Jumat, 10 Juli 2009

Gelora Bung Karno Digadaikan, Cederai Hargai Diri Bangsa

Jumat, 26/06/2009 16:58 WIBWarta No. 1
Gelora Bung Karno Digadaikan, Cederai Harga Diri Bangsa
Advertorial - detikNews
Jakarta - Kebijakan pemerintah yang menetapkan Gelora Bung Karno Jakarta sebagai tambahan asset yang dijaminkan dalam penerbitan surat berharga berbasis syariah, sukuk ritel dikecam sejumlah kalangan. Sebab stadion olah raga dan pusat bisnis itu dianggap sebagai kebanggaan bangsa. “Niat itu jelas merupakan maksud jahat yang sangat mencederai harga diri bangsa,” ujar politisi senior Haryanto Taslam. Menurut koordinator relawan Pandu Prabowo itu, asset Gelora Bung Karno merupakan salah satu kebanggaan bangsa yang mestinya harus dijaga dan dipelihara dengan baik sesuai dengan fungsinya.Karena itu, Hartas—panggilan akrab Haryanto Taslam mengingatkan kepada pemerintah agar tidak gegabah menggadaikan asset-aset negara, lebih-lebih asset yang bernama Gelora Bung Karno. “Pemerintah jangan main-main dengan memanfaatkan fasilitas dan asset Negara secvara sembrono,” tukas mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.Pada akhir 2008 lalu, Gelora Bung Karno ditetapkan sebagai aset yang dijaminkan dalam penerbitan sukuk. Menurut Direktur Kebijakan Pembiayaan Syariah Depkeu, Dahlan Siamat, seluruh aset itu nilainya Rp 51 triliun, tetapi hanya sekitar Rp 25,9 triliun yang bisa dijaminkan. Untuk mengantisipasi penolakan DPR atas jaminan asset itu, pemerintah juga membidik aset sejumlah departemen dan lembaga senilai 27 triliun untuk aset jaminan. Penerbitan sukuk ritel dimaksudkan untuk menggaet para investor dari Timur Tengah. Sebelumnya pemerintah melakukan one on one meeting dengan beberapa investor Timur Tengah yang potensial. Salah satunya dengan Qatar Islamic Bank yang tertarik membeli sukuk. Wajar saja sempat beredar kabar bahwa Gelora Bung Karno akan “digadaikan” kepada Qatar. Dijaminkannya asset Negara dalam penerbitan Sukuk diduga karena pemerintah mengalami deficit yang serius. Penerbitan sukuk itu merupakan jalan pintas untuk menutupi deficit anggaran belanja Rp 139,5 triliun dan mengamankan APBN 2009. Anehnya defisit negara bukannya ditutup dengan mengefisienkan pengeluaran negara dan menutupi lobang kebocoran, sebaliknya menambah utang baru dalam bentuk sukuk. (*) (adv/adv)

Tidak ada komentar: