Jumat, 10 Juli 2009

Sarat Kepentingan Penguasa, Pengelolaan BUMN Tak Efisien

Senin, 22/06/2009 22:29 WIBWarta No. 1
Sarat Kepentingan Penguasa, Pengelolaan BUMN Tak Efisien
Adv - detikNews
Jakarta - Pernyataan Cawapres Budiono yang akan meneruskan privatisasi BUMN ke pihak asing - lantaran pengelolaannya selama ini tidak efisien dan tidak transparan - menetaskan reaksi keras dari Direktur Eksekutif Econit Advisory Group, Dr. Hendri Saparini. Menurutnya, buruknya pengelolaan aset negara tersebut sejatinya lebih dikarenakan saratnya kepentingan pihak penguasa.Selain itu, menurut Hendri, pemerintah sendiri tidak memiliki ukuran yang jelas dalam menentukan jajaran direksi dan komisasris di BUMN. Banyak orang yang tidak memiliki kapasitas – atau tidak sesuai kapasitas - dipaksakan untuk duduk dalam jajaran direksi atau komisaris, karena alasan balas budi."Nah, hal-hal itulah yang telah melemahkan kinerja BUMN. Yang membuat BUMN menjadi sarang korupsi, tidak efisien dan tidak transparan," kata Hendri kepada pers di Jakarta, Senin (22/6). Karena itulah, Hendri merasa heran dengan alasan yang disampaikan Budiono terkait sikapnya untuk meneruskan privatisasi BUMN."Kalau BUMN tidak efisien dan tidak transparan itu salah siapa? Kan pengelolaan dan pengawasan BUMN itu di bawah pemerintah sendiri. Jadi alasannya (melakukan privatisasi) itu sangat lucu," tandas Direktur Eksekutif Econit tersebut.Hendri menduga sikap untuk meneruskan kebijakan privatisasi BUMN tersebut tak lepas dari pemikiran neo-liberal. Korupsi dan inefisiensi, katanya, dijadikan alasan untuk menjual aset-aset negara. Sebab, privatisasi merupakan agenda penting yang harus dilakukan pemerintah sekarang untuk mengatasi defisit keuangan negara sekaligus meliberalisasi investasi."Dugaan saya, itu alasan saja. Karena, jika pengelolaan BUMN sekarang tidak efisien dan transparan, semestinya diperbaiki. Bukan lantas dijual ke pihak asing. Ini tak lepas dari pemikiran neo liberal," tandas doktor lulusan Jepang tersebut.Sebagaimana ditulis Jakarta Globe, di depan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (19/6), Budiono menegaskan bahwa dirinya akan meneruskan kebijakan privatisasi aset-aset negara ke pihak asing. Alasannya, karena birokrasi kita tidak mampu mengelola aset negara secara efisien dan transparan.Agar lebih efisien, kata Budiono, maka diperlukan pihak luar yang dapat mengelola secara efisien melalui strategi kemitraan atau privatisasi. Pihak luar dinilai akan lebih transparan dan akuntabelBukan Karena KapasitasSementara itu, seperti ditulis sejumlah media, Pengamat Hukum Tata Negara, Saldi Isra, menyebut, sejumlah orang yang kini menjadi komisaris BUMN direkrut bukan karena kapasitas, tapi balas jasa. Yakni, karena mereka pada tahun 2004 silam menjadi tim Sukses SBY."Mereka duduk sebagai komisaris bukan karena kapasitas. Mereka menjadi komisaris BUMN karena menjadi tim sukses SBY-JK. Kini mereka terlibat lagi dalam tim sukses Capres. Sepertinya mereka ingin menduduki komisaris hingga lima tahun mendatang," katanya.Harus diakui, sejumlah nama yang menjadi tim sukses SBY tahun 2004 memang menduduki jabatan komisaris BUMN. Sebut saja, Samsoeddin (Sekjen Tim Kampanye) menjadi Komisaris Jasa Marga, Umar Said (Ketua Seksi Kampanye) menjadi Komisaris Pertamina, serta Robik Mukav (Ketua Sie Pengumpulan Data) yang menjadi menjadi Dewan Pengawas TVRI.Selain itu, ada juga Aam Sapulete (Tim Khusus) menjadi Komisaris PTP Lampung, Andi Arif (Tim Khusus) menjabat Komisaris PT Pos, Heri Sebayang (Tim Khusus) menjadi Komisaris PTPN Sumut, dan Yahya Ombara (Sekretaris Seksi PPPM) menjadi Komisaris PT KAI.(adv/adv)

Tidak ada komentar: