Jumat, 24 Juli 2009

Reformasi Hijau Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Reformasi Hijau Partai Kebangkitan Bangsa Jum'at, 24 Juli 2009 - 09:47 wib
Tepat kemarin tanggal 23 Juli 2009,Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) genap berusia 11 tahun. Kiprah di panggung politik nasional terus diasah sebagai bagian dari pendewasaan berpartai dan berpolitik PKB itu sendiri.Sebagai bagian dari entitas masyarakat politik di Indonesia, peran, kiprah, serta keberadaan PKB yang baru berumur 11 tahun di pentas nasional tentu tidak sedikit, bahkan bisa disandingkan dengan partai-partai besar lain yang sudah berusia puluhan tahun seperti Partai Golkar maupun Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Diakui bahwa PKB hadir sebagai buah dari gerakan Reformasi 1998 yang telah membuka tabir otoritarianisme pemerintahan Orde Baru pada masa itu. Keran demokrasi yang terbuka juga mendorong para insan politik untuk beraktualisasi dan berkiprah dengan mendirikan partai politik. Terbukti Pemilu 1999 yang notabene pemilu pertama pasca-Reformasi diikuti oleh 48 partai politik.***
Namun, dalam perjalanannya, sejalan dengan meningkatnya kedewasaan politik masyarakat, jumlah partai politik semakin mengerucut dan kecil. Bisa jadi hal ini adalah seleksi alam terhadap kehidupan berpolitik partai di Indonesia. Atau bisa jadi pula hal itu merupakan pesan bahwa kedewasaan politik masyarakat Indonesia kian meningkat sehingga masyarakat semakin cerdas dalam menggunakan hak-hak dan pilihan politiknya. Simak saja torehan sejarah PKB dalam tiga kali pemilu di Indonesia. Pada Pemilu 1999 PKB memperoleh 12% suara dan menjadi pemenang ketiga setelah PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Dalam pemilu ini, pimpinan PKB mendapatkan dukungan kuat dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang saat itu Ketua PBNU, kiai-kiai besar yang banyak menjadi "kunci" dalam ranah politik Nahdlatul Ulama (NU), serta kiai Langitkan--kumpulan kiai khos dan berpengaruh di Indonesia. Lebih hebatnya lagi, para kiai secara aktif ikut melakukan mobilisasi politik bagi PKB, bukan hanya pada saat kampanye Pemilu 1999, tetapi juga rutin turun ke masyarakat untuk melakukan ideologisasi serta menjelaskan kepada masyarakat terkait dengan pentingnya membesarkan dan memilih PKB. Dengan kata lain, PKB saat itu bukan hanya mendapatkan dukungan kosong dari para kiai, tetapi mereka dengan konkret memberikan dukungan moril serta materiil kepada PKB. Pada Pemilu 2004 PKB memperoleh 10% suara, di bawah target 20% suara. Meskipun turun, PKB tetap tampil sebagai pemenang ketiga di bawah Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Namun dalam Pemilu 2004 ini pula ujian-ujian politik PKB dimulai. Turbulensi itu diawali dengan pemecatan Matori Abdul Jalil dari kursi ketua umum oleh Gus Dur. Pemecatan itu akhirnya mendorong perpecahan dalam tubuh internal PKB yang ditandai dengan hadirnya Partai Kejayaan Demokrasi (PKD) di bawah pimpinan Matori Abdul Jalil. Banyak kalangan menganggap bahwa penurunan sekitar 2% perolehan suara PKB dibandingkan Pemilu 1999 juga dikarenakan perpecahan internal tersebut. Pada Pemilu 2004 itu, PKB di bawah kepemimpinan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura mulai kehilangan dukungan para kiai besar. Kelompok kiai Langitan mulai terpecah dan tidak memberikan dukungan konkret kepada PKB. PBNU pun secara formal menyatakan tidak ikut-ikutan berpolitik sembari melarang rangkap jabatan NU struktural dengan pengurus partai. Artinya, secara formal PBNU tidak memberikan dukungan kembali kepada PKB. Terakhir, pada Pemilu 2009, perolehan suara PKB hanya sebesar 5%. Bagi PKB, Pemilu 2009 adalah puncak dari konflik internal berkepanjangan dalam tubuh PKB. Sebelumnya terjadi perpecahan pasca-Muktamar Semarang yang menelurkan hadirnya PKNU di bawah pimpinan Choirul Anam yang juga diikuti dengan pemecatan A Muhaimin Iskandar dari kursi Ketua Umum PKB oleh Gus Dur. Peristiwa-peristiwa tersebut telah menjadi awal dari konflik yang mengena tepat di tengah-tengah jantung PKB. Kepemimpinan ganda PKB sempat hadir antara kubu Muhaimin Iskandar dengan kubu Gus Dur sebelum akhirnya keputusan hukum memenangkan kubu Cak Imin--panggilan akrab A Muhaimin Iskandar--yang sekaligus menghentikan perseteruan antara dua kubu dalam PKB. Pada Pemilu 2009 ini, para kiai Langitan nyata-nyata memberikan dukungan kepada PKNU yang adalah partai sempalan PKB di bawah kepemimpinan Choirul Anam walaupun akhirnya PKNU tidak lolos parliamentary threshold (PT). Pada sisi lain, Gus Dur yang selama bertahun-tahun dianggap merepresentasikan PKB melakukan boikot pemilu, bahkan dengan gencar mengampanyekan golput bagi para pendukungnya dalam Pemilu 2009. Seolah mengurai benang kusut, konflik internal yang terjadi tepat di jantung PKB menjadi simbol semangat juang dan etos kerja kader-kader partai untuk berjuang dalam Pemilu 2009. Memang, tidak bisa dimungkiri bahwa konflik panjang tersebut secara signifikan telah mendorong terjadinya dekonstruksi yang luas terhadap tubuh PKB.
Pada sisi lain, kepemimpinan PBNU "memandang sinis" terhadap PKB karena dianggap membebani kebesaran NU tanpa ada upaya untuk ikut menata dan memperbaiki. Muhaimin Iskandar dan kawan-kawan terus berjuang menata kembali PKB pascakonflik dengan mengumpulkan kembali serpihan "tulang-belulang" yang berserakan dengan mengandalkan beberapa kiai yang memiliki jaringan luas, tetapi secara politik biasanya pasif. Mereka antara lain Kiai Azis Manshur, Kiai Azis Manonjaya, Kiai Dimyati Rois, Kiai Mahfudz Ridwan, Kiai Ali Maschan.Hal itu serta mobilisasi dan perekrutan terhadap kader-kader muda NU progresif sebagai aktor dan "mesin-mesin" partai menjadi modal berjuang membesarkan PKB pada Pemilu 2009. ***
Berdasarkan pada uraian tersebut, menjadi amat penting bagi PKB untuk terus melakukan penataan organisasional saat ini dan ke depan yang dikenal dengan istilah Reformasi Hijau PKB. Reformasi Hijau ini amat signifikan untuk tetap menjaga dan mengawal PKB agar tetap bisa eksis dalam menatap Pemilu 2014. Reformasi Hijau PKB juga diuntungkan dengan momentum dan kesempatan untuk mengambil peran ketika bangsa Indonesia mengalami proses regenerasi kepemimpinan bangsa dengan melakukan institutionalization setup, menata ulang konstitusi partai, melakukan strategic planning, memantapkan ideologisasi partai, memasifkan sistem dan pola pengaderan partai, restrukturisasi kepartaian secara nasional, mengembangkan dan membangun pola komunikasi publik yang lebih tetap sasaran pada khalayak, membangun pencitraan partai, serta yang tidak kalah penting adalah melakukan reformulasi hubungan PKB dengan NU. Reformasi Hijau PKB dengan serangkaian agenda di atas amat mungkin untuk dilakukan PKB mengingat dukungan resources SDM yang muda dan progresif disertai etos juang yang tinggi telah menjadi semangat kebersamaan untuk terus membesarkan PKB sebagai partai besar dan layak diperhitungkan di pentas politik nasional. Begitu pula pengalaman kepemimpinan pemuda dalam tubuh PKB telah membuktikan bahwa generasi PKB adalah generasi muda yang layak untuk meneruskan estafet kepemimpinan nasional. Terakhir, saya mengucapkan selamat hari jadi bagi PKB dan terima kasih kepada semua kader partai yang telah berjuang bersama- sama PKB.(*)
Ir HM Lukman Edy, MSi
Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Tidak ada komentar: