Jumat, 10 Juli 2009

Waspadai Penggadaian Aset Negara

Sabtu, 04/07/2009 14:58 WIB
Warta No. 1
Waspadai Penggadaian Aset Negara
Adv - detikNews
Jakarta - Meski pemerintah sudah memastikan tidak jadi menggadaikan Gelora Bung Karno (GBK) sebagai jaminan surat berharga berbasis syariah sukuk, bukan mustahil asset negara lainnya seperti Monas akan dijaminkan. Sebab, untuk mencari pinjaman baru harus ada agunan atau jaminan aset, sementara kekayaan alam Indonesia sudah habis.Demikian kekuatiran pengamat ekonomi, Dr. Endang S. Thohari dalam diskusi 'Gelora Bung Karno Dahulu, Monas Kemudian' di Mega Prabowo Media Centre Jakarta, Jumat (3/7/2009). Menurutnya, dalam prinsip perbankan konvensional maupun syariah dikenal adanya prudential bank, yang mewajibkan cash collateral sebagai agunan atau garansi atas peminjaman, seperti sertifikat, aset tanah dan bangunan atau surat-surat penting. Karena itu, Endang mengingatkan semestinya pemerintah tidak perlu mencari utang baru, karena bisa memaksimalkan aliran dana di bank-bank dalam negeri. Sebab, sebagian besar dana pemerintah, baik di departemen-departemen maupun di pemerintah daerah 60 persen lebih di simpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI)."Bahkan tabungan masyarakat di bank konvensional di dalam negeri nilainya saja mencapai Rp 1850 Triliun, itu tidak dimanfaatkan untuk rakyat di pedesaan misalnya, hanya sebagian kecil saja. Saya kira perlu redisgn (mendesain ulang) sistem perekonomian kita, serta tidak perlu utang dan utang lagi," ujar Sekretaris Umum Institut Garuda Nusantara ini.Karena itu, diperlukan calon presiden (capres) yang betul-betul mengerti ekonomi kerakyatan agar hal-hal seperti itu tidak dilakukan. Namun faktanya, tidak semua capres mengerti ekonomi kerakyatan. Mereka hanya sekedar mengklaim menjalankan ekonomi kerakyatan, padahal kebijakan ekonominya neoliberal."Saya kira hanya capres dan cawapres yang didukung PDIP dan Partai Gerindra saja yang mengerti ekonomi kerakyatan. Sedangkan yang lain mengklaim ekonomi kerakyatan, tapi tidak mengerti ekonomi kerakyatan. Secantik apapun programnya, kalau masih liberal tidak akan bisa berjalan," tandas Endang. (adv/adv)

Tidak ada komentar: