Rabu, 03 Juni 2009

Hah! KBRI Malaysia Siap Perkarakan Manohara

03/06/09 15:59
Sikapi Ambalat, SBY-JK 'Perang'
R Ferdian Andi R

SBY-JK
[inilah.com /Raya Abdullah]
INILAH.COM, Jakarta – Ketegangan hubungan Indonesia-Malaysia kembali mencuat. Kasus Manohara hanyalah bagian kecil. Namun soal Ambalat jauh lebih provokatif. Sayangnya, SBY-JK selaku pimpinan tak satu suara. Mereka justru saling sindir. Cari muka menjelang Pilpres 2009?
Provokasi Malaysia di wilayah perbatasan Blok Ambalat memang luar biasa. Setidaknya tiga kapal perang Malaysia dan helikopter masuk ke wilayah Indonesia bulan lalu. Ini bukan yang pertama terjadi. Pada tahun 2005, kapal perang Malaysia juga masuk wilayah Indonesia. Pemicu utamanya adalah persoalan minyak. Setelah Sipadan dan Ligitan dicaplok Malaysia pada 2002, kini sepertinya Ambalat menjadi incaran.
Di atas semua itu, kasus Ambalat semakin menarik jika dikaitkan engan suasana politik tanah air yang memang sudah menghangat sebulan lalu. Ini terkait dengan Pemilu Presiden 8 Juli. Apalagi, Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saling berkompetisi untuk merebutkan kursi RI-1. Jadi, tak heran bila keduanya seperti kejar-kejaran soal statemen politik, terutama dalam menyikapi isu aktual. Tak terkecuali soal Ambalat.
Komentar JK tentang Ambalat cukup tegas. Ia menegaskan jika Malaysia sengaja melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia, maka TNI agar tidak ragu-ragu dalam melakukan tindakan. “Itu akan ditindak tegas kalau memang ada pelanggaran. Kita akan tindak tegas,” kata JK seusai peringatan hari lahir Pancasila di TMII, Jakarta, awal pekan ini.
Ketika ditanya apakah Indoensia siap berperang? JK menegaskan, jika Indonesia sudah terganggu, dengan siapa saja RI bisa berperang. “Kita negara, sudah terganggu. Dengan siapa saja kita bisa perang. Kalau pemerintah Malaysia dengan kita cukup baik, kita lihat nanti pelanggaran yang terjadi,” jawab JK. Menurut dia, dirinya akan mengecek ke TNI sejauh mana pelanggaran yang terjadi.
Pernyataan JK yang tegas soal Ambalat sepertinya didengar oleh Presiden SBY yang tengah melakukan lawatan ke Korea Selatan. Terkait dengan kondisi mutakhir Ambalat, SBY tak sependapat dengan Wapres JK. Bahkan SBY menanggapi pernyataan JK.
Menurut SBY, dalam menegakkan kedaulatan, RI tidak harus mengobarkan peperangan. Terlebih, Indonesia dan Malaysia adalah anggota ASEAN yang hubungannya diatur dalam Piagam ASEAN.
“Ada diplomasi, ada penyelesaian secara damai. Jadi jangan hanya beretorika supaya dianggap pemimpin yang berani, terus mengobarkan perang di mana-mana,” kata Presiden sebelum meninggalkan Jeju, Korsel, Selasa (2/6). Pernyataan SBY seolah menyindir pernyataan JK sebelumnya yang menyerukan perang.
Menurut SBY, Ambalat jelas milik Indonesia. Apa yang diklaim oleh Malaysia, sambung SBY, tidak bisa diterima karena Indonesia yakin itu wilayah Indonesia. “Sejengkal daratan ataupun wilayah laut, kalau itu wilayah Indonesia, harus kita pertahankan. Tidak ada kompromi dan toleransi karena itu harga mati,” tegas Presiden SBY.
SBY menjelaskan, persoalan batas wilayah di Ambalat sudah terus dibicarakan antara kedua negara. Dan pemerintah Indonesia sudah mendorong segera dilanjutkan secara intensif perundingan mengenai batas wilayah di sekitar Ambalat.
“Jadi saya tegaskan sekali lagi kepada seluruh rakyat, bahwa posisi kita jelas yang diklaim itu adalah wilayah Indonesia dan kita tidak bisa menerima dan wilayah itu kita jaga. Kita lanjutkan negosiasi,” terangnya.
Pengamat komunikasi politik UGM Wisnu Martha Adiputra menilai kasus Ambalat menjadi sasaran para capres dalam menarik simpati publik. Menurut dia, isu perbatasan menjadi isu sensitif yang juga bisa dimanfaatkan untuk mendulang simpati bagi kepentingan nasional.
“Isu Ambalat akan dijadikan isu kampanye para capres bebarengan dengan isu Manohara,” katanya, Selasa (2/6). [P1]
POLITIK
03/06/2009 - 14:26
Stop Polemik, Selamatkan Ambalat
Anton Aliabbas


(Istimewa)
INILAH.COM, Jakarta - Kasus Ambalat lagi-lagi menghangat. Kapal perang milik Malaysia kerap hilir mudik masuk ke wilayah RI tanpa izin. Bukannya bahu-membahu, Presiden SBY malah sibuk mementahkan ucapan Wapres Jusuf Kalla soal Ambalat.
Ironis memang. Di tengah gegap gempita pesta demokrasi, kedaulatan Indonesia malah kerap dilanggar oleh armada perang milik negeri Jiran. Tidak hanya sekali, untuk tahun 2009 ini tercatat sudah 11 kali kapal Tentara Laut Diraja Malaysia melanggar batas wilayah.
JK memang tidak ambil pusing dengan polah Malaysia itu. Bagi capres Partai Golkar-Hanura ini, bila memang Malaysia sengaja melakukan pelanggaran maka TNI tidak perlu ragu bertindak. "Itu akan ditindak tegas kalau memang ada pelanggaran. Kita akan tindak tegas," cetus JK.
"Kita negara, sudah terganggu. Dengan siapa saja kita bisa perang. Kalau pemerintah Malaysia dengan kita cukup baik, kita lihat nanti pelanggaran yang terjadi," tegas JK.
Sesama mitra di pucuk pemerintahan, SBY pun tidak tinggal diam. "Tidak akan ada kompromi atau toleransi, karena itu harga mati," kata SBY.
Entah karena keberatan dengan pernyataan JK atau ada maksud lain, SBY tetap meluncurkan pendapat berbeda. Menurutnya, cara menyelesaikan sengketa perbatasan tidak harus dengan mengobarkan peperangan. "Jadi jangan beretorika hanya supaya dianggap pemimpin yang berani terus mengobarkan perang di mana-mana. Kita utamakan cara lain yang lebih bermartabat dan tidak mendatangkan masalah bagi negara yang sedang membangun," urai SBY.
Tentu saja beda pendapat ini menimbulkan tanda tanya. Pengamat masalah hubungan internasional, Alexandra Retno Wulan menilai dari segi keilmuan, memang perang harus jadi alternatif terakhir dan diplomasi harus diutamakan. Tetapi, bukan berarti tidak mempersiapkan kemungkinan perang.
"Kalau presidennya bilang kedaulatan Ambalat harga mati, ya sepatutnya dia juga menyiapkan sumber daya dalam negeri untuk memastikan Ambalat punya kita," kata wanita yang akrab dipanggil Sandra ini.
Peneliti dari CSIS ini menambahkan pemerintah Malaysia terkesan memandang sebelah mata Indonesia. Hal ini merujuk dengann seringnya nota protes yang dilayangkan kepada Malaysia. Namun, frekuensi pelanggaran batas justru meningkat.
"Presidennya juga nggak tegas dan TNI masih kurang alat untuk bisa menindak kapal cepat Malaysia," tandas dia.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah tidak lagi mengumbar retorika diplomasi tanpa mempersiapkan langkah komprehensif untuk menegakkan kedaulatan. "Jika tidak dilakukan ya jangan heran kalau Indonesia makin nggak dianggap signifikan dalam dunia regional maupun internasional," papar Sandra.
Staf pengajar FISIP UI ini mengusulkan ada beberapa langkah yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, memberi dukungan nyata kepada TNI AL dan TNI AU untuk menjaga perbatasan dengan memberikan anggaran lebih. Kedua, kemaksa Deplu menyelesaikan masalah batas wilayah Indonesia.
"Jangan hanya suruh awasi dan amankan tapi nggak ada anggaran buat tentara melaut di perbatasan. Jadi Presidennya juga jangan cuma beretorika tanpa ada langkah konkretnya menjaga kedaulatan negara," usul Sandra.
Kasus Ambalat memang terhitung berlarut pasca kalahnya Indonesia dalam sidang perebutan pulau Sipadan Ligitan. Kedua negara masih belum mempunyai titik temu menyoal batas wilayah baru terkait keputusan tersebut. Alhasil insiden masuknya kapal maupun helikopter milik Malaysia secara ilegal terus berulang.
Tidak ada salahnya memang apa yang diucapkan JK. Perang memang opsi terakhir bila diplomasi yang dilakukan sudah menemui titik buntu. Pertanyaannya kemudian, apakah diplomasi kita selama ini kepada Malaysia sudah sedemikian serius?
Pertanyaan itu memang patut dilayangkan kepada jajaran Deplu. Karena bagi aparat TNI di lapangan, apa yang dilakukan Malaysia sudah terhitung puluhan kali. Dan kesabaran mereka pun kerap diuji oleh tingkah tentara Malaysia yang berada di kapal 'penerobos' itu.
Publik kini sangat menantikan upaya nyata pemerintah dalam menegakkan kedaulatan. Diplomasi total harus segera dilakukan. Bila mengirimkan nota protes tidak diperhatikan maka tidak ada salahnya bila presiden mempertimbangkan memanggil pulang dubes RI di Malaysia, sebagaimana pernah dilakukan kepada Australia.
Dan bila memang semua pintu diplomatik sudah tidak lagi diindahi Malaysia, mempertimbangkan penggunaan diskresi di lapangan tidak ada salahnya. Toh adagium 'si vis pacem para bellum' juga masih berlaku. Jika kita ingin berdamai maka kita harus bersiap juga untuk berperang. [L4]
03/06/2009
Hah! KBRI Malaysia Siap Perkarakan Manohara


INILAH.COM, Kuala Lumpur - KBRI Kuala Lumpur Malaysia akan mensomasi terhadap Manohara atas tuduhannya KBRI menerima suap dari Kerajaan Kelantan. Jika tak terbukti, Manohara harus minta maaf melalui media. Jika tidak dilakukan, Manohara akan diperkarakan secara hukum. Hah!
"Tuduhan suap itu sudah masuk wilayah hukum. Banyak karyawan KBRI Kuala Lumpur tidak terima dituduh seperti itu, namun saya minta baik-baik kepada Manohara untuk beri penjelasan, siapa yang sudah menerima suap. Adakah orang-orang KBRI yang menerima suap," jelas Duta Besar RI untuk Malaysia, Da'i Bachtiar, di Kuala Lumpur, Rabu (3/6) siang.
Jika ada penyuapan akan ditindak tegas. Sebaliknya, jika tidak ada bukti maka Manohara harus memohon maaf lewat pers karena menuduh KBRI Kuala Lumpur. "Tapi jika permintaan ini tidak ditanggapi maka kami akan mengambil langkah hukum," tegas Da'i.
Sampai berita ini diturunkan, baik Manohara dan ibunya, Daisy Fajarina belum bisa diminta keterangannya. Tentunya menyangkut perkataan Manohara dan ibunya yang mengatakan KBRI Kuala Lumpur telah menerima suap dari pihak Kesultanan Kelantan, menyangkut kasusnya.[*/aji]

Tidak ada komentar: