Jumat, 23 Oktober 2009

Berita Utama
24 Oktober 2009
SBY Ingin Bertemu Nila
JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Nila Djuwita Moeloek agar kesimpangsiuran mengenai pos menteri kesehatan tidak berkembang lebih jauh.

Hal tersebut disampaikan Presiden Yudhoyono dalam pidato pengantarnya pada Sidang Kabinet yang berlangsung di ruang rapat utama Sekretariat Negara Jakarta, Jumat pagi.

“Sekali lagi konsep the right person on the right place, in the right time, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detil dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa.

Dan kemudian saya juga berkomunikasi melalui Pak Hatta Rajasa, dan kemudian saya sendiri, dan Insya Allah saya akan bertemu langsung kepada beliau,” kata Presiden.

Kepala Negara mengatakan, ia berharap dalam komunikasi nanti dengan Nila dapat memperjelas kondisi yang ada.

“Masing-masing punya titik kuat oleh karena itu saya minta rakyat memahami, beliau punya kelebihan, punya peran yang besar, dan saya pun berharap dalam komunikasi saya, masih bisa mengemban tugas di wilayah lain yang tidak kalah mulianya, yang belum tentu kita bisa melaksanakan seperti itu,” katanya.

Presiden menambahkan, “sampai sekarang saya masih menghormati beliau. Beliau memiliki kelebihan, memiliki ekspertise, memiliki peran yang juga besar.

Ini kalau saya harus terus terang, tahun 2004 pun saya ingin mengajak beliau waktu itu untuk bersama di kabinet”.
Namun demikian saat itu, kata Kepala Negara, Nila dipandang memiliki kemampuan yang lebih sehingga lebih tepat untuk bidang lain.

“Kemudian dalam proses seleksi, memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu -dua titik yang menurut penilaian saya, tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu,” tegasnya.

Lebih lanjut SBY menegaskan, Menkes Endang juga menjalani tes kesehatan dan proses yang berlangsung seperti para menteri lainnya. “Di luar saya dengar masih ada diskursus soal Bu Endang, katanya nggak ikut tes dan tiba-tiba dicomot,” ujar SBY dalam pidato pengantar rapat kabinet perdana.

Endang, imbuh SBY, melalui proses-proses yang juga dialami calon menteri yang lain, wawancara serta pemeriksaan kesehatan. “Memang saat itu sudah tidak ada wartawan. Lalu juga tes kesehatan lagi dan check up untuk mengetahui kondisi awal. Jadi nggak benar kalau beliau nggak mengikuti tahapan seperti yang lain. Semua melaluiproses sudah berlangsung berhari-hari sebelumnya,” jelas SBY.

Dari ratusan riwayat hidup (CV) yang diterima, untuk calon Menkes, ada 9 riwayat hidup yang diterima. “Jadi bukan tiba-tiba,” tandas SBY.

Sudah Diincar

Presiden SBY diduga sudah mengincar Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan menggantikan Siti Fadilah Supari.
Namun karena sadar hal itu akan menimbulkan resistensi, maka SBY berputar dulu seolah-olah ingin menunjuk Nila Djuwita Moeloek.

”Setelah itu SBY memiliki alasan untuk mendepak Nila dengan mengatakan tak lolos tes kesehatan karena tidak kuat menahan stres,” kata Koordinator Tim Non Medis Medical Emergency Rescue Comittee (Mer-C), Nur Salim, dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Jumat (23/10).

Mer-C melihat adanya keganjilan terkait batalnya dokter spesialis mata itu masuk jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II. Kabar yang beredar menyebutkan istri mantan Menkes Prof Farid Anfasa Moeloek tersebut termasuk salah satu dari beberapa calon menteri yang tidak lolos tes kesehatan.

Presidium Mer-C Jose Rizal Jurnalis juga tak percaya jika Nila dikatakan tidak kuat bekerja di bawah tekanan. ”Itu tidak mungkin, karena dia terbiasa dengan pemeriksaan mata sampai akurasi di bawah milimeter,” tandas Rizal.

Selain itu, lanjutnya, jika memang benar Nila tidak memenuhi persyaratan kesehatan, mengapa hanya dia yang batal jadi menteri.
Belakangan SBY mengatakan, Nila ingin kembali ke dunia akademis. Tapi hal itu dibantah oleh yang bersangkutan.

”Pernyataan SBY yang mengatakan Nila ingin kembali ke dunia akademis itu tidak benar sesuai pernyataan Bu Nila yang membantah itu. Universitas Indonesia perlu marah karena guru besarnya dilecehkan,” kata Nur Salim.

Namru-2

Menyinggung kontroversi kerja sama dengan Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) —unit penelitian kesehatan angkatan laut Amerika Serikat (AS), Jose Rizal menegaskan, kerja sama yang telah berakhir 16 Oktober 2009 tidak perlu diperpanjang. Pasalnya program yang diharapkan membantu Indonesia meneliti penyakit bahaya malah membawa masalah baru.

Meskipun ada sedikit keuntungan dari peneliti Indonesia karena sudah dilibatkan, tapi persoalannya pelibatan terhadap tim peneliti itu hanya sebatas pencari sampel dan pengambil sampel saja.

Tidak ada kedudukan yang strategis atau akses bagi peneliti Indonesia untuk masuk lebih dalam. ”Sekarang ini sudah banyak penyakit tidak jelas di Indonesia dan kita mencurigai penyebaran itu direkayasa,” katanya.

Diakuinya, Namru-2 penting untuk penelitian-penelitian virus. Persoalannya, vaksin hasil penelitian itu tidak dibagi untuk Indonesia tapi malah diperjualbelikan secara mahal.

Kontrak kerja sama antara Indonesia dan Namru-2 yang dijelaskan telah berakhir 16 Oktober 2009, kini akan diperbaharui dengan perjanjian civil to civil.

Hal ini persis dengan apa yang diungkapkan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih sebelum ia dilantik menjadi menteri.

”Persoalannya ini bukan penggantian Namru-2 tapi masalahnya adalah poin di dalam perjanjian itu. Kita akan dikerjain kembali, peneliti Indonesia hanya mencari sampel saja dan virus itu diperjualbelikan. Kami melihat pendukung Namru-2 itu Dino Pati Djalal dan Menkes baru,” kata dokter spesialis medan perang ini.

Sementara itu, mantan Menkeu dan politikus Partai Hanura, Fuad Bawazir menegaskan, terpilihnya menkes baru dipaksakan karena ada keinginan memperluas jumlah menteri bermazhab neolib, setelah Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Mari E Pangestu.

”Masak eselon II langsung jadi menteri, kan banyak dirjen atau irjen yang layak dipilih jadi menteri,” ujar Fuad Bawazir pada diskusi yang digelar Journalis Forum Jakarta di Hotel Sahid, kemarin.

Menurut Fuad, cara mengangkat menteri yang dipaksakan seperti itu akan merusak tatanan di pegawai negeri sipil, karena tidak melalui jenjang kepangkatan yang sudah diatur. ”Kan gak enak harus memimpin atasannya,” tegas Fuad.

Dia menilai, pemaksaan ini bentuk upaya memperluas jaringan bidang yang dikuasai orang-orang neolib. ”Jika selama ini merambah di bidang keuangan, sekarang sudah ke bidang pertahanan dengan terpilihnya Purnomo, dan bidang kesehatan dengan menteri baru ini.”

Program 100 Hari

Di tengah hujan kritik terhadapnya, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Jumat, menyatakan sudah menyiapkan sejumlah program terkait 100 hari pertama program kerjanya, di antaranya memperkuat puskesmas dan posyandu.

“Kita menyeimbangkan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Jadi rumah sakit sudah lumayan kuat. Sekarang puskesmas dan posyandunya kita perkuat lagi. Itu masuk dalam program 100 hari,” kata Endang usai sidang kabinet di ruang rapat utama Sekretaris Negara di Jakarta.

Ia menambahkan, pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat juga akan dilanjutkan dengan melakukan perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang ada selama ini. “Kita teruskan. Jamkesmas akan diteruskan, tentu kita akan lihat macetnya di mana, masalahnya di mana,” kata Menteri.

Sementara itu terkait kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat di bidang kesehatan, Endang menyatakan tetap dilakukan namun tidak dalam konsep Namru.

“Yang tetap berlangsung adalah kerja samanya. Kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat yang meliputi hal yang luas, salah satunya adalah laboratorium biomedis,” tegas dia.

Ia menambahkan, kerja sama itu untuk pengembangan vaksin, alat diagnostik, identifikasi virus atau bakteri dan lain-lain.(A20,di,ant-49,76)

Tidak ada komentar: