Sabtu, 04 Juli 2009

SENGKETA PERAIRAN AMBALAT, INILAH.COM

06/06/2009 - 15:27
Ambalat Warning Bagi Indonesia
INILAH.COM, Kupang - Sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Blok Ambalat merupakan peringatan bagi wilayah perbatasan lainnya di Indonesia. Setelah Sipadan dan Ligitan, sekarang Ambalat. Selanjutnya?
"Pemerintah jangan menyepelehkan persoalan di Ambalat dengan berdalil sedang ada perundingan atau diplomasi, karena akan berdampak pada wilayah perbatasan lain di Indonesia," kata Ketua Komisi A DPRD NTT, Cyrilus Bau Engo di Kupang, Sabtu (6/6).
Dalam konteks wilayah perbatasan, kata dia, posisi NTT juga cukup rawan. Sebab sejumlah pulau terluarnya juga berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia, yang tidak tertutup kemungkinan diklaim sebagai bagian dari teritori mereka.
Ia mencontohkan Pulau Pasir (ashmore reef) yang merupakan ladang kehidupan para nelayan tradisional Indonesia. Pulau ity jatuh ke tangan Australia, karena lemahnya diplomasi Indonesia dalam mengklaim wilayah teritorinya.
Selain itu, Pulau Batek yang terletak di wilayah Amfoang Utara, Kabupaten Kupang yang berbatasan langsung dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse. Pulau itu juga sempat diklaim oleh Timor Leste sebagai teritorinya, karena jaraknya cukup dekat dengan Oecusse.
Gugusan pulau kecil itu, sedang dalam pengamanan aparat TNI dari Yonif 744/Satya Yudha Bhakti, pasukan organik milik Korem 161/Wirasakti Kupang.
Pengamanan yang sama, juga dilakukan TNI atas Pulau Mangudu di Sumba Timur serta Pulau Dana Rote di Kabupaten Rote Ndao yang sempat dikelola menjadi pulau wisata oleh pengusaha pariwisata dari Australiaa.
"Kita jangan sampai terlena dengan Ambalat dan mencurahkan perhatian untuk pemilu presiden dengan menebar pesona dimana-mana, sementara musuh sedang merongrong keutuhan NKRI," ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD NTT ini, mengatakan, sekecil apapun persoalan wilayah perbatasan, apakah itu laut, darat maupun udara, akan berdampak untuk wilayah lainnya di Indonesia, seperti NTT, Kalimantan, dan Papua.
Sekretaris DPD I Partai Golkar NTT ini juga mengakui bahwa diplomasi Indonesia di dunia internasional lemah sehingga dipandang enteng oleh bangsa-bangsa lain. Seperti dalam kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia.
"Bayangkan, sudah 23 kali perundingan dilakukan oleh kedua negara terkait dengan Blok Ambalat, tetapi Malaysia terus saja melancarkan provokasi atas wilayah itu dengan melintasi kapal-kapal perangnya di wilayah perairan kita," cetusnya
"Apakah kita hanya urus menghalau kapal-kapal perang Malaysia? Sampai kapan kita harus bersabar? Memang, perang bukan jalan terbaik dalam menyudahi sebuah sengketa antarnegara. Yang kita butuh di sini adalah tindakan nyata dari pemerintah," pungkasnya. [*/ana]
09/06/09 05:03
Agung: Ambalat 1000% Milik Indonesia
Windi Widia Ningsih
INILAH.COM, Jakarta - Persengketaan Indonesia dan Malaysia terkait Ambatal semakin meruncing. Walaupun meruncing Indonesia tetap meyakini Ambalat 1000% milik Indonesia.
"Ambalat milik Indonesia 1000 % milik Indonesia. Nggak bisa diganggu gugat," kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/6).
Jadi, tutur Agung, Malaysia jangan memprovokasi terus-menerus. Jika Malaysia tetap membandel dan terus melakukan provokasi, menurut dia, wajar kalau diberikan tindakan tegas. "Saya kira perlu dilakukan tindakan tegas," cetusnya.
Agung mengatakan agar pengakuan kepulauan antara Indonesia dengan Malaysia harus dinyatakan secara tegas. Bukan hanya kepulauan tapi tapal batas kedua negara yang serumpun tersebut.
Jika Malaysia masih tetap memprovokasi Indonesia, disarankan Agung, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pembatasan semua aktivitas Malaysia di Indonesia. "Ya salah satu cara boleh-boleh saja," tandas Agung tanpa menjelaskan bentuk pembatasannya seperti apa. [win/jib]
Politik
28/10/2008 - 02:23
'Politik Malaysia Picu Kasus Ambalat'
Yusron Ihza Mahendra menduga(Inilah.com/Abdul Rauf)
INILAH.COM, Tokyo - Kasus perbatasan blok Ambalat masih dalam proses perundingan antara Indonesia dan Malaysia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Yusron Ihza Mahendra menduga, mencuatnya kasus Ambalat dikhawatirkan sebagai dampak dari ketegangan politik yang terjadi di negara tetangga itu.
"Terbuka kemungkinan ada pihak-pihak tertentu di Malaysia yang tidak sepaham dengan keinginan Jakarta dan Kuala Lumpur untuk menyelesaikan persoalannya secara damai dan bilateral saja," kata Yusron Ihza Mahendra di Tokyo, Jepang Senin (27/10) malam.
Menurut Yusron, dirinya sudah menerima laporan dari Departemen Pertahanan dan Mabes TNI mengenai terjadinya peningkatan aktivitas dari pihak Malaysia di Pulau Ambalat. Namun ia tidak merinci lebih jauh apakah aktivitas militer Malaysia masih tetap berlanjut hingga saat ini.
"Itu sebabnya Jakarta perlu meminta konfirmasi resmi dan terbuka dari Malaysia dengan mengirim utusan khusus ke Kuala Lumpur untuk membahas soal Ambalat," kata politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Dengan meminta konfirmasi resmi, maka bisa diketahui pandangan Malaysia mengenai batas-batas wilayah yang diinginkannya. Apakah insiden yang sempat terjadi di perairan Ambalat beberapa waktu lalu merupakan kebijakan resmi Kuala Lumpur atau akibat ulah segelintir tentara yang tidak setuju dengan kesepakatan damai tersebut.
"Jangan-jangan hanya segelintir ulah tentara yang stress dan terdorong kesuksesan dalam peristiwa Sipadan dan Ligitan, lantas mencari gara-gara dengan Indonesia," kata Yusron yang juga adik mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra.
DPR, lanjut Yusron saat ini sedang membahas UU yang mengatur batas wilayah nasional Indonesia, termasuk pulau-pulau terluar, sehingga status wilayah Indonesia juga semakin jelas.
Yusron datang ke Tokyo bersama sejumlah anggota DPR lainnya dari berbagai komisi dan partai politik. Selama di Jepang mereka akan melakukan lobi ke kalangan parlemen Jepang dan juga pejabat pemerintahan.[*/nng]
03/06/09 15:59
Sikapi Ambalat, SBY-JK 'Perang'
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta � Ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia kembali mencuat. Kasus Manohara hanyalah bagian kecil. Namun soal Ambalat jauh lebih provokatif. Sayangnya, SBY-JK selaku pimpinan tak satu suara. Mereka justru saling sindir. Cari muka menjelang Pilpres 2009?
Provokasi Malaysia di wilayah perbatasan Blok Ambalat memang luar biasa. Setidaknya tiga kapal perang Malaysia dan helikopter masuk ke wilayah Indonesia bulan lalu. Ini bukan yang pertama terjadi. Pada tahun 2005, kapal perang Malaysia juga masuk wilayah Indonesia. Pemicu utamanya adalah persoalan minyak. Setelah Sipadan dan Ligitan dicaplok Malaysia pada 2002, kini sepertinya Ambalat menjadi incaran.
Di atas semua itu, kasus Ambalat semakin menarik jika dikaitkan engan suasana politik tanah air yang memang sudah menghangat sebulan lalu. Ini terkait dengan Pemilu Presiden 8 Juli. Apalagi, Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saling berkompetisi untuk merebutkan kursi RI-1. Jadi, tak heran bila keduanya seperti kejar-kejaran soal statemen politik, terutama dalam menyikapi isu aktual. Tak terkecuali soal Ambalat.
Komentar JK tentang Ambalat cukup tegas. Ia menegaskan jika Malaysia sengaja melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia, maka TNI agar tidak ragu-ragu dalam melakukan tindakan. "Itu akan ditindak tegas kalau memang ada pelanggaran. Kita akan tindak tegas," kata JK seusai peringatan hari lahir Pancasila di TMII, Jakarta, awal pekan ini.
Ketika ditanya apakah Indoensia siap berperang? JK menegaskan, jika Indonesia sudah terganggu, dengan siapa saja RI bisa berperang. "Kita negara, sudah terganggu. Dengan siapa saja kita bisa perang. Kalau pemerintah Malaysia dengan kita cukup baik, kita lihat nanti pelanggaran yang terjadi," jawab JK. Menurut dia, dirinya akan mengecek ke TNI sejauh mana pelanggaran yang terjadi.
Pernyataan JK yang tegas soal Ambalat sepertinya didengar oleh Presiden SBY yang tengah melakukan lawatan ke Korea Selatan. Terkait dengan kondisi mutakhir Ambalat, SBY tak sependapat dengan Wapres JK. Bahkan SBY menanggapi pernyataan JK.
Menurut SBY, dalam menegakkan kedaulatan, RI tidak harus mengobarkan peperangan. Terlebih, Indonesia dan Malaysia adalah anggota ASEAN yang hubungannya diatur dalam Piagam ASEAN.
"Ada diplomasi, ada penyelesaian secara damai. Jadi jangan hanya beretorika supaya dianggap pemimpin yang berani, terus mengobarkan perang di mana-mana," kata Presiden sebelum meninggalkan Jeju, Korsel, Selasa (2/6). Pernyataan SBY seolah menyindir pernyataan JK sebelumnya yang menyerukan perang.
Menurut SBY, Ambalat jelas milik Indonesia. Apa yang diklaim oleh Malaysia, sambung SBY, tidak bisa diterima karena Indonesia yakin itu wilayah Indonesia. "Sejengkal daratan ataupun wilayah laut, kalau itu wilayah Indonesia, harus kita pertahankan. Tidak ada kompromi dan toleransi karena itu harga mati," tegas Presiden SBY.
SBY menjelaskan, persoalan batas wilayah di Ambalat sudah terus dibicarakan antara kedua negara. Dan pemerintah Indonesia sudah mendorong segera dilanjutkan secara intensif perundingan mengenai batas wilayah di sekitar Ambalat.
"Jadi saya tegaskan sekali lagi kepada seluruh rakyat, bahwa posisi kita jelas yang diklaim itu adalah wilayah Indonesia dan kita tidak bisa menerima dan wilayah itu kita jaga. Kita lanjutkan negosiasi," terangnya.
Pengamat komunikasi politik UGM Wisnu Martha Adiputra menilai kasus Ambalat menjadi sasaran para capres dalam menarik simpati publik. Menurut dia, isu perbatasan menjadi isu sensitif yang juga bisa dimanfaatkan untuk mendulang simpati bagi kepentingan nasional.
"Isu Ambalat akan dijadikan isu kampanye para capres bebarengan dengan isu Manohara," katanya, Selasa (2/6). [P1]
Politik
26/06/2009 - 21:47
Menlu: Ambalat Bukan Hal yang Mudah
INILAH.COM, Surabaya - Sengketa blok Ambalat masih terus berlanjut. Upaya penyelesaiannya pun belum mencapai kata sepakat hingga kini.
Menurut Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda menjelaskan sengketa Ambalat bukan hal yang mudah. Hasan dalam kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jumat (26/6) mengatakan kasus Ambalat tidak bisa diselesaikan dalam hitungan hari atau hitungan bulan saja.
"Penyelesaian bisa tahunan bahkan puluhan tahun. Menlu juga menyayangkan masih banyaknya kesalahpahaman mengenai Ambalat. Banyak kalangan yang masih mengira Blok Ambalat adalah kepulauan, bukan laut," katanya.
"Pernah ada seorang anggota dewan yang menyarankan agar saya mentransmigrasikan ratusan penduduk ke Ambalat agar bisa menduduki kawasan Ambalat. Lalu saya jawab, kalau sampai saya transmigrasikan penduduk kesana, pemerintah bisa diseret ke Mahkamah Internasional. Sebab Ambalat itu kan laut, bukan pulau. Apa jadinya kalau dibuat
transmigrasi?" ungkapnya sambil tertawa.
Menlu membandingkan dengan kasus sengketa RI dan Vietnam. Kasus tersebut adalah sengketa Batas Landas Kontinen (BLK) di perairan antara Pulau Kalimantan dengan Vietnam di daratan Asia Tenggara.
Meskipun sudah lebih dari 30 kali perundingan formal dan informal diselenggarakan, kedua pihak masih bertahan dengan posisi hukum masing-masing atas Laut Cina Selatan itu.
Total waktu untuk penyelesaian RI-Vietnam ini membutuhkan waktu setidaknya 32 tahun. Beda Vietnam berbeda pula dengan Singapura. Kasus sengketa Indonesia-Singapura baru bisa diselesaikan dalam waktu lima tahun.
Hasan juga mengungkapkan mengenai kisah sejarah sengketa yang pernah dialami oleh Indonesia. Yang menarik ketika menyampaikan mengenai kasus Sipadan-Ligitan, Menlu mengatakan Sipadan Ligitan secara yuridis sebenarnya memang bukan milik Indonesia, namun juga bukan milik Malaysia.
"Jika kita lihat di peta wilayah Indonesia baseline NKRI UU No 4/PrP/1960, Sipadan Ligitan ini bukan milik Indonesia karena di luar batas teritorial laut Indonesia, tapi juga bukan milik Malaysia. Ibaratnya orang main kelereng, Sipadan Ligitan ini adalah kelereng temuan dan diperebutkan," jelas lulusan doktor Virginia School of Law, Charlottesville, Amerika Serikat itu.
Kasus sengketa wilayah memang lazim dialami oleh negara yang berbatasan dengan banyak negara seperti Indonesia. Kalau dilihat dari sisi wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Sedangkan wilayah daratnya, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste.
Sebuah negara pantai seperti Indonesia menurut hukum Laut Internasional berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif, ZEE (200 mil laut) dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih). Lebar masing-masing zona ini diukur dari referensi yang disebut dengan garis pangkal.
Pada laut teritorial, Indonesia berhak atas kedaulatan penuh. Sedangkan di luar zona itu berlaku hak berdaulat. Ambalat ini berada di kawasan hak berdaulat. Dalam kawasan hak berdaulat ini suatu negara tidak memiliki kedaulatan penuh, namun hanya memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.
Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia memang sudah ditetapkan dan berhenti pada Pulau Sebatik. Namun, idealnya garis tersebut diteruskan ke arah laut di sebelah timur sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua belah pihak. Garis inilah yang belum ada dan kini sedang dirundingkan karena Ambalat berada di garis tersebut.
Saat ini, tutur Hassan Wirajuda, pihaknya sudah melakukan 13 kali perundingan dan kini tengah bersiap untuk memasuki perundingan yang keempat belas. Ia paham ekspektasi masyarakat terhadap penyelesaian Ambalat begitu besar. Namun, ia meminta agar masyarakat bersabar.
"Kami akan tetap lakukan upaya diplomasi ini dan tidak akan melakukan peperangan. Karena pada dasarnya kami juga menangkap sinyal, pihak Malaysia juga ingin menyelesaikan permasalahan ini secara damai," pungkas Hasan. [beritajatim.com/bar]
Ekonomi
09/06/2009 - 12:02
Berebut 'Harta Karun' di Ambalat
Yusuf Karim
INILAH.COM, Jakarta - Polemik Indonesia dan Malaysia kembali menyeruak. Ditengarai seperti konflik-konflik yang lebih dulu terjadi, ada motif ekonomi di balik itu. Kini di blok laut seluas 15,235 kilometer itu, dua negara tetangga kembali bersitegang. Berebut 'harta karun'?
Pidato Ganyang Malaysia yang dikumandangkan Presiden Soekarno terus di putar berulang-ulang oleh salah satu stasiun swasta Tanah Air. Ini merupakan salah satu babak dari psywar yang dilakukan Indonesia dan Malaysia beberapa waktu terakhir.
Perwakilan anggota DPR juga diutus secara informal untuk menemui Menteri Pertahanan Malaysia. Berbagai langkah negosiasi diplomasi pun dilakukan. Tujuh kapal induk RI juga dikirim untuk menjaga perairan Ambalat.
Apa sebenarnya yang mendasari konflik territorial itu? Masih hangat dalam ingatan kita, Sipadan dan Ligitan akhirnya lepas dari pangkuan bumi pertiwi. Saat itu, upaya-upaya untuk membangkitkan semangat nasionalisme juga dilakukan, namun tidak banyak berarti.
Yang menjadi penting adalah bagi penduduk di batas-batas terluar Indonesia tersebut. Perhatian terhadap mereka merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah bila ingin mempertahankan kesatuan wilayahnya.
Sosiolog Musni Umar mengemukakan bahwa motif ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendasari langkah-langkah yang dilakukan oleh Malaysia. Blok di perairan laut Sulawesi ini ternyata kaya akan minyak. Sengketa pertama terjadi pada 1967, tepat setelah runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Bahkan kedua negara, telah melibatkan perusahaan-perusahaan minyak dari negara asing. Malaysia menggandeng perusahaan asal Amerika Serikat, sementara Indonesia menggandeng ENI dari Italia.
"Perebutan blok yang kaya minyak mentah ini harus melalui jalur damai. Upaya untuk memaksakan eksplorasi ataupun lewat jalan perang bukan jalan terbaik karena kemungkinan besar akan merugikan Indonesia," ujar Musni yang juga Juru Bicara Eminent Person Group Indonesia Malaysia ini.
Eksplorasi sepihak akan membuat Malaysia memiliki amunisi untuk mengadukan Indonesia dalam forum Mahkamah Internasional yang membuat posisi Indonesia lemah. Hal ini yang harus menjadi perhatian pihak-pihak yang terlibat untuk berhati-hati dalam bertindak dan mengeluarkan kebijakan.
"Kita sepakat bahwa Blok Ambalat adalah milik Indonesia, namun terkait eksplorasi minyaknya ini, Malaysia yang pasti akan melaporkan pada Mahkamah Internasional," ungkapnya.
Musni menambahkan bahwa yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mengelola potensi minyak Ambalat tersebut secara bersama. Bagaimanapun, letak wilayah yang berbatasan membuat kondisi eksplorasi wilayah tersebut harus dilakukan di kedua negara.
"Meski demikian ini tidak akan mudah diterima publik. Kalau pemerintah tidak bisa meyakinkan publik, maka eksplorasi akan ditangguhkan sampai ada kesepakatan perundingan," jelasnya.
Sebelumnya, anggota DPR Effendi Choiri juga menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa Blok Ambalat ini membutuhkan komitmen dan goodwill dari kedua pimpinan tertinggi negara Indonesia dan Malaysia.
Konflik menyangkut komoditas ekonomi dengan Malaysia bukan yang pertama kali. Mulai masalah kelapa sawit, kayu dan banyak komoditas-komoditas unggulan milik Indonesia yang dibawa melintasi perbatasan kedua negara.
Hal ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan yang akan datang. Terutama untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi dengan negara lain dan menggunakan potensi sumber daya alam yang ada sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. [E1]
Politik
09/06/2009 - 17:49
DPR Sambangi Malaysia Soal Ambalat
Yusron Ihza Mahendra(inilah.com /Raya Abdullah)
INILAH.COM, Kuala Lumpur - Geram soal Ambalat, DPR menyambangi Malaysia. Ketua rombongan Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra menyatakan dengan tegas kepada wakil jubir Parlemen Malaysia Wan Junaidi bahwa kedatangannya bukan untuk berunding, tapi menyatakan sikap politik DPR bahwa kawasan laut Ambalat adalah milik RI.
Kunjungan ke Parlemen Malaysia di Kuala Lumpur, Selasa (9/6) ini dilakukan Yusron bersama-sama dengan Happy Bone Zulkarnaen, Shidqi Wahab, Djoko Susilo, dan Andreas Pareara. Sayang, Parlemen Malaysia sedang reses sehingga rombongan Yusron hanya diterima Wan Junaidi.
Pertemuan berlangsung santai namun penuh dengan kata-kata tegas, kadang-kadang saling menyindir. Yusron menyatakan kawasan laut Ambalat milik RI berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB UNCLOS 1982. Tidak ada tumpang tindih dalam kawasan Ambalat.
"Rakyat Indonesia sudah minta perang jika Ambalat masih diklaim Malaysia, makanya kami datang kepada tetangga serumpun kami untuk mencegah perang terkait sengketa wilayah Ambalat. Kasus Ambalat tidak akan diselesaikan secara fisik, namun harus ada upaya untuk saling memahaminya. Oleh sebab itu kami datang untuk menyatakan posisi dan pandangan kami sebagai DPR atau wakil rakyat Indonesia," ujar Yusron.
Shidqi menambahkan, walau Indonesia dituduh juga melanggar wilayah kedaulatan Malaysia, tapi Angkatan Laut Malaysia lebih banyak melanggar berpuluh-puluh kali lebih banyak. Sedangkan Andreas mengatakan, Indonesia bersedia dengan tawaran Malaysia untuk sama-sama memanfaatkan Ambalat, tapi harus jelas dulu bahwa kawasan laut Ambalat itu milik Indonesia barulah digarap bersama.
Sementara Djoko mengatakan, selama 10 tahun menjadi anggota DPR, kunjungan anggota parlemen Malaysia ke Jakarta sangat sedikit sekali. "Susah saya mengingat kapan ada kunjungan parlemen Malaysia ke Jakata. Padahal kita bertetangga dekat dan serumpun. Mungkin karena kurang kenal maka tidak sayang, bahkan sering bergaduh," ujar Djoko.
Akibat kurang silaturahmi, lanjut Djoko, ada kecurigaan di kalangan rakyat Indonesia karena seringnya Angkatan Laut Malaysia melanggar wilayah Indonesia untuk unjuk gigi. Apalagi karena telah memodernisasi senjata tempurnya dengan membeli 1 skuadron pesawat Sukhoi 30 dan 2 kapal selam Scorpene.
Happy Bone menambahkan, secara ekonomi dan kemampuan militer, Indonesia memang tertinggal dari Malaysia. Namun semangat perjuangan dan patriotik rakyat Indonesia jangan diragukan dan sejarah telah membuktikan. "Indonesia merdeka dengan perjuangan. Dengan hanya modal bambu runcing kami berhasil mengalahkan pasukan Belanda," tegasnya.
Mendengar itu, Wan Junaidi menanggapi, tidak mungkin Malaysia berperang dengan Indonesia. Rakyat Malaysia hanya 27 juta orang dengan 52 persen wanita dan 42 persen laki-laki. Paling hanya 20 persen laki-laki yang mau berperang. Sebagian besar lagi lebih senang mengumpulkan harta untuk kenyamanan hidup daripada berperang.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran kami dalam memodernisasi peralatan perang Malaysia untuk menyerang tetangga, apalagi Indonesia. Kami mengantisipasi jika ada serangan musuh masuk ke regional kita. Jika ada serangan ke kawasan ASEAN, senjata tempur Malaysia canggih, bisa untuk menghadapi musuh," kata Wan Junaidi. [*/sss]
Politik
Menlu: Laut Ambalat Bukan Kedaulatan RI
Hassan Wirajuda(inilah.com/ Anton Lubis)
INILAH.COM, Surabaya - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari hak berdaulat Indonesia, namun laut Ambalat itu sesungguhnya bukan kedaulatan Indonesia.
"Blok Ambalat tidak masuk dalam 12 mil dari baseline (tepi pangkal) yang menjadi wilayah kedaulatan Indonesia. Tapi Laut Ambalat itu masuk wilayah hak berdaulat dari Indonesia yang berada di luar 12 mil dan masih menjadi hak eksplorasi Indonesia," katanya, saat memberi kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat (26/6).
Dipaparkannya, negara pantai seperti Indonesia menurut hukum laut internasional berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif atau ZEE (200 mil laut), dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih).
Kendati wilayah hak berdaulat itu bukan wilayah kedaulatan, tapi wilayah hak berdaulat yang dihitung setelah 12 mil itu memberi kewenangan kepada Indonesia untuk melakukan eksplorasi sumberdaya laut yang ada.
"Masalahnya, provokasi yang dilakukan Malaysia dalam beberapa tahun terakhir sudah melanggar keduanya. Yakni, wilayah kedaulatan Indonesia dan wilayah hak berdaulat Indonesia itu," katanya setelah memberi kuliah tamu.[*/nuz]

Tidak ada komentar: