Jumat, 10 Juli 2009

Agenda Neoliberal Dalam Pencalonan Gubernur BI

Senin, 29/06/2009 17:26 WIBWarta No. 1
Agenda Neoliberal dalam Pencalonan Gubernur BI
Adv - detikNews
Jakarta - Rencana dipilihnya Sri Mulyani Indrawati oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon gubenur Bank Indonesia menggantikan Boediono, mendapat reaksi keras dari sejumlah kalangan. Sebab, Menteri Keuangan yang merangkap sebagai Plt Menko Ekonomi dan Keuangan ini dianggap pengusung kebijakan ekonomi neoliberal yang pro asing. "Kalau BI di bawah kendalinya dipastikan produk-produk keuangan atau perbankan milik investor asing akan leluasa dan secara mudah masuk ke Indonesia," ujar anggota Komisi Keuangan DPR, Dradjat Wibowo di Jakarta, beberapa hari lalu. Apalagi lebih dari 50 persen bank nasional dikuasai asing, dan selama ini kurang merespon ketentuan BI. Misalnya, kebijakan suku bunga BI tidak direspon sehingga suku bunga perbankan tak kunjung turun. Semestinya, menurut Dradjat, BI bertugas memperketat masuknya asing. Dicontohkan, produk derivatif harusnya diperiksa dulu apakah layak bagi masyarakat, namun BI justru yang membebaskan. Karena itu dikuatirkan jika Mulyani yang terpilih menjadi Gubernur BI, kebijakan BI yang saat ini sudah sangat longgar terhadap investor asing akan terjadi lagi. Di bawah kepemimpinan Boediono, BI dianggap sangat longgar terhadap investor asing. Transaksi derivatif semakin marak. Bank-bank asing diduga memicu transaksi derivatif perbankan dalam tiga tahun ini akibat ketentuan BI mengenai posisi devisa neto dalam transaksi devisa. Produk spekulatif ini mensyaratkan penggunaan dollar AS sehingga nilai tukar rupiah tertekan.Kalau Sri Mulyani menggantikan Boediono, sudah pasti kebijakannya tidak akan berbeda jauh. Apalagi mantan konsultan USAID dan Executive Director IMF ini dikelompokan sebagai penganut neoliberal. Tak heran jika kebijakan anggota Komite Reformasi Internal IMF ini selalu dihubungkan dengan agenda Mafia Berkeley, di mana dia dan Boediono dianggap sebagai penerusnya. "Dengan neoliberalisme, Sri Mulyani sebagai bagian dari Mafia Berkeley dan IMF, membawa ekonomi nasional ke arah kegagalan. Namun presiden masih membela Sri. Itu yang kita sayangkan," kata Yustiani MA, alumnus ITB dan McGill University. (adv/adv)

Tidak ada komentar: