Selasa, 13 Oktober 2009

Optimalisasi Potensi Laut Melalui Sistem Informasi

Jumat, 09/10/2009 18:02 WIB
Optimalisasi Potensi Laut Melalui Sistem Informasi
Uta Ulin Nuha - suaraPembaca

/detikcom
Jakarta - Sail Bunaken 2009 adalah event kegiatan sail terbesar tahun 2009 dan merupakan suatu kegiatan kerja sama antara Departemen Perikanan dan Kelautan, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan Angkatan Laut Republik Indonesia. Serta didukung oleh Direktorat Jenderal Imigrasi serta badan pemerintah lainnya.

Diadakan di Kota Manado dan Kota Bitung pada tanggal 12 s/d 19 Agustus 2009, Sail Bunaken 2009 ini bertujuan untuk menggalang opini dunia dan sebagai penegasan bahwa Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia yang memiliki potensi kelautan luar biasa dan memiliki kekuatan maritim yang dapat dibanggakan. Selama ini Indonesia dengan potensi kelautannya masih belum dipromosikan menjadi sumber ekonomi bagi kesejahteraan rakyat secara optimal serta menjadi sumber ekonomi nasional yang signifikan.

Memang, sejak dahulu kala Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan luasnya lautan yang dimiliki banyak potensi kekayaan laut yang dapat kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Saat ini tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah lautan. Di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Banyak sekali kekayaan laut yang dimiliki negara kita.

Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah lainnya atau pun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang giat dikembangkan saat ini.

Terdapat 7,5% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budi daya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi produksi 47 ton/tahun.

Selain itu lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta per tahun.

Secara keseluruhan nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi perairan Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dolar AS per tahun. Hampir 70% produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut.

Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta ton kekayaan laut Indonesia yang dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya masih banyak potensi kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.

Akan tetapi kita ketahui bahwa kekayaan yang begitu melimpah ini belum termanfaatkan secara maksimal. Di satu sisi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan lautnya yang melimpah. Tetapi, di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Mereka kebanyakan hanya bekerja sebagai buruh nelayan dengan bagi hasil yang minim. Sementara sumber daya ikannya sudah menipis akibat over fishing. Di bidang industri para nelayan Indonesia pun masih miskin dan tertinggal dalam perkembangan teknologi kelautan yang menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan laut. Kemiskinan yang menyelimuti mereka disebabkan oleh sistem yang sangat menekan seperti pembelian perlengkapan untuk menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir, karena jika melalui bank, prosesnya berbelit-belit dan terlalu birokratif.

Sebenarnya apa yang salah dari pengelolaan laut Indonesia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemanfaatan laut sebagai potensi bangsa yang dahsyat itu terabaikan di antaranya yaitu lemah pengamanan, lemah pengawasan, dan lemah koordinasi dari negara. Sebenarnya Indonesia memiliki Maritime Surveillance System (sistem pengamatan maritim) pada sebuah institusi militer yang domainnya memang laut.

Maritime Surveillance System dititikberatkan pada pembangunan stasiun radar pantai dan pemasangan peralatan surveillance di kapal patroli, untuk kemudian data-data hasil pengamatan dari peralatan yang terpasang tersebut dikirim ke pusat data melalui media komunikasi data tertentu untuk ditampilkan sebagai monitoring dan untuk diolah lebih lanjut. Karena itu, sistem ini lebih cenderung berlaku sebagai alat bantu penegakan keamanan di laut, meski sangat mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai alat bantu pertahanan.

Dari informasi tersebut, semakin meyakinkan kita bahwa sesungguhnya kita sendiri mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri akan sebuah sistem yang kompleks dan rumit, yang sebelumnya dinilai hanya bisa dikerjakan oleh tenaga asing. Seorang pakar IT diharapkan bisa membangun sebuah sistem yang mampu membangun lingkungan kelautan nasional.

Tentu saja ini sistem yang besar. Sangat besar bahkan. Baik dari sisi institusi yang akan terlibat maupun cakupan sistemnya. Sistem ini harus informatif, yaitu harus memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi kelautan nasional.

Baik dari sisi sumber daya laut yang kita miliki, keadaan perairan, cuaca, kejadian penting di laut (accident maupun incident), tanda-tanda navigasi laut yang sangat membantu bagi kapal berlayar di lautan kita, dan segala informasi mengenai laut lainnya. Semacam pusat data kelautan nasional di mana idealnya hendak mencari data apa saja tentang kelautan bisa ditemukan pada sistem ini.

Mengerjakan sistem ini seorang diri, mulai dari penyusunan blue-print pengembangan sistem, pembangunan dan implementasi sistem di lapangan, adalah hal yang mustahil
dilakukan. Bagaimanapun, ini membutuhkan kerja tim dari berbagai disiplin ilmu. Sehingga, dibutuhkan kerjasama antar pakar IT dan pakar-pakar yang lain untuk
membangun laut Indonesia.

Para pakar tersebut dituntut untuk memiliki kesadaran dan kepedulian yang sama terhadap nasib laut dan kelautan nasional kita dengan segala problematikanya ini. Jika tidak, dikhawatirkan anugerah dahsyat yang kita miliki akan menjadi surga bagi orang asing, berkah bagi mereka yang tak berhak (ilegal), dan incaran bangsa lain untuk diambil (baca: direbut, dicaplok) sedikit demi sedikit.

Tentunya kita tidak menghendaki hal itu terjadi. Maka sangat penting adanya pemahaman dalam diri pakar IT bahwa sesungguhnya laut adalah anugerah dari Allah SWT untuk dimanfaatkan oleh seluruh umat, sehingga membutuhkan manajemen yang baik.

Sayangnya, orientasi para tenaga IT saat ini tidak lain adalah uang, uang, dan uang. Mereka tergiur akan peluang bisnis outsourcing IT yang sedang merebak, dan mirisnya, mereka bekerja untuk asing dengan alasan, gaji yang ditawarkan sangat tinggi. Dan hal itu didukung oleh negara kita yang tidak memiliki kebijakan kelautan, yaitu kebijakan mengelola sumber daya laut secara terpadu dibawah koordinasi Negara. Jika Indonesia saja tidak mengerti visi dan paradigma pembangunan laut ini akan dibawa ke mana. Bagaimana seorang pakar dapat paham akan hal tersebut?

Dalam Islam, visi pembangunan laut berdasarkan atas aqidah Islam; bahwa air dan semua sumber daya yang terdapat di dalamnya adalah milik umat, dan itu semua harus dikelola oleh negara untuk hasilnya dikembalikan kepada umat dan bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan mereka.

Dalam HR. Ahmad disebutkan: 'Manusia berserikat dalam 3 hal, padang rumput (hutan), air, dan api (energi)'. Tentu kita semua sangat berharap para pakar serta pemimpin negeri ini bisa memahami kondisi kelautan Indonesia yang belum teroptimalkan potensinya, sehingga negara akan besegera mengelola laut dengan membuat Ocean Policy yang strategis dan tegas demi kesejahteraan masyarakat, dan mengarahkan serta memberikan pemahaman yang benar kepada para pakar IT untuk berkontribusi, dan berinovasi, mengaplikasikan ilmu mereka dalam mengelola laut Indonesia.

Dan tidak lupa juga, dibutuhkan kesinergisan dari banyak pihak (institusi) yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam pengembangan kelautan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, agar manajemen pengelolaan laut ini dapat berhasil dengan optimal.

Institusi tersebut di antaranya DKP, Departemen Perhubungan khususnya Dirjen Perhubungan Laut, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kehutanan, Departemen Pariwisata dan Budaya, Departemen Perdagangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Bea Cukai, Pelindo, TNI AL, Kepolisian RI, Kejaksaaan, dan sebagainya.
Uta Ulin Nuha
Sendowo G 56 Sleman Yogyakarta
hti.sainstek.ugm@gmail.com
08995196889(msh/msh)

Tidak ada komentar: