Selasa, 28 Juli 2009

Keputsan MA Tentang Pemilu Dalam Berita DetikPemilu.com, Minggu 26 Juli 2009

Minggu, 26/07/2009 07:02 WIB

Perbandingan Perolehan Kursi Antara Keputusan KPU, MK, dan MA
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Perolehan kursi yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terpaksa diubah 2 kali akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Putusan MK mengubah perolehan kursi hasil penghitungan tahap ketiga, sedangkan putusan MA mengubah kursi hasil penghitungan tahap kedua.

Putusan MK berkaitan dengan sisa suara parpol di dapil yang ditarik ke provinsi pada penghitungan tahap ketiga. Dalam keputusan KPU, hanya sisa suara dari dapil yang masih memiliki sisa kursi saja yang ditarik ke provinsi. Sedangkan dalam putusan MK, sisa suara yang ditarik ke provinsi adalah dari seluruh dapil, baik dapil itu masih memiliki sisa kursi atau tidak.

Adapun putusan MA terkait sisa suara parpol di tahap kedua. Dalam keputusan KPU, parpol yang telah memperoleh kursi di penghitungan tahap pertama hanya bisa menyertakan sisa suaranya untuk penghitungan tahap kedua. Sedangkan dalam putusan MA, parpol yang telah mendapat kursi di tahap pertama itu bisa menyertakan seluruh suara aslinya, bukan hanya suara sisa.

Baik putusan MK maupun MA mengubah konstelasi perolehan kursi tiap parpol. Namun hingga kini baik putusan MK maupun MA belum ditindaklanjuti oleh KPU. Berikut perbandingannya berdasarkan penghitungan yang dilakukan Center for Electoral Reform (Cetro) yang diterima detikcom, Sabtu (24/7/2009):

Keputusan KPU:
Hanura 18
Gerindra 26
PKS 57
PAN 43
PKB 27
Golkar 107
PPP 37
PDIP 95
PD 150

Putusan MK:
Hanura 16
Gerindra 26
PKS 57
PAN 46
PKB 28
Golkar 106
PPP 37
PDIP 95
PD 149

Putusan MA:
Hanura 6
Gerindra 10
PKS 50
PAN 28
PKB 29
Golkar 125
PPP 21
PDIP 111
PD 180
( sho / sho )
Minggu, 26/07/2009 08:09 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PPP, PKS, dan PAN akan Adukan MA ke KY 27 Juli
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Tiga parpol pendukung SBY-Boediono, yakni PAN, PKS, dan PPP, akan mengadukan Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY) pada Senin, 27 Juli. Mereka menilai MA telah melanggar kode etik dengan mengeluarkan putusan yang membatalkan peraturan KPU tentang penetapan kursi DPR tahap kedua.

"Kita putusakan untuk melakukan perlawanan hukum. Kita akan melaporkan persoalan ini ke Komisi Yudisial atas dugaan adanya pelanggaran kode etik," kata Wakil Sekjen DPP PPP Romy Romahurmuzy saat dihubungi detikcom, Sabtu (25/7/2009) malam.

Pelanggaran kode etik yang dimaksud Romi adalah fakta bahwa MA telah memutus secara berbeda untuk perkara yang relatif sama. Pada 2 Juni lalu MA memutus perkara yang diajukan caleg PDIP Hasto Kristiyanto. Dalam permohonannya, Hasto mempermasalahkan pasal 23 ayat (1) dan (2) Peraturan KPU No 15/2009 yang mengatur penghitungan kursi tahap ketiga.

16 Hari kemudian, yakni pada 18 Juni, MA memutus perkara yang diajukan caleg Partai Demokrat Zaenal Ma'arif dan kawan-kawan. Zaenal juga mempermasalahkan pasal 23 ayat ayat (1) dan (2) ditambah pasal 22 huruf c.

"Namun perkara yang diajukan oleh Hasto ditolak seluruhnya, sedangkan Zainal dikabulkan seluruhnya. Ini menjadi pertanyaan bagi kita. Dalam jangka 16 hari, dengan persoalan yang relatif sama oleh majelis hakim yang sama diputuskan berbeda," kata Romi.

Selain perbedaan putusan itu, ketiga parpol juga akan mengadukan MA karena terlalu lama mengeluarkan salinan putusan. Diputus 18 Juni, salinan putusan itu baru dikeluarkan lebih dari 1 bulan kemudian pada 22 Juli.

"Kita akan melihat apakah pemuatannya di lembaran negara melebihi 30 hari atau tidak. Karena kalau melebihi berarti batal demi hukum," kata Romi.


Mendorong PK


Jika upaya pengajuan ke MA ini gagal, ketiga parpol akan melanjutkannya dengan mendorong KPU agar mengajukan peninjauan kembali (PK). Hal itu dilakukan karena mereka tidak bisa mengajukan PK sendiri.

"PK kan hanya bisa dilakukan oleh termohon, dalam hal ini KPU. Kalau upaya kita gagal kita akan mendorong KPU mengajukan PK," kata Romi.

Putusan MA yang kontroversial ini membawa implikasi politik luar biasa. Akibat putusan ini, 5 parpol mengalami penurunan jumlah kursi, yakni PAN, PPP, PKS, Hanura dan Gerindra. Sedangkan 4 parpol lainnya mengalami penambahan kursi secara signifikan.

PAN, PPP, dan PKS yang kursinya berkurang kemudian menggalang kebersamaan untuk menyikapi permasalahan ini. PAN mengalami pengurangan 18 kursi, PPP 16 kursi, dan PKS 7 kursi.

( sho / sho )
Minggu, 26/07/2009 09:54 WIB
Menangi Pilpres
Uni Eropa Selamati SBY
Nurul Hidayati - detikPemilu


Jakarta - Uni Eropa (UE) mengucapkan selamat pada Presiden SBY setelah ditetapkan sebagai presiden terpilih periode mendatang.

UE menyatakan, dalam pemilu yang damai, masyarakat Indonesia telah menunjukkan komitmen mereka pada demokrasi dan mempercayakan SBY dengan mandat kedua yang kuat. Hal ini mendorong SBY untuk percaya diri pada kebijakan-kebijakannya dan reformasi ke depan. Demikian rilis Kepresidenan UE di Swedia seperti dilansir Xinhua, Minggu (26/7/2009).

Kepresidenan UE menekankan bahwa UE dan Indonesia memelihara hubungan baik. "Indonesia dan UE menghadapi banyak tantangan mulai dari krisis ekonomi dan keuangan hingga perubahan iklim dan terorisme," tulis statemen tersebut.

"UE berdiri di samping Indonesia dalam menghadapi tantangan ini dan berharap meneruskan bekerja sama dengan presiden terpilih dan pemerintahannya," tambahnya.
( nrl / sho )

Minggu, 26/07/2009 10:10 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PAN, PKS, dan PPP Desak KPU Tunda Laksanakan Putusan MA
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Tiga parpol pendukung SBY-Boediono, yaitu PAN, PPP, dan PKS, mendesak KPU menunda pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA). Mereka menilai jika dilaksanakan sekarang putusan tersebut bisa menimbulkan kerancuan politik dan hukum.

"Kita minta KPU memberlakukan putusan ini bukan untuk sekarang, tapi 2014," kata Wakil Sekjen DPP PPP Romy Romahurmuzy saat dihubungi detikcom, Sabtu (25/7/2009) malam.

Ketiga parpol menilai, putusan MA itu sebenarnya membawa implikasi yang serius terhadap politik dan hukum. Hanya saja putusan ini dianggap tidak terlalu serius karena tidak mempengaruhi syarat pengajuan capres-cawapres oleh parpol-parpol. Sebab meski dengan perubahan akibat putusan MA ini, dukungan kursi untuk masing-masing pasangan tetap terpenuhi.

"Tetapi kita harus mempertimbangkan dari berbagai kondisi. Kalau saja akibat putusan ini menurunkan jumlah kursi sehingga ada pasangan yang syarat dukungannya tidak terpenuhi, pilpres menjadi tidak sah. Dan tentu putusan ini tidak bisa dilaksanakan sekarang," terang Romi.

Dengan akibat semacam ini, maka logikanya putusan MA itu tidak bisa diterapkan sekarang. Sebab meski secara faktual tidak mempengaruhi syarat dukungan pengajuan capres, namun secara teoritis sebenarnya putusan itu bisa mempengaruhi keabsahan dukungan capres.

Pada 18 Juni lalu MA memutuskan mengabulkan judicial review (JR) caleg Partai Demokrat Zaenal Ma'arif atas pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15/2009 tentang tata cara penetapan kursi dan caleg terpilih pada penghitungan tahap kedua. Namun putusan itu baru dikeluarkan 22 Juli lalu.

Putusan MA yang kontroversial ini membawa implikasi politik luar biasa. Akibat putusan ini, 5 parpol mengalami penurunan jumlah kursi, yakni PAN, PPP, PKS, Hanura dan Gerindra. Sedangkan 4 parpol lainnya mengalami penambahan kursi secara signifikan.

PAN, PPP, dan PKS yang kursinya berkurang kemudian menggalang kebersamaan untuk menyikapi permasalahan ini. PAN mengalami pengurangan 18 kursi, PPP 16 kursi, dan PKS 7 kursi.

( sho / mok )
Minggu, 26/07/2009 10:30 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Gerindra: Putusan MA Tak Ubah Perolehan Kursi
Shohib Masykur - detikPemilu


Jakarta - Partai Gerindra beranggapan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU tentang penghitungan kursi DPR di tahap kedua tak akan mengubah perolehan kursi tiap parpol. Sebab dalam amar putusan MA tidak terdapat ketentuan yang mengharuskan KPU mengubah perolehan kursi.

"Antara konsideran dengan putusannya berbeda. Bila yang dilaksanakan putusannya saja, tidak berdampak apa-apa terhadap kursi," kata kuasa hukum Partai Gerindra, Mahendradatta, kepada detikcom, Minggu (26/7/2009).

Menurut Mahendra, dalam dalam amar putusan MA tidak terdapat keharusan KPU mengubah perolehan caleg. Dalam putusan itu hanya dikatakan MA membatalkan pasal 22 huruf c dan 23 ayat (1) dan (3) tentang penghitungan di tahap kedua.

Pasal 23 ayat (1) dan (3) mengatur, parpol yang telah mendapatkan kursi di tahap pertama hanya bisa menyertakan sisa kursi di penghitungan tahap kedua. Dengan batalnya pasal tersebut, bukan berarti secara otomatis parpol itu bisa menyertakan seluruh suara aslinya ke penghitungan tahap kedua.

"Tidak ada pengertian yang memperbolehkan partai-partai yang sudah BPP masuk ke dalam tahap kedua dengan suara aslinya," kata Mahendra.

Direktur Bantuan Hukum Nasional (Bankumnas) Partai Gerindra ini menerangkan, dirinya sadar bahwa terjadi multitafsir terhadap putusan ini. Oleh karena itu pihaknya akan mendorong KPU agar menafsirkan sesuai yang dianggap Gerindra benar.

"Cuma khawatirnya, berhubung yang mengajukan adalah yang selama ini mendapat perhatian berlebih dari KPU, takutnya yang dipakai konsideran bukan putusan. Menurut aturan hukum nggak boleh pakai konsideran," tutur Mahendra.

( sho / nrl )
Minggu, 26/07/2009 12:08 WIB
PAN, PKS, PPP Protes MA
Zaenal Ma'arif: Percuma Saja Lapor ke KY
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu


Jakarta - Rencana PKS, PAN dan PPP mengadukan putusan Mahkamah Agung (MA) kepada Komisi Yudisial (KY) dinilai sia-sia saja. Sebab KY tidak memiliki kewenangan untuk mempertanyakan hasil putusan MA yang membatalkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang tata cara penetapan caleg terpilih tahap kedua.

"Percuma saja PAN, PPP, PKS lapor ke KY, karena KY tidak mengurusi hasil putusan MA, tetapi hanya terkait etika," kata penggugat peraturan KPU dari caleg Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif kepada detikcom, Minggu (26/7/2009).

Menurut mantan wakil ketua DPR ini, KPU harus melaksanakan putusan MA karena sifat putusannya itu final dan mengikat. Jika KPU menolak melaksanakan putusan MA, dipastikan KPU akan melanggar UU dan akan dikenai sanksi.

"Jadi mau tidak mau, putusan MA harus dilaksanakan. Kecuali KPU ingin menentang kewenangan MA sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945," paparnya.

Zaenal menegaskan bahwa kewenangan MA sangat kuat, sehingga semua produk hukumnya harus dilaksanakan. "Pasal 24 a UUD 45 mengatakan, MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dan mempunyai kewenangan lain yang diberikan UU," paparnya.

Mantan politisi PBR ini menilai keputusan MA itu bersifar final dan mengikat. Karena itulah, KPU tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakan putusan itu dengan sebaik-baiknya.

"Berdasarkan peraturan MA, judicial review tidak bisa diajukan PK. KPU harus melaksanakan keputusan MA karena keputusan MA terkait dengan kewenangan MA yang diberikan UU. Dan putusan tersebut bersifat final dan mengikat," pungkasnya.
( yid / nrl )
Minggu, 26/07/2009 14:05 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PPP: Ada Skenario Bonsai Parpol Menengah
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan KPU nomor 15/2009 tentang pasal penetapan caleg terpilih tahap kedua sebagai upaya mengecilkan parpol menengah. Indikasinya, keputusan MA cenderung menguntungkan parpol besar dan parpol yang saat ini berkuasa.

"Kok saya melihat ada skenario menumpuk kekuatan pada partai tertentu dan mengurangi kekuatan partai menengah dan partai-partai kecil lainnya yang mendapat kursi, dengan memotong perolehan kursinya di DPR," kata Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz.

"Anda bisa lihat gugatan pertama oleh Hasto Kristiyanto (caleg PDIP) ditolak, tetapi ketika gugatan yang ini (Zaenal Ma'arif, caleg PD) diterima seluruhnya," argumen Irgan.

Hal ini disampaikan Irgan di sela-sela jumpa pers bersama parpo-parpol yang menolak putusan MA di Kantor DPP PPP Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (26/7/2009).

Menurut Irgan, sikap PPP sebagai parpol pendukung koalisi SBY tetap setia. Karena itu upaya menggugat putusan MA ini tidak ada hubungannya dengan kesetiaan koalisi. Alasannya, materi koalisi dengan yang materi menggugat putusan MA berbeda.

"Gugatan ini tidak ada kaitannya dengan koalisi Pak SBY, dengan Partai Demokrat. Karena ini persoalan pemilu legislatif, bukan soal pilpres," paparnya.

Namun demikian, agar tidak terjadi salah paham, PPP akan tetap menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat maupun parpol yang dirugikan dengan putusan MA karena kursinya menjadi berkurang.

"Kita tetap akan mengkomunikasikan dengan PD dan juga partai lain yang kursinya juga dikurangi," pungkasnya.

( yid / nrl )
Minggu, 26/07/2009 14:31 WIB
PAN, PKS dan PPP Protes MA
Uji Materi Peraturan KPU ke PTUN, Bukan ke MA
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Uji materi caleg Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif tentang peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Agung (MA) dinilai salah alamat. Peraturan itu seharusnya digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Uji materiil tersebut salah alamat. Sebab peraturan KPU termasuk putusan pejabat tata usaha negara. Maka jika melakukan keberatan, bukan mengajukan uji materi di MA akan tetapi mengajukannnya kepada PTUN," ujar Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Patrialis Akbar.

Hal itu disampaikan Patrialis dalam jumpa pers bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyikapi putusan MA di Kantor DPP PPP, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/7/2009). Perolehan kursi di DPR ketiga partai itu terancam merosot akibat putusan MA itu.

Patrialis menjelaskan MA tidak berhak melakukan uji materiil terhadap peraturan KPU. Sebab peraturan KPU bukan termasuk hirarki perundang-undangan yang bisa dilakukan uji materiil oleh MA.

Ketiga partai itu juga menilai putusan MA tidak konsisten. "Karena pernah ada 1 putusan yang diajukan oleh Hasto (Hasto Kristiyanto dari PDIP) dan kawan-kawan terhadap hal yang sama itu ditolak seluruhnya. Tetapi kenapa yang ini diterima seluruhnya?" gugat dia.

Kemudian mereka menilai putusan MA tidak berlaku surut karena Pemilu sudah berjalan. "Karena itu berdasarkan pertimbangan di atas selain melakukan perlawanan hukum, kami juga meminta Komisi Yudisial melakukan penyelidikan pelanggaran kode etik oleh MA," tegas Patrialis.

Dari PAN selain Patrialis hadir juga Sekjen PAN Zulkifli Hasan. Dari PKS hadir Wasekjen Mustafa Kamal dan Agus Purnomo dan dari PPP tampak Sekjen Irgan Chairul Mahfiz, Bendahara Umum Suharso Monoarfa, dan Wasekjen Romy Romahurmuzy.
( nwk / nrl )
Minggu, 26/07/2009 14:32 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Putusan MA Berlaku, Pilpres Cacat Administratif
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pilpres akan mengalami cacat administratif jika keputusan MA berlaku surut. Sebab syarat pengajuan capres dan cawapres yang dijadikan dasar saat itu menjadi tidak berlaku secara administratif.

"Kalau berlaku surut, ini akan berpengaruh pada syarat pengajuan capres. Persentase pengajuan tetap sah, tetapi cacat secara administratif. Karena misalnya, persentase Gerindra dan Hanura kan berkurang jumlah suaranya," kata politisi PKS Agus Purnomo.

Hal ini disampaikan Agus di sela-sela jumpa pers bersama PAN dan PPP yang menolak putusan MA di Kantor DPP PPP Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (26/7/2009).

Menurut anggota Komisi II DPR ini, gugatan PKS terhadap putusan MA ini tidak terkait dengan posisi PKS sebagai parpol pendukung koalisi SBY. Sikap ini diambil karena PKS merasa dirugikan dengan putusan MA ini.

"Buat kami nggak ada masalah dengan koalisi. Tetapi yang jadi soal kalau ini berlaku surut, maka akan berpengaruh kepada persentase perolehan kursi partai," pungkasnya.

Mahkamah Agung (MA) memenangkan permohonan hak uji materiil yang diajukan oleh beberapa caleg DPR RI dari Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif Cs terhadap peraturan KPU Nomor 15/2009, khususnya pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3. Pasal-pasal dalam peraturan KPU ini dinilai bertentangan dengan UU No 10/2008 pasal 205 ayat 4.

MA meminta agar KPU membatalkan pasal-pasal yang terdapat dalam peraturan KPU tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua. Selain itu, KPU juga diharuskan merevisi keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi pileg. Putusan ini menyebabkan perolehan kursi PPP, PAN dan PKS di DPR terancam berkurang dari yang telah ditetapkan KPU sebelumnya.
( yid / nrl )
Minggu, 26/07/2009 15:20 WIB

Mantan Caleg Teriak-teriak di Kantor DPP PPP
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - "Romy turun kamu! Tanggung jawab nih partai! Anjlok semua! Apa tuh koalisi-koalisi sama SBY! Partai diurusin dulu!" Itulah teriakan seorang pria yang tiba-tiba saja mengejutkan wartawan yang baru saja meliput jumpa pers di Kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Teriakan itu terdengar dari lantai 2 Kantor DPP PPP, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/7/2009).

Pria bertinggi sekitar 170 centimeter, rambut pendek, berkulit coklat legam dan memakai baju batik hijau a la PPP ini memanggil-manggil Wasekjen PPP Romy Romahurmuzy yang saat itu berada di lantai 3, tempat jumpa pers diadakan sebelumnya.

Mendengar keributan itu, sontak petugas keamanan DPP PPP mengamankan pria itu ke lantai 1. Bukannya menurut, pria yang diketahui bernama Aji Santoso itu malah memberontak, menolak turun.

Ketika Aji mau turun ke bawah dan ditenangkan beberapa pengurus DPP PPP, Aji malah ngamuk. "Jangan ikut campur urusan saya. Saya mau nunggu dia turun!" teriaknya sambil menggebrak meja resepsionis.

Menurut salah satu pengurus DPP PPP, Aji adalah kader PPP yang sudah dipecat.

"Aji waktu itu dipecat karena dia suka ngamuk-ngamuk di DPP. Dan dia agak stres. Dulu pernah jadi caleg tapi nggak lolos. Sudah biasa dia ngamuk-ngamuk begitu. Orang sini juga sudah tahu tapi nggak tahu kenapa kok ini kecolongan," ujar perempuan itu.

Pukul 14.30 WIB Aji berhasil dibawa pulang seorang kawannya. Tak lama kemudian Romy pun turun. Tanggapannya? "Ah biasalah," komentarnya. ( nwk / nrl )
Minggu, 26/07/2009 15:42 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PAN: Kalau Putusan MA Jalan, Kami Hancur-hancuran
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) sungguh terpukul dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan KPU tentang tata cara penghitungan celeg terpilih tahap kedua. Jika keputusan itu diterapkan KPU, PAN bersama parpol-parpol lain yang kursinya berkurang akan menjadi hancur lebur.

"Kalau KPU melaksanakan putusan MA itu, kami, 3 parpol ini akan hancur-hancuran nanti," kata Patrialis Akbar di sela-sela jumpa pers bersama PKS dan PPP yang menolak putusan MA di Kantor DPP PPP Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (26/7/2009).

Menurut Ketua DPP PAN ini, gugatan terhadap putusan MA ini tidak terkait dengan koalisi bersama SBY. Gugatan ini dilayangkan karena PAN berkurang banyak kursinya akibat putusan MA yang diketok 18 Juni itu.

"Ini soal pileg, bukan soal pilpres. Tentu saja tidak ada kaitannya dengan koalisi. Hanya saja memang disayangkan terjadi pengurangan kursi yang besar bagi partai-partai koalisi," paparnya.

Apakah keputusan MA ini sebagai bentuk rekayasa dan desain besar untuk menguntungkan parpol tertentu, Patrialis belum menemukan bukti dan indikasi ke arah sana.

"Saya tidak melihat sejauh itu, tetapi yang mesti dilihat adalah akibat hukum dan politik dikabulkannya gugatan Zaenal Ma'arif dan kawan-kawan itu," tutupnya.

( yid / nrl )
Minggu, 26/07/2009 17:02 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
Putusan MA Tak Bisa Batalkan Hasil Pilpres
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang tata cara penghitungan caleg terpilih tahap kedua tidak bisa membatalkan hasil Pilpres yang memenangkan pasangan SBY-Boediono. Alasannya, putusan MA terkait Pemilu Legislatif, bukan Pemilu Presiden.

"Pelaksanaan putusan MA tidak akan berpengaruh pada hasil Pilpres karena masalahnya berbeda," kata politisi Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif kepada detikcom, Minggu (26/7/2009).

Menurut mantan wakil ketua DPR ini, semua pihak diminta memahami dan tidak mengkaitkan putusan MA dengan hasil Pilpres. Karena selain akan sia-sia juga membuktikan tidak memahami persoalan."Semua pihak harus memahami hal ini," paparnya.

Zaenal menegaskan bahwa putusan MA hanya mengubah struktur dan susunan penetapan caleg terpilih tahap kedua, bukan perolehan suara partai. Karena itu, tidak relevan mengkaitkan putusan MA dengan sah tidaknya hasil pilpres.

"Putusan MA sama sekali tidak ada implikasinya terhadap sah atau tidaknya pengajuan pasangan capres," jelas mantan politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) ini. ( yid / nwk )
Minggu, 26/07/2009 18:40 WIB
Kursi Tahap 2 Dibatalkan
PKB Dukung Putusan MA, KPU Diminta Patuh
Muhammad Nur Hayid - detikPemilu


Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai putusan Mahkamah Agung (MA) sudah sesuai dengan asas demokrasi dimana suara rakyat benar-benar dihargai secara sama. Karena itulah, tidak ada alasan lain bagi KPU kecuali melaksanakan putusan itu.

"PKB jelas mendukung putusan itu, karena prinsip negara demokrasi one man, one vote, one value itu benar-benar tergambar dalam putusan MA ini," kata Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB Andi Muawiyah Ramly kepada detikcom, Minggu (26/7/2009).

Menurut salah satu tokoh penggagas berdirinya PKB ini, hanya Indonesia yang menerapkan cara menghitung yang sampai berkali-kali. Padahal semua negara demokrasi dalam menghitungnya cukup sekali dan seperti yang diputuskan MA sekarang ini.

"Semua negara demokrasi yang mapan dan sehat, tidak ada yang menghitung suara sampai berkali-kali. Kita mengatur sampai hitungan ke 3 dan bahkan keempat," paparnya.

Politisi asal Bone Sulawesi Selatan ini meminta KPU tidak takut menjalankan putusan MA. Karena jika KPU takut dan memilih tidak melaksanakan putusan MA, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Tidak ada pilihan lain bagi KPU kalau kita patuh kepada hukum. Dulu waktu aturan suara terbanyak yang diputus MK, kita nggak terima sebenarnya, tetapi demi alasan kita patuh dan taat hukum, ya kita ikuti walau putusan MK itu merugikan kita," paparnya.

"Putusan itu ingin memberikan suara kepada yang berhak. Kalau ini ditolak akan menjadi preseden buruk bagi seluruh produk MA berikutnya. Lembaga ini akan menjadi tidak berwibawa lagi kalau putusannya tidak dilaksanakan," bebernya.

Saat ditanya mengenai gerakan parpol-parpol yang menolak putusan MA, Andi dengan enteng menjawab," Silahkan saja. Itu hak meraka. Tetapi sebagai sesama anak bangsa, kami himbau teman-teman untuk menerima putusan MA dan taat hukum," pungkasnya.
( yid / Rez )
Minggu, 26/07/2009 19:19 WIB
Perhitungan Tahap 2 Dibatalkan
Kehilangan 12 Kursi, Hanura Akan Gugat Putusan MA
Reza Yunanto - detikPemilu


Jakarta - Partai Hanura menolak putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan perhitungan perolehan kursi tahap kedua oleh KPU. Akibat putusan tersebut, Hanura kehilangan 12 kursi. Hanura pun akan melakukan gugatan atas putusan MA itu.

"Pasti kita akan melakukan (gugatan) itu. Saat ini sedang dilakukan evaluasi dan kalau ada celah hukum akan kita gugat balik," kata juru bicara Partai Hanura Soehandojo saat berbincang dengan detikcom, Minggu(26/7/2009).

Dia pun menilai keputusan MA ini begitu menggelikan. Jika kemudian KPU melaksanakan putusan MA tersebut, KPU telah melakukan hal yang aneh. Sebab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan perhitungan tahap ketiga saja belum dilakukan oleh KPU, lalu sekarang ada keputusan baru dari MA.

Sehingga menurut dia hal ini terpulang pada keberanian pada KPU apakah akan memberlakukan putusan MA itu atau tidak.

Namun dia berpendapat, jika merujuk pada UU Pemilu 10/2008, semestinya perselisihan hasil pemilu diajukan ke MK dan bukannya ke MA.

"Kalau MA memutuskan demikian bertentangan dengan UU 10/2008," paparnya.

Ketika disinggung putusan MA ini diduga sebagai skenario menguntungkan pihak tertentu, salah satu juru bicara pasangan JK-Wiranto ini tak menampik dugaan itu.

"Bisa dimengerti ada skenario itu, karena keputusan yang ada semuanya serba mepet dan ini seperti ada keberpihakan," tutupnya

( Rez / lrn )

Minggu, 26/07/2009 23:07 WIB

Pengamat: Tak Akui Kemenangan Lawan, Mega-Prabowo Bukan Negarawan
Novia Chandra Dewi - detikPemilu


Jakarta - Dijadikannya Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebagai bukti untuk melapor ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan capres-cawapres dinilai sebagai pola lama untuk tidak mengakui kemenangan lawan. Tindakan tersebut justru dianggap tidak menunjukkan sikap kenegarawanan.

"Menggunakan alasan adanya kecurangan DPT untuk menolak hasil pemilu itu lagu lama," kata pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Mawadi Rauf saat dihubungi detikcom, Minggu (26/7/2009) malam.

Menurut Maswadi, semua pasangan capres-cawapres seharusnya menghargai hasil
rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para pasangan diharapkan bisa
mengakui kemenangan pihak lawannya.

"Jika mengaku negarawan, harusnya bisa mengakui kemenangan lawan dan lapang
dada," ungkap guru besar Ilmu Politik UI ini.

Lebih lanjut, Maswadi juga menanggapi sikap kubu Mega-Prabowo yang tidak ikut hadir di KPU pada saat penetapan hasil rekapitulasi suara. Dikatakan dia, hal tersebut justru tidak mencerminkan sikap Mega-Prabowo sebagai politisi bagi masyarakat luas.

"Sangat tidak mencerminkan politisi di masyarakat. Saya pikir tidak ada orang yang bersimpati pada orang yang tidak mengakui hasil pemilu. Semua kata-kata mereka tidak terbukti, berarti mereka tidak memiliki sikap kenegarawanan," pungkasnya.

( nov / lrn )

Tidak ada komentar: