Jumat, 23 Oktober 2009

Bandingkan Pembatalan Calon Menteri Obama dan SBY
Tri Mulyono
| 23 Oktober 2009 | 10:56
Sebarkan Tulisan:

SAYA mencoba membandingkan hiruk-pikuk pembatalan kandidat menteri dalam kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden AS Barack Obama.

Hiruk-pikuk pembatalan calon menteri juga dialami Obama dalam penyusunan kabinet begitu dilantik 20 Januari lalu. Salah satu pos menterinya juga sama, yakni bidang kesehatan.

Obama membatalkan pencalonan menteri kesehatan dan layanan masyarakat, Tom Daschle, dan Senator Republikan Judd Gregg sebagai Menteri Perdagangan.

Nila Djuwita Moeloek Nila Joewita Moeloek

Bedanya Obama kemudian mendapat pujian sementara SBY kini menuai kritikan.

Daschle batal menjadi menteri hanya karena lalai membayar pajak terutang senilai US $ 128.203 berikut bunga sebesar US$11.964 selama periode 2005-2007. Sementara Gregg mundur karena berbeda pendapat soal stimulus ekonomi.

Lalu apa yang salah dengan langkah SBY? Menurutku adalah karena SBY tidak berani berterus terang. Simak lah simpang siur jawaban kubu Istana setelah pencalonan Profesor Nila Djuwita Moeloek dibatalkan. Berita pertama beredar karena Nila tidak lulus tes kesehatan. Berita lain, juru bicara kepresidenan Dino Patti Djalal menyebut Nila lebih pas di pos lain. Belakangan SBY berbasi-basi, Nila punya keunggulan tetapi tidak memenuhi kriteria “the right person, on the right place, in the right time”.

Lalu alasan apa yang benar? Mengapa tidak meniru langkah Obama. Ia segera mengumumkan alasan pembatalan kandidat secara terbuka. Dan publik selanjutnya malah memuji keputusan Obama. Obama bisa berkilah pembatalan nominasi kandidat menteri untuk jabatan di kabinetnya, merupakan pertanda dari tingginya standar moral bagi anggota pemerintahannya.

Seharusnya SBY juga bisa memberikan jawaban tegas sejak awal bahwa pembatalan nominasi Nila merupakan pertanda bahwa pemerintah menganut kriteria “the right person, on the right place, in the right time”.

Kini publik keburu tidak percaya alasan SBY soal “the right person”. Publik keburu berspekulasi ada alasan lain tersembunyi.

Tidak ada cara lain bagi SBY untuk menghilangkan spekulasi kecuali menyampaikan alasan sebenar-sebenarnya. Kalaupun alasan sebenarnya memang soal kriteria “the right person, on the right place, in the right time”, maka cukuplah kontroversi itu sampai di sini. Pemerintah harus mengakhiri kontroversi dengan jangan membuat kontroversi. Selamat bekerja Pak SBY. Lanjutkan !

Tidak ada komentar: