Sabtu, 04 Juli 2009

Etika Komunikasi Kasus Prita

Etika Komunikasi Kasus Prita
Kamis, 4 Juni 2009 - 10:22 wib
Kemarin (Rabu, 3/6/2009), Prita Mulyasari dibebaskan dari LP Wanita Tangerang semenjak masuk sel pada tanggal 13 Mei 2009. Sebelumnya dia dimasukkan sel setelah Kejaksaan Negeri Tangerang menjeratnya dengan Pasal 27 (3) UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Prita dijadikan tersangka pencemaran nama baik RS Omni Internasional, Alam Sutera, Tangerang setelah menulis keluhannya lewat internet. Kalau terbukti bersalah dia diancam dengan pidana hingga 6 tahun penjara. Prita "beruntung" karena kasus menjadi pusat perhatian publik. Tak kurang dari 10.000 Facebooker mendukung pembebasannya. Ini merupakan bentuk solidaritas sosial yang luar biasa.Sekalipun melalui saluran maya, tak kepalang menimbulkan opini yang layak diperhitungkan oleh aparat kejaksaan. Apalagi Dewan Pers juga memberi dukungan kepada Prita. Iklim politik juga berpihak pada Prita. Setidaknya dua capres tampil menjadi "pembela" Prita. Beberapa kalangan menilainya demi citra politik jelang pilpres 8 Juli 2009.Kemarin siang, Megawati didampingi putrinya, Puan Maharani, Sekjen PDIP Pramono Anung dan Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo membesuk Prita Mulyasari di LP Tangerang. Adalah capres Jusuf Kalla yang memberi jaminan pembebasan Prita. Alhasil, sekitar pukul 16.00 atau sejam setelah kunjungan Megawati pada sekitar pukul 15.00 Prita pun menghirup udara bebas.Sudah selesaikah urusan Prita? Belum, tentu saja. Pertama, Prita sendiri hanya dibebaskan dari sel tahanan di LP Wanita Tangerang, tetapi belum bebas dari status sebagai tersangka. Prita hanya berubah dari status titipan kejaksaan di dalam sel menjadi status tahanan kota. Bahkan hari ini Prita rencananya akan menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Tangerang.Jaksa Agung sendiri kemarin mengakui bahwa kasus Prita sudah dilimpahkan ke pengadilan. Menurut Jaksa Agung Hendarman Supandji penahanan Prita kini menjadi tanggung jawab pengadilan. Kedua, selama Prita--seorang ibu dengan dua putra-belum dibebaskan dari semua tuduhan, nasib serupa boleh jadi masih akan mengancam pada Prita-Prita yang lain.Ancaman hukuman yang dialamatkan ke Prita membuat publik khawatir untuk menyatakan pendapatnya berkenaan dengan kekecewaannya atas pelayanan yang diberikan lembaga-lembaga pelayanan umum. Padahal, apatah ada lembaga-lembaga pelayanan umum sejak sekolah, rumah sakit, transportasi, perbankan, keamanan, pemerintahan, yang tidak pernah mengecewakan publiknya?Mencemarkan Nama Baik?Seperti banyak diberitakan, Prita ditahan karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional lewat internet. Kasus ini bermula ketika Prita mengirimkan e-mail sebagai surat pembaca ke sebuah media dotcom dan kemudian dia kirimkan pula kepada teman-temannya.E-mail itu berisi mengenai keluhannya terhadap RS Omni Internasional yang sempat merawatnya. Seperti biasanya, e-mail serupa selalu bergerak dari satu e-mail ke e-mail dan akhirnya menyebar ke publik lewat milis-milis. Pertanyaannya, apakah Prita benar-benar melakukan pencemaran terhadap RS Omni Internasional?Jika melihat isi e-mailnya berupa surat pembaca di sebuah media dotcom kemudian kita menganalisisnya dengan metode analisis wacana (discourse analysis), tampaklah di dalam e-mail-nya itu adalah narasi dalam bentuk keluhan yang lazim dialami oleh seseorang yang mengalami kekecewaan atas pelayanan. Dalam e-mail-nya itu Prita hanya menggambarkan pengalamannya bersinggungan dengan RS Omni Internasional. Isinya adalah keluhan demi keluhan yang dialami.Sifat tulisannya pun cenderung deskriptif belaka. Siapa pun akan melakukan hal sama dengan Prita jika mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan. Untuk sekadar diketahui bahwa analisis wacana (discourse analysis) adalah sebuah teknik menganalisis naskah (dalam hal ini dalam bentuk tulisan e-mail yang dibuat Prita) yang bertujuan menemukan "jalan pikiran" yang terdapat dalam naskah yang dianalisis.Melalui proses pemaknaan atas bagian demi bagian dari naskah yang dianalisis dan menghubungkan antarmakna yang timbul dari setiap bagian, kita selaku analis bisa menyimpulkan "jalan pikiran" yang dikandung pada sebuah naskah. Tentu saja, setiap pembuatan sebuah naskah (wacana) seperti dilakukan Prita adalah versi si pembuatnya. Karenanya kedudukannya merupakan versi pembuatnya, ada dua konsekuensi yang mesti kita pahami bersama.Pertama, hendaknya sebuah versi wacana dipahami dari sudut pandang si pembuatnya. Jika yang bersangkutan membuat wacana itu tanpa fakta dan data, bolehlah dia disebut berbohong bahkan mencemarkan nama baik. Tetapi jika yang bersangkutan masih mengacu pada fakta dan data, tidak bisa dikatakan sepenuhnya berbohong, melainkan hanya mengungkapkan data dan data menurut versinya sendiri.Itulah yang namanya versi. Justru karena versi itulah terbuka peluang versi yang lain. Inilah konsekuensi kedua. Hendaknya sebuah versi wacana dijawab dengan versi lain. Hanya wacana yang fakta dan datanya lengkap dan akurat itulah yang mesti dimenangkan. Hal ini pula sebaiknya yang menjadi salah satu acuan dalam proses pengadilan dalam menghakimi wacana vs wacana.Memang RS Omni Internasional telah membuat wacana versinya sendiri dalam bentuk hak jawab beserta iklan. Namun sayangnya langkah hukum masih tetap diambil. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Masalah telah berkembang ke mana-mana dan telanjur masuk ke ranah hukum. Sementara opini publik sepertinya berpihak pada Prita.Komunitarian vs LibertarianBenar, sepertinya semua opini publik seakan-akan -karena didukung oleh media massa-berada di belakang Prita. Dalam mengungkapkan informasi, Prita diasosiasikan telah melakukan komunikasi dengan prinsip etika komunitarian. Bahwasanya, apa yang dia sampaikan ditafsirkan sebagai upaya untuk kepentingan orang banyak.Coba tengok kalimat pertamanya dalam tulisan e-mail di surat pembacanya itu: "Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lain. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan titel internasional karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan."Dalam kalimat ini jelas Prita mencoba mewakili kepentingan publik, kemaslahatan semua orang. Sebagai kebalikan dari etika komunitarian adalah etika libertarian. Etika ini dipakai oleh mereka yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya. Kebebasan yang ditampilkan tak lebih sebagai upaya mengamankan kepentingan sendiri dan kelompoknya saja.Salah satu ciri dari penggunaan etika ini dalam berkomunikasi pada penonjolan individualisme, pada kebersamaan. Kendati demikian, dan misalnya masuk ke babak persidangan, di pengadilan kedua belah pihak masih terbuka menempuh jalan perdamaian. Jika jalan ini yang dipakai, selanjutnya adalah pelurusan opini; terutama oleh RS Omni Internasional.Pihak RS berpeluang untuk mengedepankan wacana menurut versinya sendiri atas kasus yang menimpa Prita. Bila versi RS lebih kuat dalam data dan fakta ketimbang versi Prita, niscaya publik mampu menilainya. Kita tunggu perkembangan selanjutnya.(*)Ibnu HamadDosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia

Tidak ada komentar: