Sabtu, 17 Oktober 2009


SBY DAN AGENDA ASEAN RAYA

Selamat kepada Presiden Yudhoyono, Wapres Boediono dan Kabinet Indonesia Bersatu Jilidd II yang telah siap dengan agenda 100 hari dan program 5 tahun. Sehari setelah dilantik, 23 Oktober Presiden harus memimpin delegasi RI ke KTT ASEAN di Hua Hin. Agenda utama SBY adalah meneguhkan posisi Indonesia sebagai jangkar stabilitas dan nakhoda pengarah ASEAN RAYA. Ditengah pergolakan geopolitik munculnya China, India dan Indonesia sebagai pelaku global. Orang mulai berbicara tentang Chindia, Chindonesia, disamping BRIC yang mestinya bisa menjadi BRICI Istilah BRIC yang dicetuskan oleh ekonom Goldman Sachs dikukuhkan oleh para pemimpin keempat negara Brazil, Rusia, India dan China dalam KTT di Yekaterinburg 16 Juni 2009. Korps diplomatic sudah mengotak atik mutasi BRIC menjadi BRICI (Indonesia masuk) atau BRICM (plus Mexico), BRICK (Korea) BRICKSA( BRICK plus Afrika Selatan). Semua negara dalam akronim itu sudah menjadi anggota G20 bagian dari 10 Emerging Market diluar G8. Karena itu Presiden harus mengkonsolidasi kekuatan Indonesia Inc. Sepulangnya dari KT T ASEAN, Presiden akan membuka suatu Summit politik ekonomi bisnis sosial pada 29-30 Oktober mengajak mitra bisnis dan civil society non-bisnis mensukseskan misi dan visi KIB II, melanjutkan pembangunan setelah ”normalcy” ekonomi global..

The Economist 3 Oktober 2009 mengutip CEO Pimco Mohamed El –Erian , perusahaan pengelola obligasi terbesar sedunia yang mewakili US$ 840 milyar dana pensiun universitas tentang ”normalcy” yang rawan. Belum normal dalam arti sesungguhnya sebelum krisis. Akar krisis merupakan konsekuensi logis dari deregulasi sektor kredit perumahan di AS. Dua undang undang, The Monetary Control Act 1980 dan Garn-St.German Act 1982 membuka peluang kredit perumahan dengan jaminan rumah yang sedang dicicil itu. Praktis tidak ditelusuri apakah debitor punya penghasilan (Income), pekerjaan (job) dan assetsnya adalah rumah yang akan dicicil itu, yang notabene bukan dan belum menjadi asset si debitor. Inilah yang disebut kredit ninja (no income, no job , no assets). Pada 2007 kredit perumahan membengkak menjadi 138% dari disposable income, pendapatan yang bisa disisihkan oleh masyarakat AS. Pada tahun 1982 property masyarakat AS maih bernilai 106% dari PDB dan utangnya kurang dari 50% jumlah tsb.

Tsunami keuangan yang ditimbulkan oleh krisis subpreme itu pada awal 2009 telah memaksa pemerintah negara negara maju membenamkan US$ 432 milyar tambahan modal pada perbankan mereka dan menjamin utang US$ 4,65 triliun. AS sekarang memiliki 14% saham “Citigov” (plesetan dari Citigroup). Sedang Pemerintah Inggris menguasai 43% saham Lloyds Banking Grup serta 70% Royal Bank of Scotland (RBS) yang telah menguasai ABN Amro, yang cikal bakalnya lahir dari Hindia Belanda dulu.

Sementara di Tiongkok, pembangunan ekonomi yang pesat dalam sistim authoritarian satu partai ternyata juga memperlihatkan gejala kolusi para gangster Triad merangkap jadi atau sekongkol dengan elite partai. Di Chongqing Gubernur Bo Xilai mantan menteri perdagangan, menyeret Peng Changjian, ke pengadilan atas dakwaan korupsi. Mengekspose 65 mobil mewah mirip armada limousine yang digunakan Yakuza di Jepang dan mafia Chicago New York. Premanisme yang sama juga menggejala di Rusia, dengan politisi , birokrat, preman terjalin dalam saling peras saling backing tanpa etika. Dimensi moral agak ketinggalan dari cepatnya modus dwifungsi politik dan bisnis menggurita di pelbagai negara berbasis authoritarian system. Yang belum sempat tuntas menjadi rezim demokratik yang effektif Trias Politikanya, Kita di Indonesia tidak sepenuhnya imun dari gejala gang Chongqing, Yakuza ataupun nomenklatura Kremlin.

Di Malaysia, partai berkuasa UMNO baru saja menggelar Kongres yang menekankan perlunya menjadi nation state yang SATU. Karena ternyata politik perkauman, ethnicity politik yang mengacu pada diskrimnasi rasial dan affirmative action untuk Melayu telah menimbulkan distorsi, diskriminasi dan akhirnya menghilangkan meritokrasi untuk menciptakan suatu Malaysia yang unggul. Malaysia sedang berada pada titik nadir proses nation building karena terlalu lama menerapkan affirmative action yang bertiwikrama menjadi ”semi-apartheid” bagi kelompok non bumiputera. Juga pengaruh ”Jamaah Islamiyah Noordin Top” menghantui situasi konflik internal Malaysia. Hanya suatu semangat kebersamaan ASEAN RAYA bisa mengentaskan ASEAN secara kolektif dari gerilya politik JI kawasan Asia Tenggara.

Kepemimpinan SBY sebetulnya sangat diharapkan untuk memulihkan kesatuan dan persatuan ASEAN meninggalkan warisan politik etnisitas yang mengacu kepada akar rasial dan etnis yang mengakibatkan ASEAN bisa terpecah belah, tidak berssatu padu lagi. Pemikiran dikotomi atau trikotomi ASEAN atas dasar ras, etnis dan agama hanya

Akan melemahkan kerjasama ASEAN. Masalah krusial bagi ASEAN adalah bagaimana melakukan de-konstruksi politik semi-aparttheid yang diwariskan oleh kolonialisme Eropa dalam sistem politik lokal Asia Tenggara. ASEAN yang sekuler, pluralis dan toleran, akan menjadi pool, magnet yang menarik modal dan talenta berbakat untuk meningkatkan profil dan posture ASEAN sebagai ASEAN Incorporated yang bisa bersaing setara dengan China, India, Korea dan Jepang. Jika anggota ASEAN bergerak sendiri sendiri, tentu hasilnya tidak akan se-efektif dan se-energik seperti jika ASEAN bisa memobilisasi seluruh kekuatan secara proaktif dan kreatif.

Konflik bilateral Indonesia Malaysia sebetulnya tidak perlu diperbesar dengan gaya remaja puber putus sekolah. Sejak 1945 sebetulnya sudah ada pendekatan bahwa Malaya (waktu itu Malaysia belum lahir) lebih baik bergabung saja dengan Indonesia. Hanya karena dua wilayah ini dijajah oleh kekuatan kolonial yang berbeda, maka terjadi perpisahan antara Sumatra dan semenanjung Malaya. Selama 6 tahun sejak merdeka tahun 1957 nama yang dipakai adalah Federasi Malaya .Istilah Malaysia baru dipakai sejak peresmian Federasi Malaysia 16 September 1963 yang menggabungkan Malaya dengan Sabah, Serawak dan Singapura. Tapi tidak sampai dua tahun, pada 9 Agustus 1965 Singapura memisahkan diri menjadi negara kota berdaulat keluar dari Malaysia. Begitu juga Brunei menjadi kesultanan merdeka diluar Malaysia.

Rivalitas Bung Karno dan Tengku Abdulrahman yang tercermin dalam konfrontasi Indonesia Malaysia 1963 diakhiri tahun 1966 oleh Soeharto dan Tun Abduk Razak

Yang kemudian mendirikan ASEAN pada 1967. Setelah konfrontasi berakhir, Malaysia justru dilanda kerusuhan rasial terburuk 13 Mei 1969. Etnis Tionghoa dan Melayu berkonfrontasi dengan korban berdarah. Melahirkan kebijakan affirmative action yang terus berlanjut bahkan hingga detik ini. Faktor emosi primordial dan infiltrasi JI menambah amunisi yang memelihara faktor SARA ini sebagai kelemahan Malaysia dan ASEAN. Sehingga tidak bisa mentas tuntas terang menuju suatu pengelompokan regional yang lebih solid seperti Uni Eropa. Indonesia yang telah menyelesaikan masalah etnisitas dengan jiwa kenegarawanan besar sejak Presiden Gus Dur hingga UU Kewarganegaraan era SBY mempunyai peluang untuk benar benar menjadi pemimpin ASEAN,. Menggerakkan ASEAN sebagai suatu ASEAN Raya yang berbobot dalam konstelasi baru dunia era G20-

Tidak ada komentar: