Jumat, 23 Oktober 2009

Psikotes Penyebab Prof. Dr. Nila Juwita Moeloek Gagal Seleksi
ndaru_wijaya
| 23 Oktober 2009 | 7:25
Sebarkan Tulisan:

Ketika mendengar kabar tidak lolos seleksi masuk ke kabinet, Prof dr Dr Nila Juwita F Moeloek mengaku panik. Wajar saja, karena pemberitaan di media massa sangat santer dirinya menjadi calon tunggal Menkes, apalagi dia sudah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan menjalani tes kesehatan di RSPAD (sumber :kompas.com).

“Saya batal, saya mesti bilang apa ini. Saya enggak kecewa, tapi panik itu pasti. Bagaimana yah, kalau Anda sudah siap, tiba-tiba pengantinnya enggak datang. Kita kan harus menjelaskan mengapa. Ini yang saya panik, bagaimana sikap saya kalau orang-orang bertanya ada apa,” katanya (sumber: kompas.com).

Di mata SBY Nila memiliki keunggulan di bidang yang ditekuninya. “Kemudian dalam proses seleksi, memang beliau sangat unggul di bidang yang lain, tapi ada satu dua titik yg menurut penilaian saya, tidak tepat kalau beliau saya forsir begitu, untuk menempati pos departemen itu,” kata dia (sumber: kompas.com).

“Sekali lagi konsep the right person, on the right place, in the right time, saya dua hari membahas itu. Saya menerima laporan lengkap detil dari tim uji kesehatan, termasuk kesehatan jiwa,” terang Presiden lagi (kompas.com).

Konsep the right person, on the right job, in the right time or place jelas merujuk pada tujuan utama digunakannya psikotes. Tentunya setiap kali kita akan melamar suatu pekerjaan, sesi psikotes ini tidak pernah terlewatkan. Hasil dari laporan psikotes akan menampilkan deskripsi kapasitas kepribadian dan mental individu. Hasil psikotes ini kemudian dihubungan kan dengan tuntutan dari pekerjaan (job spesification dan job description) yang akan menjadi tanggungjawabnya. Jika antara profil kapasitas psikologis individu tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tentu saja sang individu dinyatakan tidak sesuai untuk pekerjaan tersebut dengan kata lain not the right person for job.

Sebagai contoh profil psikologis karyawan seperti apakah yang cocok untuk pekerjaan marketing…?. Apakah orang dengan kecenderungan introvert lebih cocok, ataukah orang dengan kecenderungan ekstravert yang paling cocok…? Tentu saja jawabnya adalah orang dengan kecenderungan ekstravert yang lebih sesuai, sebab orang dengan tipe ini lebih suka bertemu dengan orang lain, mudah berkomunikasi dalam lingkungan sosial baru, suka bekerja dalam situasi sosial yang bervariasi dan berorientasi ke luar diri. Orang dengan kecenderungan introvert lebih sesuai untuk pekerjaan yang tidak banyak berhubungan dengan orang lain (situasi sosial) seperti bekerja di sebuah laboratorium, accounting, dan R & D. Semakin tinggi dan besar wewenang dari sebuah pekerjaan atau jabatan, maka akan menuntut kemampuan dan kapasitas mental kepribadian yang di atas rata-rata bahkan superior pula dari sang calon.

Psikotes sendiri bisa dibagi menjadi dua macam jika dilihat dari aspek pemeriksaan psikologisnya, yaitu tes kemampuan kognitif dan tes kepribadian. Tes kognitif ini bertujuan untuk mengukur aspek inteligensi dan bakat individu. Sedangkan tes kepribadian ini bertujuan untuk mengukur aspek-aspek kepribadian manusia yang demikian banyak seperti potensi kepemimpinan, kecermatan, ketekunan, kecenderungan pola perilaku, gaya kerja dan juga daya tahan terhadap stress yang menjadi isu utama tidak lolosnya Prof. Nila Moeloek.

Psikotes sendiri bukanlah sebuah tes asal-asalan. Sebuah psikotes harus memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi sebelum digunakan untuk proses seleksi. Untuk itulah sebuah tes psikologi selalu memenuhi syarat-syarat tes yang baik yaitu valid, reliabel, terstandarisasi, obyekif, diskriminatif, komprehensif, dan mudah digunakan. Hasil dari psikotes ini sendiri mampu memprediksikan profile kepribadian, kemampuan kognitif, kematangan emosi dan sosial individu hingga keakuratannya mencapai 95-99%. Dengan catatan selama pelaksanaan dan penggunaannya harus mengikuti standarisasi yang ditetapkan secara ketat oleh alat tes itu sendiri, seperti cara scoring, bahan-bahan psikotes, instruksi dan tata cara pelaksanaan tes (administrasi tes). Sehingga psikotes ini hanya dilakukan oleh psikolog yang berpengalaman dan telah memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan secara ketat.

Menurut saya tim psikotes yang bekerja dalam menseleksi para calon menteri Kabinet Indonesia Bersatu II ini tentunya orang-orang yang kompeten di bidang psikologi, penggunaan tes psikologi dan penafsiran dinamika psikologisnya. Ini pun jika memang alasan tidak lolosnya Prof. Nila Moelok memang didasarkan atas hasil fit and proper test, bukan adanya pengaruh tekanan politis. Jadi setiap orang memiliki kesesuaian yang berbeda untuk pekerjaan yang berbeda. Bisa dikatakan juga bahwa tidak semua orang sesuai untuk semua pekerjaan atau jabatan tertentu, tetapi mungkin hanya sesuai untuk jenis pekerjaan tertentu. Inilah yang disebut sebagai hukum individual differences.

Tetapi saya memiliki sebuah saran terkait dengan proses seleksi calon menteri ini. Ke depan sebaiknya seleksi calon menteri ini dibuat secara tertutup dan tidak diketahui oleh media massa, sehingga jika ada calon yang dinyatakan tidak lolos, tidak akan menimbulkan dampak tekanan psikologis seperti rasa malu, merasa disepelekan atau panik. Sehingga jalannya proses seleksi ini lebih elegan dan tidak menilbukan masalah dikemudian hari.

Tidak ada komentar: