Kamis, 09 Juli 2009

LSI: Politik Primodial Tak Laku dalam Pilpres 2009

Kamis, 09/07/2009 15:41 WIB
LSI: Politik Primordial Tak Laku dalam Pilpres 2009
Muhammad Taufiqqurahman - detikPemilu
Jakarta - Lembaga Survey Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa politik aliran atau primordial sudah tidak berlaku laki dalam dalam pertarungan pilpres 2009 ini. Masyarakat dinilai telah dewasa dalam menentukan pilihan politiknya."Faktor primordial tidak punya pengaruh yang berarti. Politik aliran sudah mati dan yang membunuhnya para pemilih itu sendiri," ujar Direktur LSI Saiful Mujani di kantor LSI, Jl. Lembang Terusan, Jakarta Pusat, Kamis (9/7/2009).Kesimpulan ini didasarkan pada hasil exit poll yang dilakukan oleh LSI pada 2116 TPS yang tersebar diseluruh Indonesia pada Rabu (8/7/2009). Sampel dari exit poll ini adalah semua pemilih yang datang ke TPS."Sampel dipilih secara random dengan metode wawancara tatap muka pada jam 9 pagi. Satu responden untuk satu TPS dengan tingkat kepercayaan 95%," terangnya.Latar belakang promordial didasarkan jender, daerah, suku bangsa, agama, dan ormas keagamaan. Pada Jender, pemilih perempuan lebih besar memilih pasangan SBY-Boedino sebesar 66%, dan untuk laki-laki sebesar 55%."Ini punya makna electoral. Pemilih perempuan lebih loyal dari pada laki-laki. pada pasangan Mega-Prabowo pemilih Laki-laki 31% dan perempuan 22%, sedangkan untuk pasangan JK-Wiranto 13% pemilih pria dan 12% pemilih wanita," jelasnya.Menurut Saiful, perolehan suara SBY-Boediono pada pemilih Jawa dan luar Jawa cenderung seimbang dibandingkan oleh kedua pasangan capres yang lain. "Ini sesuai juga dengan perolehan Partai Demokrat pada pemilu legislatif lalu. SBY-Boediono memperoleh dukungan 61% dari dalam dan luar Jawa, sedangkan Mega-Prabowo 31% untuk daerah Jawa, 22% luar Jawa. JK-Wiranto sendiri hanya mendapat 9% dari Jawa dan 17% dari luar Jawa," tuturnya.Bagi Saiful, yang menarik adalah tidak didengarnya seruan para elit ormas Islam untuk memilih salah satu capres tertentu. Hal ini terbukti dengan pemilih Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang lebih memilih incumbent. "Saya melihat keterasingan elit dalam urusan politik dari umatnya," ungkapnya.Pada pembedaan antara pemilih Santri dan kaum Abangan, SBY-Boediono mendapatkan suara 62% dari tiap golongan tersebut. Mega-Prabowo 23% dari Santri, 25% dari kaum Abangan. "JK-Wiranto pada 15% dari kaum Santri, dan 13% dari Abangan," tambahnya.Lebih lanjut, Saiful menerangkan bahwa rata-rata suku yang berada di Indonesia memilih pasangan SBY-Boediono. "Hanya pada suku Bugis, JK-Wiranto memperoleh dukungan 70%. Pada suku Minang, ada gap antara elit Minang Jakarta dan massa minang umum di sana, karena yang memililih JK-Wiranto hanya 9% dibanding SBY-Boediono 86%,"pungkasnya.( fiq / yid )

Tidak ada komentar: