Jumat, 17 Juli 2009

SBY dan Beban Keadilan

17/07/09 20:44
SBY dan Beban Keadilan
Ahluwalia
Susilo Bambang Yudhoyono
[inilah.com/Wirasatria]

INILAH.COM, Jakarta – Pemilu presiden dengan aneka pernik masalah dan isu kecurangannya dipastikan segera usai. Mereka yang menang gembira dan yang kalah kecewa. Tapi siapa pun pemenangnya, ada 120 juta orang miskin yang menderita dan belum tersentuh keadilan sosial. Apakah harapan rakyat kepada presiden mendatang?

Persoalan klasik namun tetap krusial yang harus segera dihadapi adalah soal Pancasila, ideologi yang dimarginalkan oleh para elit bangsa ini sendiri. Demokrasi kini sudah jadi industri, pemilu juga bagian dari industri itu. Tapi Pancasila bukanlah barang jadi.

Pancasila jelas berpihak sepenuhnya kepada tegaknya keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. “Namun, ironisnya keadilan itu pulalah yang telantar selama sekian dasawarsa,” ungkap cendekiawan Muslim, Prof Ahmad Syafii Maarif.

Menurut Buya Syafii, yang paling bertanggung jawab atas terjadinya ini semua, sudah tentu para elit bangsa yang telah lama mati rasa. '”SBY harus mampu mengatasi soal kemiskinan dan keadilan,” tegasnya.

Prof Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengingatkan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila telah tergusur oleh perilaku politik dan ekonomi mereka yang berada di puncak piramida kekuasaan, yang dipertahankan secara tamak, kasar, dan tanpa malu.

Buya Syafii melihat, kekuasaan tanpa visi moral-transendental pasti akan membutakan hati dan membelenggu akal sehat. Inilah di antara sumber utama mengapa bangsa ini masih harus tertatih-tatih dalam menentukan corak masa depannya di tengah-tengah persaingan global yang ganas.

Karena itu, ungkap Buya Syafii, bangsa kita harus membebaskan diri dari kebanggaan demokrasi prosedural dan teknikal semata, tanpa menghadirkan substansi sistem ini yang secara nyata dalam kehidupan kolektif kita, berupa pemihakan total kepada kepentingan umum.

Dalam hal ini, para elit penguasa harus peduli dan komit kepada kepentingan rakyat. Khususnya kepada mereka yang masih berada di lingkungan marjinal yang jumlahnya puluhan juta, tersebar di seluruh Nusantara, dari perkotaan sampai ke kawasan pulau-pulau terpencil yang belum kenal cahaya listrik.

SBY terkenal dengan kesantunannya dalam berpolitik. SBY selaku presiden terpilih, harus memihak kepentingan rakyat yang paling lemah dan miskin. “Itulah keadilan sosial. SBY tak boleh memihak ke pasar modal dan kelas menengah ke atas, tapi harus berpihak ke rakyat paling miskin dan lemah,” kata Prof Abdul Munir Mulkan, guru besar UIN Sunan Kalijaga dan anggota Komnas HAM.

Memang SBY menghadapi keruwetan dalam membentuk kabinet professional, sebab tidak mungkin SBY begitu saja meninggalkan mitra koalisinya. Apalagi, sepanjang kampanye, para petinggi partai mitra koalisi secara bergiliran diajak serta dalam rombongan besar kampanyenya.

Tapi SBY harus membentuk kabinet kerja yang profesional (zaken kabinet) itu, guna memihak dan menolong rakyat bawah yang miskin dan lemah, bukan sebaliknya. Ada 120 juta orang miskin menurut data Bank Dunia, dengan pendapatan dua dolar per hari atau kurang dari itu. “SBY harus mewujudkan keadilan sosial untuk menjaga integritas nasional,” kata Ahmad Syfaii Maarif. [P1]

Tidak ada komentar: