Jumat, 23 Oktober 2009

Sabtu, 24/10/2009 04:31 WIB
SBY-Boediono Diminta Tagih Utang Ekologis ke Negara Maju
Taufik Wijaya - detikNews

Palembang - Utang ekologis negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris, Jepang, sangat tinggi dengan Indonesia. Oleh karena itu pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, harus mampu menagih utang tersebut.

“Utang ekologis itu yang akan digunakan buat memperbaiki Indonesia yang sudah hancur, sehingga kita dapat selamat dari bencana alam terbesar dari emisi karbon, yang kini telah membawa dunia menuju kiamat,” kata Arimbi Heroepoetri dari Law Indonesia, dalam sebuah perbincangan di kantor Woman Crisis Center (WCC), Sekip, Palembang, Sabtu (24/10/2009) dini hari.

“Bukan sebaliknya pemerintahan SBY-Boediono berutang kepada negara-negara itu buat melakukan pembangunan, yang sebenarnya mendorong kerusakan ekologis di Indonesia, seperti eksplorasi minyak dan gas bumi atau sumber daya alam lainnya,” lanjut Arimbi.

Menurut Arimbi, saat ini Amerika Serikat dan negara-negara kaya lainnya, memiliki utang ekologis dengan negara-negara sumber energi seperti Indonesia minimal sebesar 15,5 miliar dolar. Utang ekologis ini didapat dari produksi karbon mereka untuk dunia sebesar 1.547.199.000 ton. Data ini berdasarkan Utang G7 1996.

“Saat ini jumlah jelas bertambah. Buktinya bencana alam di mana-mana. Suhu terus meningkat,” katanya.

“Kalau mereka membayar utang ini. Bukan hanya kerusakan ekologis yang dapat kita perbaiki, juga persoalan kemanusiaan lainnya, seperti kemiskinan dapat diminimalisir,” katanya.

Lalu, dari mana munculnya teori utang ekologis itu?

Pertama, negara-negara maju itu melakukan pencurian keanekaragaman hayati dan khazanah pengetahuan tradisional dari masyarakat adat dan petani dari negara-negara Selatan, seperti Indonesia. Misalnya jagung dari Amerika Tengah, tebu dari India, kentang dari pegunungan Andes, kedelai dari Cina, kopi dari Afrika, atau gandum dari Timur Tengah.

Kedua, utang karbon. Sebab hampir semua ilmuwan setuju jika saat ini suhu mengalami peningkatan sebagai akibat naiknya konsentrasi karbon dioksida (CO2), beserta gas berbahaya lainnya, ini sebagai pembakaran fosil minyak bumi, yang cukup tinggi di negara-negara tersebut. Dampaknya kenaikan suhu berkisar 2 derajat celcius.

“Lima negara terkaya di dunia itu telah mengonsumsi 58 persen seluruh energi yang dipakai manusia. Mereka bertanggungjawab atas 53 persen emisi karbon dioksida,” kata Arimbi.

(tw/mad)

Tidak ada komentar: