Senin, 01 Juni 2009

Manohara Muncul Karena Diplomasi Amburadul

Wawancara02/06/2009 - 00:16
Manohara Muncul Karena Diplomasi Amburadul
Begi Hersutanto
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Kasus Manohara Odelia Pinot di Malaysia adalah contoh paling gamblang yang menggambarkan betapa penanganan masalah WNI di luar negeri selalu terlambat. Bahkan terkesan pemerintah tak bisa berbuat apa-apa terhadap nasib warganya di luar negeri. Mengapa?


Menurut pengamat internasional Begi Hersutanto, sebenarnya pemerintah, baik dubes maupun KBRI, telah melakukan banyak hal. “Masalahnya, semunya dalam situasi sensitif. Terikat dengan hukum internasional dan etika diplomasi,” kata Begi kepada INILAH.COM, Senin (1/6) di Jakarta.


Meski demikian, Direktur Eksekkutif Indonesia Institute Strategic Studies (IISS) ini tidak menampik fakta bahwa penanganan WNI di luar negeri terkesan lambat. Kondisi ini tak terlepas dari leletnya kinerja birokrasi di Indonesia.


Menurut dia, watak birokrasi yang tidak berani berbuat jika tidak ada petunjuk pelaksana, menjadi biang keroknnya. “Artinya ini terkait dengan keseluruhan sistem. Kalau mau berinisiatif, tapi tidak ada sarana yang tepat, maka operator birokrasi ragu,” paparnya.


Bagaimana analisis Begi terhadap kasus Manohara? Bagaimana pula posisi Indonesia di tengah negara lainnya? Berikut ini wawancara lengkapnya:


Bagaimana Anda melihat penanganan kasus Manohara Odelia Pinot?

Dari sisi efektivitas dan tantangannya, pemerintah tidak mudah menangani masalah ini. Karena di antara pemerintah berdaulat yang berurusan dengan negara berdaulat lainnya, ada etik hukum internasional yang berlaku. Jadi tidak bisa menabrak aturan.


Jika diupayakan second track lainnya, tentunya tetap berkoordinasi dengan pemerintah agar tidak mengacaukan dan mengancam kepentingan nasional kita dan negara lainnya. Jadi suara yang agak kontroversi harus ditahan. Karena ini isu sensitif, apalagi ini juga menyangkut reputasi pemerintahan sahabat.

Dalam hukum pidana kita, apabila ada penghinaan negara sahabat, itu masuk pidana hukum. Maka kita harus hati-hati dan cermat. Di sisi lain, selain menghadapi tantangan seperti itu, juga menghadapi tuntutan melindungi warga negaran yang sifatnya fundamental dan konstitusional. Saya melihat, kita harus menilai dengan sangat bijaksana dan adil.


Bagaimana dengan kesan lambat dalam penanganan Manohara?

Kita lihat progress-nya lambat dan tidak mau melakukan apa-apa. Tetapi pemerintah berupaya melakukan sesuatu tanpa mengorbankan masalah yang lebih besar.


Bagaimana dengan peryataan Dubes RI di Malaysia yang menegaskan Manohara di Malaysia tidak ada masalah, padahal menurut pengakuan Manohara, pernyataan Dubes justru fitnah?

Saya yakin Da’i Bachtiar melakukan hal luar biasa, tapi posisi beliau sangat rentan. Kalau beliau melakukan tindakan yang menyalahi hukum dan hukum diplomasi, maka bisa saja kena persona non grata oleh pemerintah yang bersangkutan di sana. Itu dibenarkan. Kalau itu terjadi, justru akan merugikan kepentingan nasional kita. Yang berarti pula, dapat dinilai beliau dianggap tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Saya yakin, beliau juga melakukan banyak hal.


Kasus Manohara, seperti menjadi potret bahwa nasib WNI di luar negeri sangat rentan. Apakah atas dasar hukum internasional dan kepentingan nasional, sehingga penanganan kasus selalu lambat?

Selain memang persoalan hukum dan etika antarnegara, peristiwa Manohara seharusnya menjadi lecutan bagi pemerintah untuk menerapkan sistem efektif memenuhi kaidah good governance dalam perlindungan WNI.

Kita harus berbaik sangka kepada pemerintah, namun kita juga meminta pemerintah untuk menyusun sistem yang lebih efektif dan integrasi untuk monitoring dan perlindungan WNI di luar negeri. Yang harus kita kedepankan adalah sistem yang harus diperbaiki.


Nyatanya dalam beberapa kasus, banyak nasib WNI yang terkatung-katung, bila menemui masalah di luar negeri. Bukankah itu terjadi tidak sekali dua kali?

Ya. Nah, yang kita harus lecut pemerintah untuk menerapkan sistem yang lebih baik. Karena KBRI adalah brikorasi, watak birokrasi yaitu tidak berani berbuat kalau tidak ada petunjuk pelaksana yang mendasari. Artinya ini terkait keseluruhan sistem. Kalau mau berinisiatif, tapi tidak ada sarana yang tepat, maka operator birokrasi mengakibatkan ragu. Kita menuntut, tidak hanya menunjuk hidung pemerintah, tapi keseluruhan sistem. [P1]

Tidak ada komentar: