bagi kejayaan PKB. Kita berharap PKB akan semakin solid menyiapkan diri untuk 2014," papar Muhaimin.

Muhaimin berharap dengan makin solidnya PKB, Pemilu 2014 akan menjadi catatan sejarah karena menempatkan PKB dalam 2 besar pemenang pemilu. Untuk ke arah sana, PKB telah menyiapkan kaderisasi dan pembenahan partai yang komprehensif.

"Proses kaderisasi kita berjalan alamiah. Kita berharap dalam Pemilu 2014 nanti minimal kita masuk 2 besar sebagai partai pemenang pemilu," pungkas Cak Imin.

Potong tumpeng PKB ini dilakukan secara bergiliran oleh Muhaimin dan Lukman Edy. Hasil potongan itu dibagi-bagikan kepada para pengurus DPW dan DPP PKB serta para wartawan yang meliput. Setelah prosesi potong tumpeng itu, acara syukuran Harlah PKB ke 11 ini ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh para kiai yang hadir.

( yid / ndr )
Kamis, 23/07/2009 15:05 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Lebih dari 60 Kursi Ganti Pemilik, PD Tambah Paling Banyak
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Lebih dari 60 kursi bakal berpindah pemilik akibat putusan MA yang membatalkan peraturan KPU tentang penghitungan kursi tahap kedua. 3 Parpol mengalami penambahan kursi, yakni Partai Demokrat, PDIP, dan Golkar. Sisanya kehilangan kursi.

"3 Partai kursinya tambah, yaitu Partai Demokrat, PDIP, dan Golkar," kata peneliti Center for Electoral Reform (Cetro) Fahmi Ismail saat dihubungi, Kamis (23/7/2009).

Menurut Fahmi, penambahan paling banyak dialami Partai Demokrat dari yang tadinya 149 (26,6 persen) menjadi 180 (32,1 persen) atau bertambah 31 kursi. Penambahan terbanyak kedua dialami Golkar dari yang tadinya 106 (18,9 persen) menjadi 125 (22,3 persen) atau bertambah 19 kursi.

Selanjutnya penambahan dialami PDIP dari yang tadinya 95 kursi (16,9 persen) menjadi 111 (19,8 persen) atau bertambah 16 kursi. Sedangkan 6 parpol lain mengalami penurunan jumlah kursi.

Misalnya Gerindra yang tadinya dapat 26 kursi (4,6 persen) menjadi 10 kursi (1,8 persen) atau berkurang 16 kursi. Sedangkan Hanura yang tadinya dapat 16 kursi (28 persen) menjadi 6 kursi (1 persen) atau berkurang 10 kursi.

"Partai menengah dan baru kehilangan kursi," kata Ismail. ( sho / nrl )

Kamis, 23/07/2009 15:16 WIB

PKB Terkejut pada Putusan MA Soal KPU
Didi Syafirdi - detikPemilu



Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengaku terkejut dengan putusan MA yang membatalkan peraturan KPU terkait model dan cara menghitung perolehan kursi tahap 2. PKB minta KPU mengantisipasi putusan MA tersebut.

"Sungguh mengejutkan, di mana putusan itu terjadi pada sekarang ini. Tapi bagaimana teknisnya saya belum tahu betul," kata Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar seusai menghadiri peringatan Harlah PKB di Menteng, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Menurut Wakil ketua DPR ini, KPU sebagai pihak tergugat harus bisa mengantisipasi dan mencari jalan keluar atas putusan MA itu. Hal ini sangat penting agar kebijakan KPU terkait putusan MA itu tidak membuat kegaduhan politik baru di tanah air.

"Yang pasti KPU seharusnya mulai dari sekarang sudah melakukan antisipasi agar tidak muncul persoalan di kemudian hari," pinta Muhaimin.

Apakah putusan MA ini akan berpengaruh terhadap perolehan kursi PKB yang sudah turun dari perolehannya di 2004 lalu, dengan tegas Muhaimin menjawab tidak. "Insya Allah, walaupun ada putusan MA, perolehan kursi PKB nggak akan berpengaruh," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) memenangkan permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh beberapa caleg DPR RI dari Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif Cs terhadap peraturan KPU Nomor 15/2009, khususnya pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Pasal-pasal dalam peraturan KPU ini dinilai bertentangan dengan UU No 10/2008 pasal 205 ayat 4.

Karena itulah MA meminta agar KPU membatalkan pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan KPU tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua. Selain itu, KPU juga diharuskan merevisi keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi pileg.

Demikianlah bunyi petikan putusan MA dalam perkara gugatan Zaenal Ma'arif CS yang diterima detikcom, Rabu malam (22/7/2009) sebagaimana yang ditandatangani Panitera Muda MA Ashadi SH. Sidang perkara ini diketuai oleh Ahmad Sukardja dengan didampingi para hakim anggota antara lain Imam Soebechi dan Marina Sidabutar.
( yid / ndr )
Kamis, 23/07/2009 15:49 WIB

JK Temukan Kunci Kekalahannya di Pilpres
Gunawan Mashar - detikPemilu



Jakarta - Wapres Jusuf Kalla (JK) sudah menemukan penyebab utama kegagalannya dalam kompetisi Pilpres 2009. Yakni memilih 'kemandiran ekonomi' sebagai isu ekonomi untuk dikampanyekan kepada para calon pemilih.

Ini dia ungkapkan dalam pidatonya di acara "Indonesian Conference on Innovation Enterprenurship and Small Bussines", Kamis (23/7/2009). Acara berlangsung di Hotel Grand Preanger, Bandung.

"Itu yang saya sebut kemandiran. Tapi karena itu pula saya kalah (pilpres) karena yang diterima rakyat BLT, program populer. Meski sebenarnya BLT itu ide saya juga," ujar JK disambut tepuk tangan hadirin.

Sebelumnya JK memaparkan asal muasal munculnya semangat kemandirian ekonomi berawal dari kunjungannya selaku Menko Kesra ke Aceh semasa masih dilanda konflik bersenjata. Dia melihat truk-truk yang dipakai TNI dibungkus dengan batang pohon kelapa demi menangkis peluru pihak GAM.

"Lalu saya langsung minta dibuat panser. Harus buat bagaimana pun caranya," ujarnya.

Semasa menjabat Wapres, dia meneruskan semangat kemandirian itu. Salah satunya melarang pemerintah daerah melibatkan pihak asing dalam proyek-proyek pembangunan bandara internasional di daerah masing-masing.

"Itu yang saya sebut kemandiran," ulang JK.

Menurut analisanya keoknya isu kemandiran ekonomi karena masyarakat Indonesia belum terbiasa mandiri. Sehingga isu ekonomi yang dia tawarkan itu tidak bis diterima oleh calon pemilih.

"Untuk bisa mandiri, bangsa ini memang perlu dipaksa," celetuk JK.

( lh / ken )

Kamis, 23/07/2009 16:00 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Zainal Arifin: Ada Aroma Tak Sedap dalam Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu


Kursi di DPR berubah
Jakarta - Putusan MA yang membatalkan peraturan KPU tentang penghitungan kursi di tahap kedua baru keluar 22 Juli meski telah diputus 18 Juni. Ada kecurigaan, putusan ini tidak lepas dari 'cengkeraman' mafia peradilan.

"Ada aroma-aroma tak sedap dalam putusan ini. Kalau diputus tanggal 18 Juni, kenapa baru dikeluarkan 22 Juli?" kata pengamat hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mukhtar saat dihubungi detikcom, Kamis (23/7/2009).

Pria yang akrab disapa Uceng ini mengatakan, patut dicurugai ada mafia peradilan yang terlibat di balik putusan ini. Indikasinya, seharusnya MA segera menyampaikan putusan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait begitu selesai disidangkan.

Namun faktanya, MA baru mengirimkan salinan putusan tersebut kepada pemohon, yakni caleg Partai Demokrat Zaenal Maarif, tanggal 22 Juli dan ditembuskan ke KPU. Bahkan hingga pagi tadi KPU mengaku belum menerima salinan putusan itu. Padahal pada tanggal 22 Juli itu penetapan caleg terpilih sudah lama dilakukan, dan bahkan hasil pilpres saja sudah bisa diketahui.

"Ini cara-cara yang tidak layak. Pihak-pihak yang terkait seharusnya segera diberi tahu setelah diputus," kata Uceng.

Selain itu proses persidangan di MA juga bermasalah. Sebab pihak-pihak terkait, khususnya komisioner KPU, tidak diundang untuk memberi keterangan. Padahal lain dengan persidangan kasasi yang tidak memerlukan kehadiran saksi, persidangan judicial review seharusnya melibatkan pihak-pihak terkait guna dimintai keterangan.

"Pengadilan di MA kadang hanya hakim agung dan Tuhan yang tahu. MA ini memang mahkamah ajaib," sindir Uceng.

Putusan MA No 15P/HUM/2009 itu berimplikasi pada perubahan konstelasi perolehan kursi. Parpol besar seperti Partai Demokrat, PDIP, dan Golkar diuntungkan karena mengalami penambahan kursi. Sedangkan parpol lain dirugikan karena kursinya berkurang. Penambahan kursi paling banyak dialami Partai Demokrat.

( sho / nrl )
Kamis, 23/07/2009 16:25 WIB

JK: Kita Kalah Karena Banyak Fitnah
Gunawan Mashar - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Jusuf Kalla (JK) dan Wiranto telah hampir dipastikan kalah dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. JK menilai kekalahannya kali ini karena terlalu banyak fitnah.

"Kita kalah karena banyak fitnah," kata JK saat berpidato di acara Indonesian Conference on Innovation Entrepreneurship and Small Business di Hotel Grand Preanger, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/7/2009).

JK kemudian mencontohkan fitnah yang telah menjelekkan namanya. "Waktu di Bandung, saya malah di-black campaign, semakin banyak jerigen kosong harta JK semakin banyak. Padahal saya yang mengusahakan agar kita bisa mandiri," kata JK.

Fitnah lain adalah adanya rumor yang menyebut jika JK terpilih, bantuan langsung tunai (BLT) akan dicabut. Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan karena JK adalah si pencetus ide BLT.

"BLT dihentikan jika terpilih, ada yang bilang gitu. Bagaimana mungkin saya yang usul BLT," kata JK yang disambut tawa hadirin.

Namun JK mengaku tidak ingin mempermasalahkan lagi. Baginya, orang yang menfitnahnya akan mendapat ganjaran dari Tuhan.

"Tapi biarlah yang memfitnah itu akan ada ganjarannya dari atas," ujarnya tersenyum.

( ken / iy )

Kamis, 23/07/2009 16:40 WIB
Penghitungan Tahap 2 Dibatalkan
Gerindra Rapat Bahas Putusan MA Sore Ini
Novi Christiastuti Adiputri - detikPemilu



Jakarta - Partai Gerindra masih akan mempelajari putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penghitungan suara tahap 2. Rapat akan digelar untuk menentukan sikap atas putusan yang akan merugikan Gerindra tersebut.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan, petinggi Gerindra akan mempelajari putusan tersebut bersama dengan Tim Hukum DPP Partai Gerindra yang diketuai oleh Mahendradatta.

"Datanya dibawa oleh Mahendradatta, akan dibawa dalam rapat di DPP Gerindra nanti pukul 17.00 WIB," tutur Fadli dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (23/7/2009).

Putusan MA yang membatalkan penghitungan suara tahap 2 berakibat pada menyusutnya jumlah kursi yang diperoleh partai menengah, termasuk Partai Gerindra.

Saat dimintai komentar mengenai putusan MA tersebut, Fadli mengatakan masih akan mempelajarinya. "Kita masih akan pelajari bersama dengan tim hukum. Saya belum bisa berkomentar. Saya belum tahu, belum ada datanya," tandas Fadli.

( nvc / iy )

Kamis, 23/07/2009 16:42 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
MA Belum Kirim Putusan ke KPU
Rachmadin Ismail - detikPemilu


Ilustrasi
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengakui belum mengirimkan keputusan pembatalan perhitungan tahap dua versi KPU ke pihak-pihak terkait. Namun lembaga itu menyatakan akan mengirimkan hasil putusan itu secepatnya.

"Belum dikirimkan dan masih ada di direktori," kata Kepala Biro Humas Mahkamah Agung Nurhadi di Gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Namun Nurhadi enggan berkomentar mengenai keputusan yang banyak menuai kritik tersebut. "Saya tidak bisa berkomentar, mungkin itu ada di pertimbangan hakim. Tugas saya hanya bertugas membacakan amar putusan saja," dalihnya.

Sebelumnya MA memenangkan permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh beberapa caleg DPR RI dari Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif cs terhadap peraturan KPU Nomor 15/2009, khususnya pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Pasal-pasal dalam peraturan KPU ini dinilai bertentangan dengan UU No 10/2008 pasal 205 ayat 4.

Putusan ini menyebabkan kursi di DPR yang telah dibagi dalam tahap 2 berubah. Partai Demokrat menjadi pihak paling diuntungkan karena kursinya bertambah lebih 30, disusul Golkar dan PDIP. Sedangkan partai lainnya seperti Gerindra, Hanura, PKB, dll kehilangan kursi sedikitnya 5 kursi.

( nal / nrl )

Kamis, 23/07/2009 16:42 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
KPU Diminta Abaikan Putusan MA
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menilai putusan MA yang membatalkan penetapan perolehan kursi tahap dua sebagaimana diatur dalam peraturan KPU Nomor 15/2009 tidak kuat secara hukum. KPU diminta tetap berjalan dengan keputusan yang sudah diambil dan tidak terpengaruh dengan putusan MA itu.

"KPU tidak perlu ragu dan tetap saja pada putusannya, kecuali terkait dengan sengketa hasil saja seperti yang diputus MK. Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan UU termasuk penerapannya," kata Ferry kepada detikcom, Kamis (23/7/2009).

Ferry menjamin peraturan KPU itu sudah benar karena model penghitungan seperti yang dilakukan sekarang ini sudah dikonsultasikan dengan Komisi II DPR dan pemerintah. Apalagi gugatan terhadap model penghitungan KPU itu dilakukan oleh para celeg yang kalah dengan model penghitungan KPU dan baru diajukan setelah penetapan.

"Karena sudah dilakukan dalam Rapat Konsultasi untuk Konfirmasi dengan Pemerintah dan DPR, baik dalam tata cara penetapan tahap 2, maupun tahap 3. KPU tetap saja pada putusannya karena hal ini akan memberi kepastian dan menepis keraguan tentang pelaksanaan pemilu, terutama tentang penerapan hasil pemilu," paparnya.

"Terlebih pengajuan judicial review ini dilakukan setelah KPU menetapkan hasil dan diajukan oleh caleg yang 'merasa' dirugikan. Sehingga putusan MA ini menjadi suatu yang jelas akan mengganggu proses penetapan. Karenanya KPU harus tetap pada putusannya, karena memang UU memberi kewenangan penuh pada KPU untuk itu," pungkas anggota Komisi II DPR ini.

( yid / nrl )

Kamis, 23/07/2009 16:50 WIB

Ferry: Jika 2014 Gagal, Golkar Tidak Ikut Pemilu 2019
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu



Foto Terkait
Boneka Mega-JK Berdemo Jakarta - Partai Golkar memasang target tinggi pada pemilu 2014. Jika kalah, mungkin Golkar hanya menjadi legenda di tahun 2019.

"Tantangan kita 2014 itu deadline. Kalau 2014 suara kita lebih kecil, maka 2019 kita sudah tidak usah ikut pemilu," ujar politisi Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Satu-satunya jalan, menurut Ferry, adalah pengakomodasian generasi muda dalam tubuh Golkar ke dalam posisi penting partai beringin.

"Menurut saya figur muda juga sudah harus mulai berpikir muncul, saya kira setidaknya 75 persen kaum muda untuk mengakomodir semangat muda," ujar pria berkacamata ini.

Dengan cara ini, diharapkan Golkar akan tumbuh kembali mengukir kejayaan masa lalu. Laju yang sempat terhenti, menurut Ferry, harus dibayar dengan usaha keras ke depan.

"Siapa pun dia harus bisa merngubah mindset, harus bisa membawa kereta ini lebih baik. Siapa pun pemimpinnya yang penting dia membangun, hari ini kan tidak semua orang
cuci tangan, " pungkasnya.

( van / nrl )
Kamis, 23/07/2009 17:14 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Ferry: Putusan MA Bikin Runyam
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menilai putusan MA yang membatalkan penetapan perolehan kursi tahap dua sebagaimana diatur dalam peraturan KPU Nomor 15/2009 semakin merumitkan proses penetapan perolehan kursi parpol di DPR. Hal ini bisa terjadi karena persoalan pemilu tidak dilihat secara utuh.

"Ini sebabnya persoalan pemilu kurang dilihat dalam suatu sistem sehingga putusan MA tentang penghitungan dan penetapan kursi tahap dua seperti yang diatur dalam UU 10/2008 pasal 205 ayat 4 menjadi 'beban' yang akan merusak hasil pemilu," kata Ferry kepada detikcom, Kamis (23/7/2009).

Menurut Ferry, putusan MA tersebut semakin merunyamkan peta perpolitikan dan sistem penghitungan dan penetapan kursi caleg terpilih. Apalagi uji materiil terhadap masalah ini diajukan setelah ada penetapan hasil yang dilakukan KPU.

"Domain pemilu bukan lagi domainnya MA lagi, karena semua sengketa berkait dengan pemilu adalah domainnya MK. Ini semakin merunyamkan," papar politisi Golkar.

Ferry menilai putusan MA berpotensi menimbulkan ketidakpastian terhadap hasil pemilu yang sudah ditetapkan KPU. Karena itu KPU diminta tetap mengacu para peraturan KPU yang sudah dibuat karena peraturan itu dinilai tidak melanggar UU Pemilu.

"Melihat perkembangan yang terjadi, maka putusan MA berpotensi menjadi faktor yang akan menimbulkan ketidakpastian terhadap hasil pemilu yang sudah ditetapkan oleh KPU. Khususnya pada penghitungan tahap dua," paparnya.

"Dengan melihat hal tersebut maka dengan pemahaman bahwa pemilu adalah satu sistem, maka hendaknya KPU tetap pada keputusannya, mengingat UU memberi kewenangan penuh dalam penetapan hasil pemilu," pungkas Ferry.

( yid / nrl )
Kamis, 23/07/2009 17:47 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Penjelasan Seputar Kisruh Putusan MA-KPU dan Implikasinya
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Kisruh seputar putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan KPU tentang penghitungan kursi di tahap kedua mewarnai percaturan politik menjelang ditetapkannya hasil Pilpres 2009. Jika putusan MA ini diterapkan, dipastikan puluhan kursi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh KPU bakal berganti pemilik dan pindah parpol.

Untuk memahami arti penting persoalan ini, kita harus tahu dulu tata cara penetapan kursi yang dipakai KPU. Mekanisme penetapan kursi itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009.

Memahami Mekanisme Penetapan Kursi

DPR RI memiliki 560 kursi yang terbagi ke dalam 77 daerah pemilihan (dapil) dengan jumlah kursi bervariasi tiap dapil. Penghitungan kursi harus dilakukan dapil demi dapil karena tiap dapil memiliki jumlah pemilih dan kursi yang berbeda-beda. Cukup rumit memang untuk menghitung perolehan kursi masing-masing parpol di tiap dapil.

Sebelum menghitung perolehan kursi parpol per dapil, terlebih dulu kita harus menentukan parpol mana yang lolos Parliamentary Threshold (PT) sebesar 2,5 persen dari suara sah nasional dan parpol mana yang tidak lolos. Parpol yang tidak lolos PT tidak akan diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi.

Dari penghitungan KPU diketahui bahwa dari 171 juta pemilih di pemilu legislatif lalu, jumlah suara sah hanya 104 juta. Dengan demikian, parpol harus memperoleh kurang lebih 2,6 juta agar bisa lolos PT. Kita tahu ada 9 parpol yang lolos PT, yakni Partai Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura. Dengan demikian, hanya 9 parpol itu yang berhak atas kursi.

Seperti telah disebut, penetapan perolehan kursi parpol harus dilakukan perdapil mengingat jumlah kursi dan jumlah pemilih di tiap dapil berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk Provinsi DKI terdapat sekitar 7 juta pemilih dengan 3 dapil, yakni dapil I (Jakarta Timur) yang memiliki 6 kursi, dapil II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) yang memiliki 7 kursi, dan dapil III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan wilayah administrasi Kepulauan Seribu) yang
memiliki 8 kursi.

Untuk mempermudah pengertian tata cara penetapan perolehan kursi parpol, kita akan mengambil contoh dapil Jakarta I yang memiliki 6 kursi dengan jumlah pemilih 1.800.000. Ada 3 tahapan yang akan dilalui dalam penentuan perolehan kursi parpol. Tahapan pertama adalah 100 persen BPP (Bilangan Pembagi Pemilih), tahap kedua adalah 50 persen BPP, tahap ketiga adalah BPP baru dengan cara suara dan kursi sisa ditarik ke provinsi.

Penghitungan tahap pertama

Dalam penghitungan tahap pertama ini, yang pertama-tama harus kita lakukan adalah mencari BPP. Caranya adalah dengan membagi jumlah suara sah parpol yang lolos PT di suatu dapil dengan jumlah kursi di dapil tersebut. Perlu dicatat, suara yang dihitung adalah suara 9 parpol yang lolos PT, bukan total suara sah, karena suara parpol yang tidak lolos PT tidak diikutkan dalam penghitungan.

Untuk dapil DKI Jakarta I misalnya, agar mempermudah penghitungan, kita asumsikan dari 1.800.000 pemilih, suara untuk 9 parpol yang lolos PT adalah 1.200.000. BPP kita peroleh dengan cara membagi angka 1.200.000 dengan angka 6 (jumlah kursi). Ketemulah angka 200.000 yang merupakan BPP. Artinya, 1 kursi berharga 200.000 suara. Parpol yang memperoleh 200.000 suara secara otomatis memperoleh 1 kursi.

Kita buat 9 parpol itu bernama A hingga I. Partai A memperoleh suara 150 ribu, partai B 240.000, partai C 70.000, partai D 320.000, partai E 100.000, partai F 70.000, partai G 80.000, partai H 120.000, partai I 50.000.

Partai yang memperoleh kursi di tahap pertama adalah partai B dan D. Partai B mendapatkan 1 kursi dan masih memiliki sisa suara 40.000 (240.000 dikurangi 200.000). Dan partai D mendapatkan 1 kursi dengan sisa suara 120.000 (320.000 dikurangi 200.000). Sedangkan partai lain tidak dapat kursi karena tidak mencapai angka BPP.

Karena baru diambil 2, maka sisa kursi di dapil ini masih ada 4. Sisa kursi ini akan dibagi di tahap kedua dengan metode yang berbeda, yakni menggunakan 50 persen BPP. Parpol yang telah dapat kursi di tahap pertama tadi masih bisa ikut serta dalam penghitungan di tahap kedua dengan berbekal suara sisanya (40.000 untuk partai B dan 120.000 untuk partai D).

Penghitungan tahap kedua

Pada penghitungan tahap kedua, parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen BPP akan memperoleh kursi. 50 Persen BPP artinya 100.000. Dari penghitungan tadi, parpol yang memiliki suara di atas 100.000 adalah partai A (150.000 suara), partai D (berasal dari sisa suara penghitungan tahap pertama sebesar 120.000), partai E (100.000 suara), dan Partai H (120.000 suara).

Partai B yang telah memperoleh suara di tahap pertama tidak dapat kursi di tahap kedua karena sisa suaranya tidak mencapai 100.000. Dengan demikian 4 kursi sisa penghitungan suara pertama telah diambil semua sehingga tak lagi tersisa.

Jika misalnya dari penghitungan tahap kedua ini masih ada sisa kursi, maka sisa ini akan dibagi lagi di penghitungan tahap ketiga. Namun karena keperluan tulisan ini hanya untuk menjelaskan tentang kisruh di seputar penghitungan tahap kedua, kita tidak perlu masuk ke penghitungan tahap ketiga.

Sebagai catatan, jika jumlah parpol yang lolos 50 persen BPP melebihi jumlah kursi, maka pembagian kursi dilakukan secara ranking. Yang suaranya paling banyak dia lah yang dapat kursi.

Adapun jika terdapat 2 atau lebih parpol yang memiliki suara sama, sedangkan kursi yang tersedia tidak mencukupi, maka pembagian dilakukan dengan cara diundi. Pengundian dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU. Mengenai mekanisme pengundiannya, hingga saat ini KPU belum menentukan.

Jika pada tahap kedua ini tidak ada parpol yang lolos 50 persen BPP, maka semua suara dan sisa kursi akan dibawa ke penghitungan tahap ketiga dengan cara ditarik ke provinsi untuk digabung dengan dapil lain dan dicari BPP baru per provinsi.

Perlu dicatat, parpol yang memperoleh kursi di tahap kedua ini secara otomatis tidak bisa lagi dibawa ke tahap ketiga. Meskipun suaranya melebihi 50 persen BPP sehingga masih ada sisa, namun sisa ini dianggap hangus.

Kisruh di Penghitungan Tahap Kedua

Nah, setelah kita paham seluk beluk penetapan kursi, sekarang kita masuk ke pokok persoalan kisruh penghitungan tahap kedua. Yang dipersoalkan oleh pemohon judicial review, Zainal Ma'arif Cs adalah mengenai penggunaan sisa suara dari penghitungan di tahap pertama. Sebagai contoh, kita akan fokus ke partai B dan D yang memperoleh suara di penghitungan tahap pertama.

Berdasarkan peraturan KPU, partai D memperoleh kursi di tahap kedua karena sisa suaranya dari tahap pertama melebihi 50 persen BPP. Sisa suara partai D adalah 120.000, sedangkan 50 persen dari BPP adalah 100.000. Sampai di sini tidak ada persoalan.

Persoalan baru muncul ketika menyangkut partai B. Berdasarkan Peraturan KPU, partai ini tidak memperoleh kursi di tahap kedua karena sisa suaranya tidakmenc pai 50 persen BPP, yakni hanya 40.000.

Aturan inilah yang diprotes oleh Zainal. Menurut Zainal, partai B seharusnya juga dapat suara di penghitungan tahap kedua karena suara aslinya adalah 240 ribu. Angka ini setara dengan 120 persen BPP, padahal syarat memperoleh kursi di tahap kedua adalah 50 persen BPP. Jadi menurut Zainal, yang dihitung bukanlah suara sisanya, melainkan suara aslinya, meskipun dari suara asli itu sebagian (yakni 200 ribu suara) telah terkonversi menjadi kursi di tahap pertama.

Zainal merujuk pada pasal 205 ayat (4) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu. Di pasal itu disebutkan, dalam hal masih terdapat sisa kursi (di tahap pertama) dilakukan penghitungan suara tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagai kepada parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen BPP.

Di UU itu tidak diatur bahwa partai yang telah mendapat kursi di tahap pertama hanya bisa mengikutsertakan sisa suara dalam penghitungan tahap kedua. Aturan yang menyebut hanya sisa suara yang diikutsertakan itu adalah pasal 22 (c) Peraturan KPU, bukan UU. Pasal ini dinilai Zainal bertentangan dengan UU.

Menurut Zainal, seharusnya meskipun sisa suara partai itu tidak lebih dari 50 persen namun tetap mendapat kursi karena yang dihitung bukan suara sisanya, melainkan suara aslinya. Itulah yang bagi Zainal lebih sesuai dengan UU. Dalam konteks partai B, meskipun sisa suaranya tinggal 40.000 (tidak sampai 50 persen BPP), tapi dia tetap dapat kursi karena suara aslinya 240.000 yang setara dengan 120 persen BPP.

Karena pendapatnya itu, Zainal memutuskan mengajukan permohonan judicial review atas Peraturan KPU No 15/2009 pasal 22 huruf (c) dan 23 ayat (1) dan (3). Pasal 23 merupakan perincian dari pasal 22 huruf (c). Dan rupanya MA sepakat dengan Zainal. Karena itulah MA mengabulkan seluruhnya permohonan judicial review yang diajukan Zainal.

Implikasi Putusan MA

Putusan MA ini membawa implikasi luar biasa. Parpol-parpol besar, yakni Partai Demokrat, PDIP, dan Golkar, akan diuntungkan karena mendapat tambahan kursi. Sedangkan partai kecil-menengah akan dirugikan karena kursinya berkurang. Lho, kok?

Begini. Parpol-parpol besar itu kebanyakan memperoleh suara di tahap pertama, sedangkan parpol kecil-menengah kebanyakan memperoleh suara di tahap kedua. Mengapa parpol menengah kebanyakan dapat suara di tahap kedua? Karena mereka hanya bersaing dengan sisa suara dari parpol besar.

Sebagai contoh, partai E yang memperoleh suara 100 ribu punya kesempatan dapat kursi di tahap kedua karena partai B yang memiliki sisa suara 40 ribu tidak berhak atas kursi. Namun dengan cara yang dipakai Zainal, partai B itu dapat kursi.

Akibatnya, partai E jadi gigit jari nggak dapat kursi. Karena meskipun suaranya mencapai 50 persen BPP, tapi kursi yang mau dibagi sudah habis. Mengingat jumlah suaranya di urutan paling buncit dari parpol yang berhak kursi di tahap kedua, maka partai E harus mengalah.

Dalam praktek, jika penghitungan yang dipakai Zainal itu diterapkan, kejadian sejenis ini akan terjadi di banyak dapil. Secara akumulatif, diperkirakan lebih dari 60 kursi akan berpindah pemilik. Dan yang paling banyak ketiban pulung adalah partai Demokrat yang paling banyak memperoleh kursi di tahap pertama. Karena barang siapa mendapat kursi di tahap pertama maka secara otomatis dia akan mendapat kursi di tahap kedua. ( sho / yid )

Kamis, 23/07/2009 18:02 WIB
Rekapitulasi Suara Selesai
Mega-Prabowo 26,79 %, SBY-Boediono 60,80 %, JK-Wiranto 12,41 %
Shohib Masykur - detikPemilu


(Foto: Dok. detikcom)
Jakarta - KPU telah merampungkan rekapitulasi nasional di 33 provinsi se-Indonesia dan luar negeri. Hasilnya sebagaimana bisa diprediksi, SBY-Boediono berada di puncak dan JK-Wiranto di buncit.

Data yang disampaikan KPU di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009), SBY Boediono memperoleh suara 73.874.562 atau 60,80 persen dari total
suara sah. Sedangkan Mega-Prabowo menduduki posisi kedua dengan suara 32.548.105
atau 26,79 persen.

Posisi paling buncit ditempati JK-Wiranto dengan suara 15.081.814 atau 12,41
persen. Adapun total suara sah dalam Pilpres 2009 adalah 121.504.481. ( sho / gah )

Kamis, 23/07/2009 18:24 WIB
Kisruh DPT Tahap Dua
JK: Kita Akan Ajukan ke MK
Gunawan Mashar - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Pasangan Jusuf Kalla (JK)-Wiranto rupanya serius menyikapi daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk penghitungan suara. JK akan membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Makanya, kita akan ajukan ke MK," kata JK usai menghadiri acara Indonesian Conference on Innovation Entrepreneurship and Small Business di Hotel Grand Preanger, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/7/2009).

JK mengatakan, kasus penggunaan DPT yang berbeda dari yang diterima timnya tidak boleh dipandang sebelah mata. Dengan membawa ke MK, JK berharap, pemilu tidak akan lagi bermasalah.

"Bukan hanya soal Pilpres dan pemilu juga pada Pilkada supaya tidak ada lagi persoalan DPT, kalau seperti ini dibiarkan DPT bisa seenaknya," kata JK.

Kekisruhan DPT muncul kembali saat saksi tim JK-Wiranto menemukan penggunaan DPT yang berbeda dari yang dimiliki tim pasangan nomor urut tiga itu. Tidak hanya itu, saksi JK-Wiranto juga kaget karena KPU ternyata mengeluarkan SK DPT pada 6 Juli atau 2 hari sebelum hari pencontrengan.

Langkah ini dinilai tim JK-Wiranto sebagai pelanggaran undang-undang yang tidak boleh dibiarkan. Hal ini juga dialami oleh saksi dari tim Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto.

Bahkan karena kisruh ini, saksi capres nomor satu itu tidak menghadiri rekapitulasi Pilpres hari kedua.

( ken / iy )

Kamis, 23/07/2009 18:39 WIB
Kontroversi Pidato SBY
Tim Mega-Prabowo: Rekamannya Didengar Bersama Saja!
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Klarifikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal pidato bom dinilai sebagian kalangan malah memunculkan tuduhan baru. Kali ini media yang menjadi pihak tertuduh karena dianggap memelintir pernyataan yang disampaikan presiden 6 jam setelah ledakan JW Marriott dan Ritz-Carlton 17 Juli lalu.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Mega-Prabowo menilai, pernyataan presiden tersebut sudah terlajur menjadi konsumsi publik, sehingga siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini lebih baik dibuktikan bersama.

"Ini sudah jadi konsumsi dalam ruang publik. Kalau mau betul siapa yang bener siapa yang salah, tanpa bermaksud memperkeruh suasana dan kondisi, ya kan rekamannya ada. Media punya semua. Ya diulang-ulang aja, didengerin bersama," kata Sekjen PDIP yang juga penasihat Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo, Pramono Anung.

Hal itu dikatakan Pramono usai Rapat DPP PDIP di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jaksel, Kamis (23/7/2009).

Bagi pasangan Mega-Prabowo, kata Pramono, hal terpenting bukanlah menanggapi pernyataan presiden yang kontroversial itu, tetapi bagaimana pemerintah segera menyelesaikan tragedi yang telah memakan 9 korban jiwa dan puluhan korban luka-luka tersebut.

"Sebab ini (terorisme) dampaknya lebih besar dibanding kita hanya bersilat lidah dan mempersoalkan hal-hal seperti itu," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Pramono, persoalan utama adalah bagaimana pihak kepolisian segera menangkap otak di balik peledakan dan mengungkap siapa pelaku bom.

"Jangan sampai ada yang bersifat misleading, ketika ada keyakinan pelakukanya Nur Sahid dan Ibrahim, ternyata DNA-nya nggak cocok. Malu lah kita. Nanti dipikir intelejen kita tidak memberikan hal yang baik," pungkasnya.

( lrn / yid )
Kamis, 23/07/2009 18:55 WIB

Tak Berlaku Surut, Putusan MA Tak Pengaruhi Kursi & Caleg Terpilih
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan KPU tentang penghitungan kursi tahap ketiga seharusnya tidak berlaku surut. Putusan itu seharusnya diterapkan untuk kemudian hari dan tidak mempengaruhi kursi dan caleg terpilih yang telah ditetapkan KPU.

"Yang paling baik bagi KPU (putusan) ini diberlakukan untuk ke depan. KPU harus diberi wewenang, jangan sampai balik lagi ke belakang, kursi dan caleg telah ditetapkan disuruh mengubah," kata pengamat hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mukhtar saat dihubungi detikcom, Kamis (23/7/2009).

Menurut Uceng, sapaan akrab Zainal, jika putusan MA itu diterapkan sekarang akan merombak sistem yang telah ada. KPU harus mundur lagi jauh ke belakang setelah kursi dan caleg ditetapkan. Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses pemilu.

"Putusan ini akan merombak sistem. Kursi yang telah ditetapkan jadi kacau. Nanti kalau ada yang mengajukan permohonan lagi, lantas sampai kapan akan ditetapkan," tanya Uceng.

Uceng juga mempersoalkan mengenai kewenangan MA dalam mengubah peraturan ini. Sebab peraturan KPU yang diubah dengan putusan MA itu berimplikasi pada perubahan hasil pemilu. Padahal sengketa hasil pemilu merupakan domain Mahkamah Konstitusi (MK).

"Seharusnya putusan MA tidak boleh mempengaruhi hasil pemilu," terang Uceng.

Dalam putusannya Nomor 15P/HUM/2009 yang diputus 18 Juni namun baru keluar 22 Juli, MA membatalkan pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang mekanisme penetapan kursi dan caleg karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu.

Selain itu MA juga meminta agar KUP merevisi SK Nomor 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan kursi DPR. MA juga meminta KPU menunda pelaksanaan SK 259 tersebut.

( sho / yid )

Kamis, 23/07/2009 19:11 WIB

KPU Tetapkan Capres-Cawapres Terpilih 25 Juli
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Penetapan capres-cawapres terpilih akan dilakukan KPU pada tanggal 25 Juli mendatang. Hal ini disebabkan karena hari ini KPU telah menyelesaikan rekapitulasi dari KPU provinsi seluruh Indonesia.

"Ditetapkan 25 Juli," kata anggota KPU I Gusti Puthu Artha usai rekap nasional hasil pilpres di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Sebelumnya KPU mengatakan penetapan akan dilakukan 27 Juli. Namun karena hari ini rekap sudah kelar, penetapan diajukan menjadi 25 Juli. Rentang waktu yang dijadwalkan KPU untuk penetapan capres-cawapres terpilih memang antara 25 hingga 27 Juli.

Sebelumnya diberitakan, KPU telah merampungkan rekapitulasi nasional di 33 provinsi se-Indonesia dan luar negeri. Hasilnya sebagaimana bisa diprediksi, SBY-Boediono berada di puncak dan JK-Wiranto di buncit.

Data yang disampaikan KPU di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009), SBY Boediono memperoleh suara 73.874.562 atau 60,80 persen dari total suara sah. Sedangkan Mega-Prabowo menduduki posisi kedua dengan suara 32.548.105 atau 26,79 persen.

Posisi paling buncit ditempati JK-Wiranto dengan suara 15.081.814 atau 12,41 persen. Adapun total suara sah dalam Pilpres 2009 adalah 121.504.481. Penetapan akan dilakukan di Kantor KPU. Semua pasangan capres-cawapres diundang untuk hadir.
( sho / yid )

Kamis, 23/07/2009 19:17 WIB

Bahas Gugatan Pilpres, Mega-Prabowo Panggil Tim Hukumnya Besok
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu


Foto: Dokumen detikcom
Jakarta - Pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto akan meminta laporan kerja tim advokasi-nya atas dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres 2009. Tim dijadwalkan diterima di kediaman Mega, Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat 24 Juli pukul 14.00 WIB.

"Tim datang untuk menjelaskan mengenai hal-hal yang kemungkinan timbul menjadi persengketaan pemilu," kata penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Mega-Prabowo, Pramono Anung.

Hal itu dikatakan Pramono usai Rapat DPP PDIP di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/7/2009).

Pram, sapaan akrabnya, mengungkapkan rapat yang berlangsung selama 3 jam itu membahas evaluasi terhadap rekapitulasi perhitungan suara Pilpres yang dilakukan KPU.

"Kami juga menunggu karena sekarang ini adalah saat-saat yang menentukan," kata Pram tentang pemenang Pilpres yang akan diumumkan KPU pada 27 Juli mendatang.

Pram menegaskan, wacana gugatan Pilpres yang dikeluarkan pihaknya bukanlah dimaksudkan untuk menggangu proses tahapan Pilpres yang masih berlangsung. Seperti misalnya rekapitulasi perhitungan suara nasional Pilpres yang masih akan berlangsung hingga 24 Juli besok.

"Kita memang lebih mengedepankan bagaimana hukum itu berjalan dengan baik," katanya.
( lrn / ken )

Kamis, 23/07/2009 19:27 WIB

PDIP: Putusan MA Bikin Rumit, Tapi KPU Harus Laksanakan
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Sekjen DPP PDIP Pramono Anung menilai putusan MA semakin memperumit masalah. Tetapi, karena putusan MA bersifat mengikat, KPU diminta segera melaksanakan putusan itu.

"Sebenarnya keputusan yang dilakukan KPU maupun putusan MA mengenai hal itu, memang menambah rumitnya perhitungan yang ada. tetapi bagaimanapun, keputusan final itu adalah keputusan MA," kata Pramono kepada wartawan usai rapat dikantor DPP PDIP Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (23/7/2009).

Pram minta KPU tidak menafsirkan apapun dari putusan MA tersebut karena memang tugas KPU hanya menjalankan UU. "Dalam hal yang menyangkut hukum yang berkaitan dengan konstitusi, hanya ada 2 lembaga yaitu MA dan MK. Maka dengan demikian, seharusnya KPU tak boleh menafsirkan apa-apa. putusannya apa, dia harus menjalankan," pintanya.

Orang dekat Mega ini meminta KPU mematuhi aturan hukum yang sudah ditetapkan dan memiliki kekuatan hukum tetap."Dia (KPU) harus menjalankan apa yang harus dijalankan. KPU itu tugasnya menjalankan UU dan UU itu bila ada gugatan dan diputuskan oleh MA dan MK, KPU harus menjalankan," terangnya.

Saat ditanya apakah PDIP diuntungkan dengan putusan MA itu, Pramono menjawab ringan,"Sebenarnya tak diuntungkan tapi juga tak dirugikan. Karena dengan 2 putusan itu, jumlah kursinya tetap 95 an," Jawab Pramono.

Jadi nggak nambah mas,"Saya sekjennya kok. Hanya memang ada perpindahan kursi, misal Riau yang dulu 2 menjadi 1, Kaltim dulunya 2 menjadi 1. Jateng nambah 1, tapi semua, secara keseluruhan tetap," tutupnya.

( yid / Kamis, 23/07/2009 21:05 WIB

JK-Wiranto Evaluasi Hasil Rekapitulasi Pilpres
Hery Winarno - detikPemilu



Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merampungkan rekapitulasi suara nasional Pilpres 2009. Tim JK-Wiranto langsung menggelar rapat mengevaluasi hasil rekapitulasi yang menyatakan kemenangan bagi pasangan SBY-Boediono itu.

Rapat evaluasi tersebut digelar di Posko Slipi 2. Jl Ki Mangun Sarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/7/2009). Selama masa kampanye Pilpres 2009, rumah ini merupakan posko tim pemenangan JK-Wiranto.

Sejak pukul 20.00 WIB, sejumlah petinggi Golkar sudah mulai berdatangan. Tampak di antaranya Ketua DPP Golkar Burhanuddin Napitupulu, Wasekjen Rully Chairul Azwar, dan anggota Tim Kampanye pasangan capres-cawapres JK-Wiranto, Johan Silalahi.

"Ini rapat evaluasi hasil tadi (rekapitulasi)," kata Burhanuddin saat ditanya agenda rapat.

Dikabarkan, cawapres Wiranto juga akan mengikuti rapat malam ini. Namun, hingga pukul 20.30 WIB Ketua Umum Partai Hanura tersebut belum terlihat datang.
( irw / lh )

ndr )

Kamis, 23/07/2009 21:10 WIB

27,77% Pemilih Tak Gunakan Hak Pilih, 300 Ribu Orang Pakai KTP
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Dari 176 juta pemilih, 27,77 persen atau 49 juta pemilih tidak menggunakan hak suaranya. Sebaliknya, 300 ribu orang yang tidak terdaftar menggunakan KTP untuk nyontreng.

Data yang disampaikan KPU, Kamis (23/7/2009), total jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya 137.999.965 orang (72,23 persen). Sedangkan yang tidak menggunakan hak suara ada 49.212.158 orang (27,77).

Jumlah pemilih yang menggunakan KTP sebanyak 382.393 orang. Sementara suara tidak sah mencapai 6.479.179.

Seperti diketahui, hasil rekapitulasi perolehan suara capres-cawapres secara nasional menunjukkan pasangan SBY-Boediono sebagai pemenang dengan 73.874.562 suara atau 60,80 persen. Berikutnya menyusul Megawati-Prabowo 32.548.105 suara (26,79 persen) dan JK-Wiranto 15.081.814 atau (12,41 persen). Adapun total suara sah dalam Pilpres 2009 adalah 121.504.481.

( sho / irw )
Kamis, 23/07/2009 21:48 WIB

KPU: Pilpres 1 Putaran
Shohib Masykur - detikPemilu



Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah selesai melakukan rekapitulasi nasional perolehan suara pilpres. Hasilnya menunjukkan pilpres akan berlangsung 1 putaran.

"Kalau dilihat hasil hari ini, ya, seperti itu, satu putaran, kan tidak ada perubahan apa-apa lagi, karena sudah disahkan," kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary usai rekapitulasi perolehan suara pilpres, di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Hafiz menjelaskan, berdasarkan rekap nasional yang dilakukan KPU, perolehan suara pasangan SBY-Boediono memiliki perolehan suara tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi. Di provinsi-provinsi itu perolehan suaranya mencapai lebih dari 20 persen. Itu artinya, pasangan nomor urut 2 itu memenuhi persyaratan UU untuk digelarnya pilpres 1 putaran.

"Jadi kami menghitung sekurang-kurangnya 17 provinsi, sudah bisa 1 putaran," imbuh Hafiz.

Namun Hafiz menegaskan, penetapan pasangan capres terpilih baru akan dilakukan KPU pada 25 Juli nanti. Yang ditetapkan KPU saat ini barulah hasil perolehan suara pilpres secara nasional.

( sho / irw )
Kamis, 23/07/2009 22:12 WIB

Megawati-Prabowo Tak Akan Tolak Hasil Pilpres
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu



Jakarta - Pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto menyatakan tidak akan menolak apapun hasil Pilpres 2009 yang akan diumumkan KPU. Alasannya, menolak hasil Pilpres sama saja dengan menolak konstitusi dan menolak rakyat yang telah menggunakan hak pilihnya.

"Kita ini kalau ikut pemilu tidak ada dalam benak kita untuk menolak hasil. Bahwa kita beri catatan, minderheit nota itu harus dilakukan. Jadi hal yang dikembangkan bahwa kita menolak hasil pemilu itu sama dengan menolak konstitusi, sama dengan menolak rakyat yang menggunakan hak pilih," kata penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Megawati-Prabowo, Pramono Anung.

Hal itu dikatakan dia dalam jumpa pers usai rapat DPP PDIP di kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jaksel, Kamis (23/7/2009).

TKN Mega-Prabowo, lanjut Pramono, akan tetap mengedepankan jalur hukum dalam penyelesaian sengketa hasil Pilpres, yaitu dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tak ada bayangan kita menolak. Bahwa kita melakukan persengketaan gugatan itu diatur dalam undang-undang," tegas Pramono.

Mengenai wacana penolakan tanda tangan dalam berita acara rekapitulasi perhitungan suara nasional, Pramono menjelaskan, hal itu merupakan kesatuan sikap dari gugatan yang akan dilakukan pihaknya terhadap hasil Pilpres.

"Kalau kita sudah tanda tangan rekapitulasi artinya kita menyetujui itu. Maka dengan demikian kalau ada gugatan ke MK, maka gugatan itulah yang akan kita gunakan. Bahwa kita belum tanda tangan rekapitulasi, kita masih memberikan minderheit nota, kita melakukan keberatan, itu merupakan bagian dari persengketaan pemilu dan itu diatur dalam undang-undang," paparnya.

( lrn / irw )
Kamis, 23/07/2009 23:09 WIB

Tim JK-Wiranto Temukan 153 Pelanggaran Pilpres
Hery Winarno - detikPemilu



Jakarta - Tim pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla-Wiranto menemukan 153 pelanggaran dalam pilpres 8 Juli yang lalu. Pelanggaran-pelanggaran tersebut dinilai cukup masif.

"Kita menemukan ada 153 kasus kemudian juga pelanggaran tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu. Saya kira masif, karena hampir semua wilayah ada masalah," kata Wakil Katua Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto, Burhanuddin Napitupulu.

Hal itu dikatakan dia usai rapat evaluasi hasil rekapitulasi nasional Pilpres 2009 di Posko Slipi 2, Jl Ki Mangun Sarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2009).

Pria yang akrab disapa Burnap ini menjelaskan, pihaknya juga menemukan adanya angka perolehan suara yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Yaitu salah satunya angka di Jawa Tengah dan Riau yang berbeda," cetusnya.

Kendati demikian, lanjut Burnap, tim JK-Wiranto belum mengambil sikap. Sikap baru akan ditentukan setelah KPU menetapkan hasil rekapitulasi suara, yang memenangkan pasangan SBY-Boediono dengan 60,80 persen suara.

"Nanti mungkin akan dimatangkan lagi setelah Sabtu (25 Juli). Sikap kita tentunya juga akan diputuskan setelah KPU mengumumkan hasil rekapitulasinya," jelas Ketua DPP Partai Golkar ini.

"Akan menggugat ke MK?" tanya wartawan.

"Tergantung hari Sabtu nanti. Memang ada beberapa kesimpulan, tapi, ya, nanti kita umumkan Sabtu," pungkasnya. ( irw / irw )

Tidak ada komentar: