Selasa, 21 Juli 2009

Sabtu, 18/07/2009 12:47 WIB
Menata Nasionalisme Politik Demi Kemakmuran Rakyat
Bob R Randilawe SIP - suaraPembaca
/ist. Jakarta - Banyak orang risau tentang dominasi ekonomi dan hegemoni budaya asing di tanah air kita. Indikator dan perspektif yang dipakai bisa dikategorikan dalam dua aspek. Pertama, subyektif. Kedua, obyektif.
Kita bahas dulu pendekatan obyektif. Perspektifnya harus bebas dari segala macam politicking. Tak ada urusan dengan soal tetek bengek pilpres maupun keparpolan. Yang dipakai Human Development Index, misalnya. Atau standarisasi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan versi badan dunia tertentu yang kadar obyektivitasnya tinggi.
Salah satu indikator empirik yang bisa dipaparkan adalah daya tahan fundamental ekonomi kita saat diterpa krisis global baru-baru ini, yang kebetulan Presidennya adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam periode 2004-2009 pemerintah telah mampu meningkatkan anggaran belanja negara secara pesat.
Sejak 2005 belanja negara telah meningkat dari Rp 509,6 triliun (2005) menjadi Rp 667,1 triliun di 2006. Tumbuh 30,9% dan menjadi 755,3 triliun di 2007. Pada 2008 bahkan mencapai Rp 854,6 triliun atau naik 13,2% (Business Review, Juni 2009).
Indonesia adalah negara yang paling kecil dan terakhir mendapatkan pengaruh dari krisis keuangan global karena pasar lokalnya yang besar. Dengan catatan bahwa pencapaian ekonomi lanjutan akan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah baru produk pilpres 2009.
Menarik dalam era kabinet baru tersebut adalah kondisi ekonomi Indonesia dibangun di tengah krisis global. Sehingga secara obyektif bangsa kita tidak butuh retorika kerakyatan dari para capres dan elit politik.
Tapi, pemimpin yang paham ekonomi --tentu saja dalam semangat ekonomi Pancasila, bersih dari KKN, anti korupsi, dan bebas dari pengaruh jahat parpol, birokrasi, dan TNI yang profesional dan bersih. Ukuran obyektif lain yang utama adalah rasa aman dan kondisi negara yang juga betul-betul aman. Biarlah parpol bertikai di sana-sini karena ketidakdewasaan dalam berdemokrasi, yang pokok hak demokrasi rakyat tetap berkualitas dan terjamin secara konstitusional.
Sementara pendekatan subyektif adalah sebaliknya. Semua hal dilihat dari kaca mata kepentingan kelompok dan klik. Ekonomi dan politik kerakyatan sebatas retorika. Misalnya, pro pasar tradisional tapi tidak memperbaiki mutu produk dan daya saing pedagangnya. Anti produk asing tapi justru menjual BUMN ke pihak asing. Serta tidak memandang kepercayaan rakyat terhadap pemerintah sebagai sesuatu yang prinsipil. Singkatnya, pendekatan subyektif selalu mudah untuk pro dan anti. Namun, tidak memberi kepastian pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil. Politik kebangsaan adalah senjata dari pemerintah untuk memastikan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Nasionalisme politik adalah visi dan kemakmuran rakyat sebagai misi yang harus diwujudkan. Pemerintah perlu menguatkan kembali komitmen untuk menata kebijakan ekonomi demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Wujud dari nasionalisme politik pemerintah butuh keberpihakan yang konkret terhadap pengurangan kemiskinan, memberantas hangus proses pemiskinan yang berlangsung sistemik, membuka lapangan kerja seluas-luasnya serta membangun kembali ekonomi rakyat yang berbasis pada sumber daya alam yang tersedia.
Meminjam istilah Bung Karno membangun bangsa dengan memikul natuur dan terpikul natuur. Pembangunan dan pertumbuhan haruslah sepadan dengan ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia sendiri. Pemerintah harus dipercaya rakyat dan memiliki wibawa di tengah pergaulan internasional.
Kepercayaan rakyat adalah realita obyektif untuk memperoleh elektabiltas yang substansial. Kewibawaan pemerintah di mata internasional pun sesuatu yang obyektif untuk ber-interaksi dan membangun pakta-pakta kerja sama bilateral maupun multilateral. Karena tak kan bisa lagi suatu bangsa bisa bangga dengan eksklusivisme dan politik isolasi. Tapi, juga jangan pernah menjadi bangsa pembebek, epigon. Bangsa yang hanya bisa jadi muntahan pasar tanpa memiliki daya saing dan produk unggulan untuk berkompetisi. Kita berharap pemerintahan 2004-2009 mendatang mampu mengikis tuntas kerisauan di atas. Semoga.
Bob R. Randilawe, SIP
Wisma Daria Lt 3
Jl Iskandarsyah No 7 Blok M Jakarta Selatan
My_progress@yahoo.com
081510666338

Tidak ada komentar: