Jumat, 24 Juli 2009

TNI-AU MELURUSKAN SEJARAH, WIRANTO MARAH

POLITIK): Upaya pelurusan sejarah oleh TNI-AU perihal Peristiwa 30 September 1965 membuat kalangan jendral TNI-AD gerah. Beranikan TNI-AUmerehabilitasi Oemar Dhani?Marsekal Udara Oemar Dhani tak hadir dalam peringatan HUT Ke-53 TNI AU diLapangan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, TNI-AU, awal April lalu. MantanKepala Staf Angkatan Udara (KSAU) itu tak bisa hadir karena alasan kesehatan. Padahal, KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan mengundang Oemar Dhani yang mendekam di penjara Cipinang selama 30 tahun. Ketegangan diam-diam muncul antara TNI-AD dan TNI-AU menyangkut protes TNI-AU soal tuduhan keterlibatan angkatan itu pada peristiwa berdarah pada akhir September 1965. Oemardhani beberapa waktu lalu menyatakan ingin meluruskan sejarah di seputar peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang menyangkut dirinya dan TNI-AU. Sebab, menurut dia, ada kesalahan sejarah yang mengungkap kasus G 30 S PKI. Misalnya, munculnya tuduhan Angkatan Udara ikut terlibat.
Dan, waktu itu Oemar yang menjadi KSAU ikut menjadi korban sehingga harus dijatuhi hukuman seumur hidup. Beberapa waktu setelah Soeharto jatuh, para purnawirawan perwira tinggi TNI-AU seperti Sri Moelyono Herlambang dan Saleh Basarah menulis surat kepada Menpen Letjen Yunus Yosfiah agar film Pengkhianatan G-30 S PKI dihentikan penayangannya karena dalam film yang disutradarai mendiang Arifin C. Noer itu jelas-jelas menuduh TNI-AU terlibat dalam pembantaian para jendral TNI-AD. Dan, Yunus setuju. "Para mantan KSAU tengah menulis buku pelurusan sejarah itu. Tunggu saja. Bulan depan mungkin rampung," ujar Marsekal Hanafie Asnan. Buku yang bisa disebut sebagai buku putih TNI-AU ini akan menceritakan secara detail tentang AURI dan peristiwa di seputar G 30 S PKI. Isi buku ini ialah meluruskan sejarah berdasarkan pengakuan para pelaku sejarah, para perwira TNI-AU yang masih hidup,sebagian besar pernah dipenjara oleh Angkatan Darat pimpinan Jendral Soeharto. Dalam buku-buku sejarah, termasuk dalam fillm itu, TNI-AU digambarkan sebagai angkatan yang jahat, karena angkatan ini disebut sebagai angkatan yang penuh orang-orang PKI. Dalam buku-buku sejarah dan lagi-lagi film itu, dikatakan Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma menjadi basis gerakan PKI, apalagi para jendral Angkatan Darat dibantai dan dikubur di dekat pangkalan itu. Selain itu, KSAU waktu itu, Laksamana Madya Oemardhani, dituduh terlibat dalam gerakan PKI. Akibatnya, Oemardhani, yang menjabat KSAU 1962-1965, diadili di mahkamah militer dan diputus harus mendekam di penjara selama seumur hidup.
Panglima TNI, Jendral Wiranto nampak agak gusar terhadap niat para senior TNI AU ini. Wiranto mengingatkan bahwa apa yang telah tertulis dalam buku sejarah Bangsa, dan sudah diajarkan mulai TK hingga pendidikan tinggi, sudah untuk diperbaiki. "Kalau semua orang berusaha menginterpretasikan dengan pemahamannya sendiri, kan susah," ujarnya.B elakangan Wiranto diam-diam meminta para stafnya di jajaran Angkatan Darat untuk "membujuk" TNI-AU membatalkan niat pelurusan sejarah itu. Bahkan, kabarnya kalangan jendral Angkatan Darat meminta TNI-AU mencabut pernyataan KSAU soal pelurusan sejarah itu. TNI-AU tak goyah. "Tiga puluh tahun, cukup lama bagi kami untuk dijadikan korban fitnah," ujar seorang petinggi TNI-AU. Domonasi Angkatan Darat di tubuh TNI memang membuat angkatan lain harus mau tak mau menerima apa yang digariskan para jendral Angkatan Darat. Padahal, kalau mau jujur, seperti halnya analisisnya Ben Anderson dalan The Cornell Paper, Peristiwa 30 September sebenarnya merupakan konflik internal Angkatan Darat dalam usaha menyingkirkan Presiden Soekarno. Ini sudah jadi rahasia umum. Jatuhnya kekuasaan Soeharto membuat angkatan-angkatan dalam ABRI berani menentang dominasi Angkatan Darat. Angkatan Kepolisian Republik Indonesia adalah angkatan yang pertama kali berhasil melepaskan diri dari pengaruh Angkatan Darat. Pelepasan Polri sejak 1 April lalu bukanya tanpa usaha yang keras. Setelah Soeharto jatuh dan dikambinghitamkannya polisi dalam pembunuhan lima mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta membuat para jendral polisi untuk makin mendesak Wiranto melepas polisi. Upaya ini disetujui Presiden Habibie. Belakangan Wiranto pun setuju, asal masih di bawah kendali Departemen Pertahanan dan Keamanan. Pelepasan polisi ini hingga sekarang masih ditentang oleh para jendral Angkatan Darat. Tidak mustahil, kelak polisi akan "diambil alih" lagi oleh Angkatan Darat.
Akan halnya hubungan TNI-AD dan TNI-AL, selama ini juga tak baik. Sudah jadi rahasia umum jika Korps Marinir di satu pihak berseberangan dengan Kopassus dan Kostrad di lain pihak. Pertentangan di kalangan angkatan ini memang bagai api dalam sekam. Kalau para jendral Angkatan Darat, yang oleh para jendral angkatan lain seringkali dikatakan bodoh-bodoh itu, tetap ngotot mau benarnya sendiri, bukan tak mungkin pertentangan itu akan jadi terbuka. Semisal, jika Angkatan Darat menentang upaya TNI-AU merehabilitasi namanyadalam Peristiwa 30 September 1965, tentu akan makin muncul ketidaksenangan di kalangan Angkatan Udara. (*)

Tidak ada komentar: