Kamis, 15 Oktober 2009

SBY Tiru Gaya Soeharto dan Obama

Rabu, 14 Oktober 2009 - 17:39 wib
Lamtiur Kristin Natalia Malau - Okezone
Presiden SBY (Foto: Daylife)

JAKARTA - Sebagai Presiden terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan dilantik pada 20 Oktober 2009. Setelah itu, SBY akan mengumumkan siapa saja yang akan menjadi pembantunya dalam kabinet 2009-2014.

Otomatis, hari-hari menjelang pelantikan Presiden menjadi puncak ketegangan beberapa orang yang percaya diri akan ditelepon SBY untuk melamar mereka menjadi menteri. SBY bahkan sudah mengungkapkan bahwa dia akan memanggil orang-orang terpilih pada akhir pekan ini ke kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Panggilan SBY bukan sembarang panggilan. Sama seperti yang dilakukan pada 2004 lalu, saat kali pertama terpilih sebagai Persiden pilihan rakyat. SBY akan langsung menelepon 34 orang yang lolos seleksi. Bukan melalui ketua partai, ataupun menyuruh orang kepercayaannya untuk menghubungi sang calon menteri.

Mengapa SBY memilih cara seperti itu? Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Tjipta Lesmana menilai, cara tersebut dilakukan karena SBY tak mau terjebak dalam bargaining dengan para pimpinan partai politik. Lebih dari itu, ternyata SBY juga mencontek metode yang dilakukan mantan Presiden (Alm) Soeharto. Simak hasil lengkap wawancara okezone dengan Tjipta tentang hari-hari menegangkan para calon menteri yang menanti telepon dari Cikeas.


SBY akan menelepon para calon menteri dan meminta datang ke Cikeas?

Loh, mereka sudah ada yang ditelepon. Bukan akhir pekan ini. Kemarin (Selasa 13 Oktober 2009) sudah ada yang ditelepon.


Siapa saja yang ditelepon?

Wah, saya tidak bisa sampaikan. Tapi yang jelas saya tahu langsung dari orang dekat SBY.

Sebelum menelepon kan SBY juga pasti sudah mempelajari, berbulan-bulan. Ini hanya puncaknya.


Kenapa menelepon langsung?

Saya tidak tahu alasan persisnya. Tapi yang jelas, menurut saya itu cara yang paling tepat. Mereka kan calon pembantu Presiden, SBY mau interaksi langsung. Kalau misalnya SBY menelepon, katakanlah Ical (Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie), dan bilang mau menjadikan si "X" sebagai menteri. Pasti akan ada pertimbangan-pertimbangan dari ICal yang nanti akan menjadikan itu politik dagang sapi.

Soeharto juga begitu. Dia menelepon langsung calon menterinya. Waktu 2004, SBY juga melakukan hal yang sama. Jangankan itu, Obama juga. Dia pelajari dulu semua, termasuk mempertimbangkan second opinion.


Tapi semua yang ditelepon kan harus menjawab atas restu ketua umum partai?

Nggak begitu. Siapapun yang dihubungi pasti bersedia. Misalnya si "X" dari satu partai kalau dihubungi pasti dia akan melapor ke ketua umumnya. Kalaupun ketua umum partai tidak setuju, pasti dia akan nyelonong. Ingat kejadian Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy. Gus Dur pernah bilang kalau Lukman Edy bukanlah perwakilan PKB di pemerintahan (karena saat itu tengah pecah konflik antara PKB versi Gus Dur dan Muhaimin Iskandar).


Apa ada kemungkinan calon menteri menolak permintaan Presiden?

Bisa jadi. Umumnya yang tidak bersedia itu karena persoalan posisi yang ditawarkan. Misalkan si "X" dari PKS, kalau ditawari posisi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, pasti kecewa dan pasti bilang, Oh, maaf Pak, kalau di posisi itu saya tidak bersedia menerima tawaran Bapak. Posisi itu kan sama saja dianggap menghina.

Karena itu, Presiden juga harus menyiapkan nama cadangan jika calon yang dihubungi ternyata tidak bersedia. Pastinya dari partai yang sama.

Tapi pastinya SBY stres berat. Banyak deal politik yang harus dipenuhi. Itu harga mati. PKS saja minta empat kursi, minimal tiga. Kita tahu pressure dari PKS sangat keras. Misalnya saja mereka minta supaya Hidayat Nurwahid dijadikan Menkokesra. Itu kan bentuk kekecewaan mereka karena tidak dapat jatah kursi pimpinan MPR. Jadi, bohong kalau SBY itu tidak tertekan.

(lam)

Tidak ada komentar: