Jumat, 23 Oktober 2009

Dokter Senior Tuding Siti Fadilah Pernah Berniat Jual Virus ke AS

Jumat, 23/10/2009 18:43 WIB
Dokter Senior Tuding Siti Fadilah Pernah Berniat Jual Virus ke AS
Ramadhian Fadillah - detikNews

(Foto: dok detikcom)
Jakarta - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari kembali dikritik. Kini, kalangan dokter senior mempertanyakan pernyataannya soal Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih yang pernah membawa virus ke Amerika Serikat (AS).

Para dokter ini membantah jika Endang menjual virus kepada Namru atau pihak asing mana pun. Mereka menuduh justru Siti Fadilah Supari yang pernah berniat menjual virus ke luar negeri.

"Waktu itu sekitar tahun 2007 Siti Fadilah pernah berusaha menjual virus Avian Influenza kepada perusahaan virus Baxter di Amerika," ujar Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular IDI Tandu Riono dalam jumpa pers di kafe Poenam, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat (23/10/2009).

Pandu menjelaskan, penjualan tersebut memang batal dilakukan. Alasannya, perusahaan Baxter merupakan perusahaan bermasalah di Amerika. "Dulu kesepakatannya tahun pertama itu dibeli. Baru tahun kedua ada transfer teknologi," tambahnya.

Ia juga menambahkan, Endang bukan merupakan staf Namru, melainkan staf Depkes yang melakukan penelitian di Namru. Endang pun tidak pernah melakukan penjualan virus.

"Yang dilakukan Endang adalah membawa virus ke Vietnam untuk kepentingan penelitian, karena laboratorium penelitian belum ada di Indonesia," tutupnya.

Sebelumnya Siti Fadilah menegaskan Endang tidak menjual virus ke luar negeri, namun membawa virus ke Hanoi, Vietnam tanpa izin dari otoritas Depkes. Sedangkan Depkes menandatangani kerjasama dengan perusahaan farmasi AS yang berkantor di Swiss, Baxter Healthcare untuk memproduksi 2 juta dosis vaksin flu burung. Penandatanganan Mou dengan Baxter itu dilaksanakan pada 7 Februari 2007.

Dan Baxter dalam pengembangan akan melakukan alih teknologi. Indonesia melalui perusahaan farmasi pemerintah Bio Farma akan ikut serta mengembangkan dan memproduksi jika vaksin sudah jadi. Sedangkan mengenai biaya pengembangan vaksin flu burung akan ditanggung oleh Baxter Healthcare dan pembuatannya pun dilakukan di pabrik Baxter di Austria. "Tapi dalam MoU, Indonesia punya hak untuk memproduksi dan memasarkan vaksin baik untuk Indonesia maupun ekspor," tandas Siti Fadilah pada 7 Februari 2007 lalu.

Sebelum terjadi kesepakatan dengan Baxter, terjadi negosiasi alot sejak tahun 2005. Depkes mengajukan dua syarat yang saat itu belum disepakati.

"Belum ada agreement. Kita sama-sama setuju akan kerjasama selama yang dibuat adalah Indonesian strain dan bukan Vietnam strain. Kedua, mereka harus datang ke Bio Farma untuk mengecek mungkin tidak dilakukan down stream teknologi vaksin H5N1 di sana," kata Siti Fadilah.
(mad/nwk)

Tidak ada komentar: