Selasa, 21 Juli 2009

Dialog


Korban Bom Kuningan Trauma Lihat RS

Selasa, 21 Juli 2009 - 08:22 wib
K. Yudha Wirakusuma - Okezone

JAKARTA - Peristiwa ledakan di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada Jumat lalu menimbulkan trauma mendalam bagi para korban. Berbagai bentuk trauma mulai dari trauma melihat rumah sakit, trauma melihat kamar, dan macam-macam lainnya.

Demikian sepenggal hasil wawancara okezone dengan Ketua Yayasan Lima Delapan (yayasan yang membantu korban bom), Wahyu Adiartono saat diwawancarai di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (20/7/2009).

Berikut petikan wawancaranya:

Tanggapan mengenai peristiwa ledakan di JW Marriot terulang kembali?

Saya tidak komentar banyak. Saya tidak menyangka hal itu terjadi lagi di Mariot. Kalau tejadi di Ritz Carlton, mungkin banyak yang akan mengira hotel itu belum punya pengalaman sehingga terjadi pengeboman.

Saat ini saya berpikir, teroris itu mengembangkan strategi untuk melakukan pengeboman, sementara aparat keamanan tidak melakukan improvisasi strategi
pencegahan. Dengan kondisi yang sulit dianalisa kapan peristiwa seperti itu akan terjadi, kita Yayasan 58, harus lebih siap-siap untuk menolong korban, jika di kemudian hari terjadi peristiwa seperti itu.

Perbedaan dan persamaan antara dua peristiwa pengeboman JW Marriot di 2003 dengan 2009?
Saya awam soal bom, yang saya tahu tahun 2003 peledakan terjadi di luar hotel, di saat itu banyak orang karena jam makan siang. Kalau yang kemarin terjadi itu terjadi di dalam hotel dan tidak banyak orang.

Pantauan tim Anda, sejauh ini berapa jumlah total korban?
Di rumah sakit Jakarta ada 15 korban dengan korban yang masih melakukan rawat inap tujuh orang. Di rumah sakit MMC 36 korban, dan masih ada yang menjalankan rawat inap delapan orang. Untuk korban yang meninggal dunia ada sembilan orang, namun data itu belum akurat karena saat ini masih terus ada penyidikan.

Ada kabar, ada korban pengeboman yang sebelumnya juga menjadi korban bom di JW Marriot tahun 2003?
Benar, itu Bambang, warga Jakarta Selatan, dia itu security hotel JW Marriot. Saya ikut mendampinginya sejak hari pertama sampai kini, kita yang mengurus kamar perawatan agar mendapatkan perawatan sesuai dengan kondisi sakitnya.

Bagaimana kondisinya saat ini?
Kondisi lukanya tidak ada luka serius, namun mentalnya mengalami syok berat, karena sudah dua kali mengalami hal serupa.

Dari pengalaman tahun 2003, apakah korban bom mengalami trauma serius?
Trauma pasti, namun bentuknya berbeda-beda. Kalau saya pribadi sering secara tidak sadar saya menangis jika mendengar kabar yang mengharukan. Ada korban sampai saat ini trauma melihat rumah sakit, ada yang trauma melihat kamar, dan macam-macam lainnya.

Teman-teman korban bom Kuningan, mereka kebanyakan trauma karena mengalami cacat dan masalah biaya, mereka takut untuk mengadukan kondisi kesehatan yang dialaminya karena takut terbentur masalah biaya.

Sangat sulit menghilangkan trauma para korban bom, satu-satunya jalan upaya untuk membantu menghilangkan trauma dengan cara bertemu sesama korban bom seperti kita turun kejalan membantu korban bom.

Apa yang dilakukan Yayasan 58 untuk membantu korban?
Jangka pendek, untuk koban yang meninggal dunia kita berusaha memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan agar mereka tenang. Untuk korban rawat jalan dengan kategori luka parah, kita berusaha semaksimal mungkin agar rumah sakit melayani korban sesuai dengan tingkat sakitnya, termasuk kita menampung keluhan-keluhan dari korban yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan pemerintah daerah soal tanggungan biaya.

Untuk korban yang rawat jalan, kita melakukan komikasi secara rutin dengan mereka karena korban bom itu, bisa saja saat kejadian tidak mengalami apa-apa, namun dampaknya di kemudian hari baru di rasakan. Jangka pendek ini fokus kita kepada pelayanan kesehatan.

Dalam kasus ini Anda melihat ada kelalaian aparat keamanan?
Saya tidak melihat aparat lalai, mungkin soal strategi aparat belum berpikir sejauh itu, namun teroris sudah lebih dari itu.

Apa harapan Anda terkait peristiwa ini?
Saya berharap kini sudah saatnya ada wadah yang benar-benar fokus mengurusi korban, dan kita, Yayasan 58 siap mencalonkan diri menjadi wadah itu.

Wadah itu harus siap lahir dan batin. Harapan kedua, mungkin karena pelaku pemboman cangih, saya berharap aparat keamanan berpikir soal itu.

Darimana biaya untuk membantu korban?
Untuk pembiayaan program penanganan korban tahun 2003,a da donasi yang saya tidak bisa saya sebutkan sumbernya. Untuk korban bom Kuningan, kini masih kita perjuangkan, banyak pihak yang sudah menyatakan ingin membantu, tapi kita sedang pelajari.

Bagaimana penanganan korban bom JW Mariot II?
Kalau pengamatan secara fisik di lapangan sudah cukup baik. Pada tahun 2003, evakuasi lama sekali. Sekarang sudah lebih cepat. Tetapi bisa saja saat ini lebih cepat karena disebabkan korbannya lebih sedikit. (lsi)

Tidak ada komentar: